KB 3
Dalam video youtube dimana disana
Tendy Naim (manajer direktur restoran Bumbu Desa, aktivis pramuka, dan last but
not least) memaparkan dan mempresentasikan tentang PERGESERAN PARADIGMA
PENDIDIKAN.
Ada titik point yang saya tangkap
yakni : “Tekhnologi dan yang lainnya mengalami perkembangan yang sangat cepat
di negeri ini. Cuma satu yang mengalami perkembangan
yang sangat lambat yaitu “pendidikan”. Walaupun kurikulum di sekolah-sekolah
itu berubah setiap tahunnya, namun cara guru mengajar tetap sama.” (Maaf
“menurut saya : ia fokusnya pada pendidikan formal saja, ia lupa ada pendidikan
in-formal dan non-formal, dan saya tidak setuju kalau cara mengajar guru tidak
berkembang atau tidak berubah, mungkin penelitiannya hanya pada oknum guru yang
pernah menempelengnya?).
Dan berikut saya petik beberapa isi pidato Tendy Naim:
Kita
tidak banyak menghargai mengenai Art (seni), buktinya dengan tidak banyaknya
masyarakat yang mengetahui dan mendatangi museum, perpustakaan, bahkan namanya
pun kadang ia tidak ketahui.
Jika
di Negara lain, tempat yang paling indah adalah di perpustakaan, hal yang
membedakan dengan yang terjadi di Negara kita. Kita bahkan terkadang mencap
orang-orang yang rajin keperpustakaan adalah orang yang tidak gaul, padahal di
perpustakaan adalah tempat segalanya, semuanya ada.
Nelson
mandela mengatakan “education is the most powerful weapon which you can use to
change the world”
Tekhnologi
dan yang lainnya mengalami perkembangan yang sangat cepat di negeri ini. Cuma
satu yang mengalami perkembangan yang sangat lambat yaitu “pendidikan”.
Walaupun kurikulum di sekolah-sekolah itu berubah setiap tahunnya, namun cara
guru mengajar tetap sama.
Mengajar
anak-anak membuat kita awet muda.
Problem
siswa sekarang ini adalah :
Tidak
dapat menangkap pelajaran
Tidak
mengetahui belajar apa dan untuk apa belajar
Pergi
sekolah, tapi gurunya,,,,,rapat!
Sebuah
complain dari perusahaan yang mengatakan bahwa mahasiswa kita tidak siap untuk
kerja, hal ini karena ia tidak mengetahui untuk apa dia belajar.
Problem
guru sekarang ini :
Tidak
tahu apa yang sedang dikerjakan murid-muridnya
Mengalami
kesulitan di dalam menyampaikan informasi / pelajaran
Agak
‘sulit menjangkau’ anak-anak jaman sekarang
Dan
72 % guru belum pernah bermain game di computer….
Sekarang
ini ada yang namanya sertifikasi guru dimana para guru mendapatkan gaji 2 kali
lipat, sayangnya uang ini hanya digunakan para guru untuk kebutuhan-kebutuhan
mewah, seperti beli mobil, dan lain-lain. Dan tidak ada satupun guru yang
memanfaatkannya untuk kursus dan menambah kualitas mengajar mereka.
Hal
yang berbeda dengan Negara Malaysia, dimana pemerintah disana tidak memberikan
sertifikasi guru secara cash, namun menginformasikan kepada guru-guru yang
ingin kursus apapun juga, maka pemerintah siap membayarkannya.
Menggaji
tinggi itu penting (yes), tapi solusi pendidikan (no) karena sekarang kebutuhan
itu yang ada, misalnya di bandung 70 % SK kenaikan golongan guru semuanya ada
di Bank sebagai jaminan, dan yang paling menyedihkannya lagi adalah uang yang
diambil itu untuk membeli barang-barang yang sebenrnya tidak terlalu di
butuhkan, seperti : gorden, furniture dan lain-lain.
Yang
menjadi pertanyaan kemudian adalah, bagaimana wajah pendidikan Indonesia
kedepannya. kita mengiginkan pendidikan indonesia kedepan itu maju, tapi focus
utama adalah bagaimana agar para anak didik itu yang maju.
Kita
selalu meraih juara olimpiade. Yang menjadi pertanyaan, mengapa justru
Negara-negara maju seperti jepang dan amerika itu kalah dengan kita. Jawabannya
adalah karena sebelum dikirim untuk bertanding, siswa kita di karantina
terlebih dahulu, berbeda dengan Negara lain yang memang menampilkan muridnya
dengan apa adanya. Artinya, di Indonesia tidak ada hubungan sama sekali bahwa
dengan seringnya murid menjuari olimpiade pertanda siswa-siswa Indonesia itu
pintar-pintar.
Satu
yang paling membanggakan di kita adalah satu orang tokoh yaitu “KI Hajar
Dewantara”. namun hanya sedikit yang pernah membaca buku beliau….artinya, kita
lupa siapa kita pada pendidikan kita, itulah yang terjadi pada kita sekarang.
Prinsip
kelas yang dipakai jepang sekarang ini yang diamibil dari prindip Pendidikan ki
Hajar Dewantara adalah : prinsip ‘kelas tiga dinding’ : ‘bentuk, isi dan irama’
pendidikan harus berubah, menyesuaikan dengan kondisi jaman. Yang dipertahankan
adalah hakikat / sifat pendidikan (Ki
Hajar Dewantara).
jika
di Indonesia ada yang disebut dengan pendidikan negeri dan swasta. Sedangkan
kalau di Singapure ada swasta, negeri, public school, private school, dan
public school subsudice by government (yang disubsidi oleh pemerintah).
Ada
dua yang ki hajar bahas dalam bukunya, yaitu mengenai pendidikan dan juga
budaya. Buku itu luar biasa mengenai among dan pamong.
Itulah
sekilas isi presentasi Tendy Naim yang bisa saya tulis...
Argumentasi dan Menurut
saya
:
Kalau
kita cermati Ki Hajar Dewantara menyebutkan sumber pendidikan itu ada 3 yakni :
sekolah, masyarakat dan keluarga. Namun dalam pidato Tendy Naim hanya fokus
berbicara pada pendidikan sekolah (Pendidikan formal) dia lupa masih ada lagi
pendidikan non-formal dan In-formal sehingga guru selalu disalahkan ketika
peserta didik tidak sesuai dengan out-put. Padahal Pendidikan keluarga
(in-formal) dan juga pendidikan dalam masyarakat (non-formal) juga tidak kalah
pentingnya dalam perkembangan anak.
Sementara
itu sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa pendidikan itu hanya di sekolah
sehingga banyak orang tuan cendrung apatis dan menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anaknya ke Bapak dan Ibu gurunya di sekolah. Padahala sudah jelas
disebutkan dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan
adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Sebagai
Pendidikan pertama dan utama, keluarga memiliki andil lebih besar dalam
memberikan didikan kepada anak karena mengingat waktu anak bersama keluarga
(Ibu dan Bapak) seharusnya lebih banyak dibandingkan di sekolah yang hanya
beberapa jam saja. Orang tua haruslah memberikan teladan atau contoh yang baik
serta memberikan nasehat dan mengingatkan anak supaya menghindari, menjauhi dan
tidak akan pernah untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela sebagai mana
problem problem yang terjadi seperti paparan yang telah disebutkan di atas.
Karena dengan teladan dan nasehat sejak dini kemungkinan besar segala problem
negatif yang merusak anak bangsa bisa di antisipasi sejak dini.
Sesungguhnya
anak membutuhkan teladan atau contoh nyata dan bukan teori semata, karena
mereka lebih dekat dengan hal hal yang bersifat konkrit dan bukan yang sifatnya
abstrak. Contoh berprilaku baik bukan hanya ranah para pendidik atau guru di
sekolah formal, namun juga keluarga sebagai pendidik di ranah in-formal serta
masyarakat di pendidikan non-formal juga harus peduli dalam memberikan suri
teladan yang baik, contoh yang positif kepada anak-anak dalam kehidupan sehari
hari. Anak juga butuh pembiasaan sebagaimana dalam slogan menyebutkan"
Barang siapa yang terbiasa terhadap sesuatu maka terbiasalah ia". Nah,
apabila sedini mungkin ditanamkan akhlak dan karakter yang baik serta mencerdaskannya
baik kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosionalnya dan kecerdasan
spritualnya kepada anak di era kekinian ini maka besarlah harapan kita untuk
untuk tercapainya cita cita bangsa kita. Wallohu a’lam...
KB 4
Setelah
menyaksikan video tersebut, saya ingat tulisan saya pada tanggal 25 Desember
2013 yang saya publis di koran dan di blog saya yang berjudul “ kesenjangan
pendidikan” https://menzour.blogspot.com/2013/12/realita-kesenjangan-pendidikan.html
dan berikut saya uraikan isinya
karena memiliki konten yang beda tipis dengan yang di video:
Problem hingga saat ini ialah belum terjadi
pemerataan pendidikan, baik dari segi tenaga pengajar atau pendidik, fasilitas
sarana prasarana dan peserta didik yang kelak menjadi generasi penerus bangsa
ini.
Lembaga pendidikan atau sekolah yang kualitasnya
bagus karena memiliki pendidik yang kompeten, fasilitas lengkap dan peserta
didik yang cerdas karena yang boleh masuk di level ini biasanya yang “mampu”,
pinter dan cerdas secara akademis dengan melakukan seleksi silang karena
dianggap lembaga pendidikan ini “pavorite” sehingga yang boleh masuk adalah
orang atau anak orang tertentu sehingga sekolah ini akan terlihat semakin bagus
dan maju.
Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang atau
lebih rendah dari kategori sedang justru
sebaliknya akan semakin dimarginalkan, sehingga lembaga pendidikan ini
kualitasnya kurang bagus bahkan akan menjadi bertambah buruk jika tidak ada
perhatian lebih oleh yang berkewajiban memperhatikan lembaga pendidikan yang
terbelakang ini, dimana sekolah ini tenaga pengajarnya tidak kompeten karena
tidak lengkapnya bahan pendukung, fasilitasnya minim dan peserta didiknya
kurang secara akademis karena biasanya yang sekolah di tempat ini hanyalah anak
rakyat jelata yang tidak mampu secara finansial.
Kesenjangan tingkat kelembagaan ini seharusnya bisa
mendapat kontrol dari pemerintah sehingga pemerataan di lembaga pendidikan
dimanapun posisinya akan balance fasility baik sekolah itu di perkotaan maupun
di pelosok atau daerah pinggiran, namun kelihatannya hal ini belum bisa
terealisasi karena banyak faktor dan alasan.
Namun jika hal ini terwujud maka keadilan dunia
pendidikan menjadi terealisasi dimana tenaga pendidik dan fasility merata di
setiap lembaga pendidikan dimanapun adanya, tapi ini mungkin masih hayalan
penulis.
Juga yang
menonjol ialah kesenjangan personal baik pendidik maupun peserta didik. Dimana
kesenjangan ini sangatlah nyata ada disetiap lembaga pendidikan dimana
terdapatnya sebagian para pendidik yang dapat tunjangan dan kesjahteraan dari
mana-mana sementara ada juga yang hanya mengharapkan kesejahteraan dari satu
sisi saja, sedangkan peserta didik ada yang kaya dan miskin namun hal ini
sedikit dapat diminimalisir dengan adanya “sekolah gratis”.
Secara nasional ada yang paling menonjol pada dunia
pendidikan yakni sebagai orang dapat menikmati program kelas bertaraf
internasional di sekolah mewah dan berkelas dengan dana lebih dari puluhan
jutaan. Maka hal tersebut hanyalah dapat dinikmati oleh golongan kelas atas
yang kaya raya dan mapan.
Dengan kata lain yang maju semakin maju, sedangkan
golongan yang terpinggirkan akan semakin tersisih dan tenggelam dalam arus
globalisasi dan modernisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret serta
menghanyutkan mereka dalam jurang kemiskinan, kobodohan dan ketertinggalan.
Artinya si kaya dan orang kelas atas menyekolahkan
anaknya di lembaga pendidikan yang mewah dan berkualitas tinggi, sedangkan di
saat yang sama ada masyarakat yang golongan ekonominya lemah harus berusaha
bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa.
Maka, kesenjangan seperti ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi
konflik sosial.
Maka peningkatan kualitas pendidikan yang telah dan
sedang tercapai bisa menjadi mubazzir, tidak ada arti jika gejolak sosial dalam
masyarakat yang diakibatkan karena kesenjangan yang disebabkan ketidakadilan
dalam mendapatkan pendidikan serta kemiskinan yang tidak berujung.
Tidak hanya kualitas pendidikan, fasilitas dan
kemampuan peserta didik secara akademis yang menjadi kesenjangan pada dunia
pendidikan, akan tetapi juga secara psikologis yaitu perkembangan peserta
didik. Apabila anak didik sudah dikotak-kotakkan berdasarkan kecerdasan
intelektualnya atau berdasarkan taraf ekonominya dengan sistem pendidikan, maka
generasi muda Indonesia akan menganggap bahwa ketidakadilan merupakan hal yang
lumrah atau biasa.
Oleh karena itulah, kebijakan pemerintahlah yang seharusnya
meminimalisir akan terjadinya kesenjangan pada dunia pendidikan baik pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Dapat di simpulkan bahwa banyak faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di negara ini, yaitu diantaranya
yang penulis renungkan yakni diantaranya dari segi sumber daya manusia,
Infrastruktur, Proses pembelajaran yang konvensional yang paling urgent
fasilitasnya.
Dengan
demikian hal ini menunjukkan lemahnya sistem pendidikan nasional kita jika
dibiyarkan berlarut-larut, maka diperlukan pemerataan pendidikan dari tingkat
pusat, daerah perkotaan sampai daerah plosok yang terpencil dan terpinggirkan,
sehingga kesenjangan pada dunia pendidikan dapat di minimalisir secara bertahap
walaupun tidak mungkin secara kun payakun artinya disini penulis agak pesimis
kesenjangan bisa didelet, tapi mudah-mudahan dunia pindidikan di Indonesia semakin
maju seiring dengan akan berlakunya kurikulum 2013 yang rencananya akan mulai
diberlakukan pada bulan juli ini yang note-benenya direncaanakan memberikaan
kemudahan bagi pendidik dan peserta didik dengan mengedepankan tematik
integratif, insya Allah amin!!!
TULISAN INI
SAYA TULIS TAHUN 2013 LALU DI KORAN DAN BLOG...
Kalau boleh saya punya usul solusi yang dapat saya
berikan dan “mungkin” yang paling pertama yang harus dibenahi pada sisi
pemerintah seharusnya pemerintah lebih peduli terhadap masalah pendidikan yang
ada di Indonesia dan menangani dengan serius masalah pendidikan di pelosok-pelosok
negeri Indonesia ini serta pemberian alokasi dana untuk pendidikan pada daerah
yang lebih merata karena dengan adanya alokasi dana bisa membuat keadaan
pendidikan menjadi lebih baik lagi, dari segi sisi orangtua seharusnya pada
usia wajib sekolah seharusnya diizinkan untuk sekolah bukan untuk membantu orang
tua mencari uang mungkin boleh membantu mencari uang tetapi dalam catatan tidak
mengganggu aktivitas anaknya dalam sekolah, bukan hanya pemerintah saja kita
juga sebagai guru harusnya bisa membantu negara terlebih sebagai guru PNS dan
lebih-lebih sertifikasi untuk dapat meningkatkan pendidikan di Indonesia menjadi
lebih maju dan berkualitas.
Saya berharap agar sekolah-sekolah baik negeri atau
suasta di pelosok-pelosok menjadi lebih berkembang sehingga pendidikan di
pelosok-pelosok bisa sama dengan yang ada di kota, dengan itu semakin banyaknya
sumber daya manusia yang berpendidikan sehingga Indonesia tidak harus lagi
menggunakan tenaga asing tetapi menggunakan tenaga ahli dari Indonesia sendiri
dengan demikian Indonesia akan jauh lebih maju dan menjadi Negara yang maju
bukan berkembang lagi. insyaAllao amin...
@MENZOUR_ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar