Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 09 November 2016

MAKALAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER



“ INTEGRASIPELAKSANAAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER “


I.   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.[1] Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ),  Sekolah Dasar ( SD ), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Maupun SMA/MA/SMK/MAK harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen olehsoft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.[2] Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP) yang lalu dan Kurikulum 2013 ( K13 ) sekarang, dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di semua level dan jenjang pendidikan sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.[3]
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.[4] Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.[5]
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.[6] Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengankebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
B.  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran?
2. Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Karakter Secara Terintegrasi Di Dalam Proses Pembelajaran ?
3. Bagaiman Cara Mengembangkan Pendidikan Karakter untuk anak ?

C.  Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Karakter Secara Terintegrasi Di Dalam Proses Pembelajaran
3.   Untuk Mengetahui Bagaiman Cara Mengembangkan Pendidikan Karakter untuk anak.
II. PEMBAHASAN
1.      Apa yang dimaksud dengan Integrasi Pendidikan Karakter Dalam   Pembelajaran ?
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.[7] Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Dalam struktur kurikulum kita, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembanngan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pada  panduan ini, integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran selain pendidikan Agama dan PKn yang dimaksud lebih pada fasilitasi internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pengenalan nilai-nilai sebagai pengetahuan melalui bahan-bahan ajar tetap diperkenankan, tetapi bukan merupakan penekanan. Yang ditekankan atau diutamakan adalah penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan di dalam proses pembelajaran.
a.       Berikut merupakan contoh nilai-nilai karakter yang dapat dijadikan sekolah sebagai nilai-nilai utama yang diambil/disarikan dari butir-butir SKL dan mata pelajaran-mata pelajaran SMP yang ditargetkan untuk diinternalisasi oleh siswa:
(1).  Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan  yaitu : Religius
(2). Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri yaitu : Jujur, Bertanggung jawab, Bergaya hidup sehat, Disiplin,Kerja keras, Percaya diriBerjiwa wirausaha, Berpikir logis, kritis, kreatif, daninovatif , Mandiri,Ingin tahu, dan Cinta ilmu
(3).  Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesame yaitu: Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, Patuh pada aturan-aturan sosialn Menghargai  karya dan prestasi orang lain, Santun, dan   Demokratis
(4).   Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkunganyaitu :Peduli sosial dan lingkungan
(5).   Nilai kebangsaan yaitu :Nasionalis, Menghargai keberagaman.[8]
b.  Distribusibutir-butir karakter utama ke dalam mata pelajaranyaitu :
mengupayakandengan perencaan dan pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah agar setiap mata pelajaran dapat memuat atau terinternalisasi nilai-nilai karakter utama pada setiap mata pejaran yang diajarkan pada peserta didik. Sehingga setiap guru memiliki tanggung jawab yang sama dalam menanamkan nilai-nilai karakter dan bukan lagi hanya tanggung jawab guru pendidikan agama atau guru PKN saja.


Tabel .  Contoh Distribusi Nilai-Nilai Utama ke Dalam MataPelajaran.[9]
Mata Pelajaran
Nilai Utama
1.  Pendidikan Agama
Religius, jujur, santun, disiplin, bertanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan social, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, peduli
2.  PKn
Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
3.  Bahasa Indonesia
Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis
4.  IPS
Nasionalis, menghargai keberagaman, Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli social dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras
5.  IPA
ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6.  Bahasa Inggris
Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerjasama, patuh pada aturan sosial
7.  Seni Budaya
Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin tahu, jujur, disiplin, demokratis
8.  Penjasorkes
Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain
9.  TIK/Keterampilan
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain
10.  Muatan Lokal
Menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain, nasionalis, peduli

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 
  3. Menunjukkan sikap percaya diri; 
  4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
  5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
  9.  Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
  10.  Mendeskripsikan gejala alam dan sosial; 
  11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
  12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
  13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
  14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
  15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
  16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; 
  17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
  18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
  19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
  20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
  21. Memiliki jiwa kewirausahaan.[10]
Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan  karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.
2.      Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Karakter Secara Terintegrasi Di Dalam Proses Pembelajaran ?
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Di antara prinsip-prinsip yang dapat diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran (merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, dan bahan ajar), melaksanakan proses pembelajaran, dan evaluasi adalah prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selama ini telah diperkenalkan kepada guru, termasuk guru-guru SMP seluruh Indonesia sejak 2002. Prinsip-prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini.
1.   Konstruktivisme (Constructivism)
Konstrukstivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka.  Seorang guru perlu mempelajari budaya, pengalaman hidup dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar yang memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut.[11]
Pemahaman konsep yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar autentik dan bermakna yang mana guru mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk mendorong aktivitas berpikirnya. Pembelajaran hendaknya dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Pembelajaran dirancang dalam bentuk siswa bekerja, praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan sebagainya.
Tugas guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah memfasilitasi proses pembelajaran dengan:
(a)   menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(b)   memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
(c)    menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2.   Bertanya (Questioning)
Penggunaan pertanyaan untuk menuntun berpikir siswa lebih baik daripada sekedar memberi siswa informasi untuk memperdalam pemahaman siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang fenomena, belajar bagaimana menyusun pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar untuk saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan. Pertanyaan digunakan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(a)   menggali informasi, baik teknis maupun akademis
(b)   mengecek pemahaman siswa
(c)    membangkitkan respon siswa
(d)   mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
(e)    mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
(f)     memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(g)   menyegarkan kembali pengetahuan siswa
3.  Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, yang diawali dengan pengamatan dari pertanyaan yang muncul. Jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut didapat melalui siklus menyusun dugaan, menyusun hipotesis, mengembangkan cara pengujian hipotesis, membuat pengamatan lebih jauh, dan menyusun teori serta konsep yang berdasar pada data dan pengetahuan.
Di dalam pembelajaran berdasarkan inkuiri, siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis saat mereka berdiskusi dan menganalisis bukti, mengevaluasi ide dan proposisi, merefleksi validitas data, memproses, membuat kesimpulan. Kemudian menentukan bagaimana mempresentasikan dan menjelaskan penemuannya, dan menghubungkan ide-ide atau teori untuk mendapatkan konsep.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri:
a)      merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b)      Mengamati atau melakukan observasi
c)  Menganalisis dan menyajikan hasil  dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,  tabel, dan karya lain
d)   Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus mempunyai kesempatan untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain dengan cermat, dan bekerjasama untuk membangun pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik daripada belajar secara individual.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu. Semua pihak mau saling mendengarkan.
Praktik masyarakat belajar terwujud dalam:
(a)   Pembentukan kelompok kecil
(b)   Pembentukan kelompok besar
(c)    Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, petani, polisi, dan lainnya)
(d)   Bekerja dengan kelas sederajat
(e)    Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
(f)     Bekerja dengan masyarakat
5.  Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan siswa untuk berpikir dengan mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa yang akan dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan bagaimana agar siswa belajar. Guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu  untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Contoh praktik pemodelan di kelas:
a)   Guru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa
b)   Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh tersebut
c)    Guru Geografi menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan sebagai contoh siswa dalam merancang peta daerahnya
d)    Guru Biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan
6.   Refleksi (Reflection)
Refleksi memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah siswa pelajari dan untuk membantu siswa menggambarkan makna personal siswa sendiri. Di dalam refleksi, siswa menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang apa yang siswa pelajari, bagaimana merasakan, dan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan baru tersebut. Refleksi dapat ditulis di dalam jurnal, bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni.
Realisasi refleksi dapat diterapkan, misalnya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Hal ini dapat berupa:
(a)   pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa hari ini
(b)   catatan atau jurnal di buku siswa
(c)    kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini
(d)   diskusi
(e)    hasil karya
7.  Penilaian Autentik (Authentic Assessment)
Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana siswa menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaia.

Berikut ini contoh : 
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai.Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. Diagram  berikut menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran.[12]

Intervensi
Contextual Teaching and Leraning


Diagram Penanaman Karakter melalui Pelaksanaan Pembelajaran
Pendahuluan
Penutup 
Inti
Eksplorasi
Elaborasi
Konfirmasi

1.      Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti prosespembelajaran;
b.mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
d.  menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai,membangun kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini.[13] Berikut adalah beberapa contoh.
a.   Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
b.   Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
c.  Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
d.  Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
e.  Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
f.   Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
g. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, santun, peduli)
h.   Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
i.   Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
2.      Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.[14] Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar Proses.
a.      Eksplorasi
1)   Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2)   Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3)     Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
b.      Elaborasi
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3)   Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut(contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4)Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6)   Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7)  Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8)  Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
c.      Konfirmasi
1)    Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2)  Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4) Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawabpertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
b)membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
c)   memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis);
d)     memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
e)    memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
3.      Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b.  melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
c.memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran(contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.


3. Bagaiman Cara Mengembangkan Pendidikan Karakter untuk anak ?
Pendidikan karakter merupakan keharusan yang menjadi tanggung jawab bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan pelaku pendidikan pada khususnya, baik pendidik pada lembaga pendidikan formal, non-formal, maupun informal. Penerapan pendidikan karakter tidak hanya sekedar memenuhi aspek-aspek kognisi saja, tetapi yang lebih terpenting perlu mendapat perhatian serius aspek afeksi dan psikomotorik. Misalnya seorang peserta didik tidak hanya sebatas mengetahui bahwa “cinta kebersihan” merupakan sikap yang baik apalagi didukung oleh hadis Rasulullah saw “Kebersihan sebagaian dari Iman”.,baru dapat dikatakan cinta kebersihan apabila sudahmampu bersikap LISA (LIhat Sampah Ambil). Untuk itu, maka pendidikan karakter perlu pengembangan dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang dilakukan secara ilmiah, rasional, sistematis, dan berorientasi kepada peserta didik.
Diketahui bahwa objek pendidikan karakter adalah peserta didik, yang secara psikologis, mentalitasnya masih labil dan fluktuatif. Kekeliruan atau kesalahan menangani karakter peserta didik, berdampak pada prilaku peserta didik dengan rendahnya motivasi belajar peserta didik, membuat keonaran, tawuran, pergaulan bebas, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pengembangan pendidikan karakter harus mengikuti kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip keilmuan dan religious agar dapat menghasilkan output yang unggul dan kompetitif.
Bagaimana Mengembangkan Pendidikan Karakter di Sekolah ?
a.    Beberapa prinsip dalam pengembangan pendidikan karakter secara khusus adalah:
   1). Prinsip Komunikasi keluarga-Sekolah
Pendidikan dasar merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Kerja sama antara sekolah dengan keluarga merupakan hal yang sangat penting. Sekolah tidak mungkinmengembangkan pendidikan karakter tanpa peran aktif orang tua. Kerjasama keduanya diperlukan. Komunikasi sekolah dengan keluarga bisa bermacam-macam. Mulai dari pertemuan orang tua, buletin sekolah, surat edaran, dll. Intinya, segala macam cara dan alat komunikasi dengan orang tua bisa digunakan.


       2). Prinsip Sehat
Pengembangan pendidikan karakter bertujuan membuat anak bertumbuh secara sehat. Setiap program yang dibuat mesti mempertimbangkan kesehatan pertumbuhan anak didik. Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan jasmani, rohani, dan psikologis. Anak-anak mesti diajari bagaimana cara menjaga kesehatan. Mereka perlu mengetahui dan mengenali makanan-makanan sehat di sekitar lingkungan sekolah mereka.
3).  Prinsip Kegembiraan
Program pendidikan karakter di tingkat dasar bertujuan membuat anak gembira. Berbagai macam jenis permainan, dinamika kelompok, serta permainan lain ditujukan agar anak merasakan dan mengalami kegembiraan. Kegembiraan ini tidak bersifat individual, melainkan kegembiraan semua. Program pendidikan karakter yang berhasil membuat semua anak menjadi riang dan gembira.
4).  Prinsip Belajar
Mau tidak mau, lembaga pendidikan adalah sebuah tempat di mana anak menghayati nilai belajar. Memupuk semangat belajar, membuat anak gemar membaca dan bertanya merupakan sasaran setiap sekolah. Membuat anak kerasan dan nyaman di sekolah adalah syarat utama lingkungan belajar yang baik.
5).  Prinsip Kreatifitas
Jangan pernah mematikan kreatifitas siswa. Setiap anak adalah unik. Juga mereka memiliki motivasi tertentu dalam bertindak. Pendidik perlu memahami motivasi siswa sebelum memberikan penilaian.  Memberikan pujian, dukungan, dan semangat bagi setiap anak sangat diperlukan. Kreatifitas anak perlu diapresiasi dan dihargai.[15]
Namun secara umum, prinsip-prinsip pengembangan pendidikan karakter yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan, yaitu:
a).     Berkelanjutan;
b).     Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan pendidikan;
c).     Nilai tidak diajarkan tetapi melalui proses belajar;
d).     Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.[16]
Prinsip pertama, berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan[17]  Proses pengembangan menitikberatkan pada pembinaan, pengawasan terhadap aktivitas peserta didik selama menempuh proses pembelajaran. Proses yang berkesinambungan akan memperoleh hasil maksimal.
Prinsip kedua, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan melalui kegiatan kurikuler setiap mata kuliah, kokurikuler, dan esktra kurikuler.[18]Prinsip kedua ini memberi pemahaman bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan secara berkesinambungan terhadap semua aktivitas yang dilakukan peserta didik, demikian pula dengan pelibatan semua pendidik melalui mata pelajaran yang diberikan. Dengan demikian pendidikan karakter bukan hanya menjadi tanggung jawab mata pelajaran tertentu.
Prinsip ketiga, mengandung makna materi nilai-nilai dan karakter bangsa diinternalisasi melalui proses belajar dan tidak masuk ke dalam materi pokok bahasan. Hal yang wajib diperhatikan adalah satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik.[19]Bukan menjadi materi pelajaran, tetapi lebih kepada pembiasaan yang diterapkan dalam proses pembelajaran, jadi bukan ‘mengetahui’, tetapi ‘melakukan’.
Prinsip keempat, yaitu proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik melalui suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.[20]Peserta didik mengikuti proses pembelajaran tanpa tekanan, tetapi belajar dengan penuh keceriaan dan kegembiraan “learning is fun”.
Selanjutnya, CharacterEducation Quality Standars merekomendasikan 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, yaitu:
 (a).    Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter;
 (b).    Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku;
 (c).   Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter;
(d).   Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;
(e).    Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik;
(f).   Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses;
(g).    Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari para peserta didik;
(h).    Memfungsikan seluruh staf satuan pendidikan sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia kepada nilai dasar yang sama;
(i). Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter;
(j).      Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter;
(k).Mengevaluasi karakter satuan pendidikan, fungsi staf sebagai pendidik karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik[21]
Secara umum, ada enam pilar pendidikan karakter, sebagaimana yang dirilis oleh Character Counts! Coalition (a Project of the Joseph Institute of Ethcis[22], yang dapat menjadi acuan, yaitu:
(a).  Trustworthinees, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur, dan loyal. Karakter ini membangun kesadaran diri dan kesalehan personal yang menjunjung tinggi akhlak al karimah dan berorientasi kepada kebenaran.
(b).Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. Karakter ini mengembangkan kesadaran tentang kelemahan setiap manusia sehingga penting bersikap terbuka dan mendengar kebenaran dari pihak lain, serta ikhlas menjalankan kebenaran tersebut.
(c). Caring, Karakter ini mengembangkan kepedulian dan kesalehan sosial sebagai manusia yang memiliki harga diri dan kehormatan. Karakter ini mengembangkan aspek citra diri sebagai manusia yang peka terhadap lingkungan sosial dan tenggang rasa dalam menjalani kehidupan bersama dengan penuh ketulusan.
(d).Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain. Karakter ini yang memberikan kesadaran diri bahwa setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama, ingin dihargai, diapresiasi, dihormati, dan dijaga perasaannya.
(e).  Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam. Karakter ini mengembangkan kesadaran diri tentang taat azas, kepatuhan kepada peraturan sebagai konsensus, dan kepedulian terhadap lingkungan alam.
(f).   Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalui melaksanakan sesuatu dengan sebaik mungkin. Karakter ini membangun kesadaran diri tentang sikap kehati-hatian, kewaspadaan, menjunjung tinggi hak dan kewajiban, serta bersikap profesional.
Berdasarkan pemikiran dan pandangan di atas, upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan dan pembentukan karakter pada satuan pendidikan adalah mensosialisasikan nilai-nilai positif dan sekaligus menetapkan nilai-nilai tersebut yang menjadi acuan pendidikan karakter, menetapkan pendekatan, model, dan strategi pendidikan karakter yang diterapkan pada satuan pendidikan, melibatkan seluruh sivitas akademika dan staf penerapan pendidikan karakter, membangun iklim satuan pendidikan yang mendukung pembentukan karakter, menyusun kurikulum yang berbasis pendidikan karakter, melibatkan pihak keluarga dan masyarakat dalam pembentukan karakter pada satuan pendidikan, serta dilakukan evaluasi secara berkelanjutan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan karakter pada satuan pendidikan.
Pada sisi lain pendidikan karakter merupakan esensi dari pelaksanaan pendidikan, baik di keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Dengan demikian, pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama, kapan dan dimana saja. Mengingat pentingnya pendidikan karakter, maka harus dikembangkan dan diterapkan berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah, rasional, sistematis, dan empiris. Oleh sebab itu, penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan, khususnya di perguruan tinggi, harus dimenej dengan baik, agar dapat diukur dan dievaluasi secara akuntabel dan professional.
b.         Peranan Guru dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam Pengembangan Karakter peserta didik di Sekolah, Guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa digugu dan ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis.
Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :[23]
1).  Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2).  Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3).Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4).Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5). Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6). Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantng kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1.      Pendidikan karakter secara eksplisit sangat dapat diintegrasikan dalam proses pengajaran terutama pada lembaga pendidikan formal, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ), SMP dan SMA/MA/SMK/MAK. Namun pengitegrasian pendidikan karakter sebenarnya sudah harus dilaklukan pada lembaga pendidikan nonformal atau pendidikan lingkungan keluarga.
2.      Pelakasanaan pendidikan karakter tentunya harus diproses pada proses pembelajaran disekolah. Proses tersebut tercemin mulai dari bentuk kurikulum, silabus dan penyusunan RPP serta penilain akhir. Dalam proses pembelajaran tentu peran guru lebih dominan mengatur segala scenario yang haris dilakukan untuk mewujudkan proses pembentukan karakter  anak didik. Guru merupakan Pengajar dan Pendidik yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui interaksi yang dilakukannya di kelas dan luar kelas .Guru hendaknya diberikan hak penuh (hak mutelak) dalam melakukan penilaian (Evaluasi) hasil pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik, guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan pengembangannya. dan Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Orang tua pun juga berperan untuk meningkatkan pendidikan karakter untuk anak-anak mereka secara maksimal.
3.      Pengembangan pendidikan karkter tentunya merupakan hasil kerja sama yang maksimal antara orang tua atau lingkungan keluarga dengan kemampuan maksimal guru atau pihak lembaga pendidikan formal. Oleh karenanya lagi-lagi peran guru dan semua komponen sekolah menjadi barometer keberhasilan pengembangan pendidikan karakter atas generasi masa depan bangsa kita.
B.  Saran Dan Rekomendasi
1.      Jika negara ini ingin generasinya memiliki karakter yang diharapkan maka keteladanan para pemimpin bangsa ini adalah sesuatu yang mutlak, termasuk menyiapkan sejumlah kebijakan yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan seperti menyiapkan kurikulum pendidikan yang lebih baik lagi.
2.      Guru adalah pribadi yang harus ditiru dan digugu,oleh karenya guru harus menunjukkan karakter yang baik jika siswanya ingin berkarakter yang diharapkannya. Oleh karenanya profesionalitas adalah harga mati bagi guru dan tidak bisa ditawar dalam  mengemban tugas mulianya.
3.      Lembaga pendidikan formal adalah wadah yang pas untuk mengembangkan karakter generasi, oleh karenanya sekolah sebagai wadah itu harus mampu menyiapkan sejulah scenario termasuk pengembangan kurikulum dan inovasi model pembelajaran yang efektif, serta kesiapan manajemen pendidikan dan kemampuan para pemimpin sekolah dalam mengelola lembaga nonprofit itu. 
4.      Makalah ini tentu masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan masukan yang kontruktif sangat dinanti oleh penulis.

DAFTAR BACAAN

Akbar, Ali Ibrahim, Pendidikan Karakter Dalam Prespektif Modern.( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
Andrianto, Tuhana Taufiq. Mengembangkan Karakter Sukses Anak Di Era Cyber Jogjakarta : AR Ruzz Media, 2011.
Ahmad Tafsir, Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan siswa melalui mata Pelajaran Umum, Gema PWKGA Edisi April, 2001.
Direktorat PSMP.Grand Design Pendidikan Karakter. Dirjen ManajemenPendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta :  Depdiknas, 2010.
Direktorat PSMP. Pembinaan Pendidikan Karakter  Di Sekolah Meneng Pertama. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar danMenengah, Jakarta;  Depdiknas, 2010.
Direktorat PSMP. Pengembangan Bahan Ajar. Dirjen Manajemen Pendidikan  Dasar dan Menengah, Jakarta : Depdiknas, 2010.
Eko Harianto, S.Sos.I. dalam http://suara-muhammadiyah.com/2015/?p=1039. Diunduh, pada tanggal 14 September 2016 e-Library
Farida, Meutia. (tanpa tahun.) Kebudayaan Nasional Indonesia:Penataan Pola Pikir. Dalam Google.com. Diunduh, pada tanggal 14 September 2016
Hidayatullah, M. Furqon. Pendidikan Karakter Membangun Peradapan Bangsa.Surakarta : Yuma Pustaka, 2010.
Kesuma, Dharma. Dkk. Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Muslich, Mansur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.Jakarta ; PT. Bumi Aksara, 2011.
Martianto, Hastuti.  Pendidikan karakter: Paradigma baru dalam pembentukan manusia berkualitas. Bogor: IPB, 2002
Nasution, Muslimin. Pendidikan Kurikulum berbasis Budaya lokal. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2008
Permendiknas No 39 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kesiswaan
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
Renstra Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010 – 2014
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PP No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Sabda, Syaifuddin. Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtak.. CiputatQuantum Teaching.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Sofyatiningrum.. Kurikulum Berciri Keagamaan. (Makalah). Dalam Prosiding Pertemuan Dan Presentase Ilmiah Hasil penelitian Bidang Pendidikan. Jakarta: Balitbang Depdiknas. 2009
Sukandi, Ujang. Belajar Aktif. Jakarta: Pusat Kurikulum.2010
UUD 1945 (amandemen) Pasal 31 ayat (3)
UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UT.http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=284. Diunduh , pada tanggal 14 September  2016
Widy.2009 “Kondisi Sosial Masyarakat Saat Ini” dalamhttp://w1dy.ngeblogs.com/2015/12/09/tugas-ibdkondisi-sosial-masyarakat-pada-saat-ini/. Diunduh, pada tanggal 14 September 2016
Yoga Hanggara “Kurikulum dan Metoda pembelajaran di Indonesia” dalamhttp://yohang.web.id/kurikulum-dan-metode-pembelajaran-pendidikan-di-indonesia.html. Diunduh  pada tanggal 14 September 2016.
Yusuf, Jamil. Reorientasi Pengembangan Profesionalitas Guru di Pidie Jaya. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar