Teori Belajar Bermakna David
Ausubel (1918-2008)
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak
menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian
tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang
bermakna bagi siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur
kognitif. Struktur kognitif merupakan
struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan
unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual.
Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada
konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan
konsepsi ini adalah Ausubel. Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam
ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis.
Ini berarti bahwa pengetahuan yang
lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan
konkrit. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh
lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru
yang lebih rinci.
Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran
dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih bermakna
bagi siswa. Advance organizers yang juga
dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur
kognitif di dalam merancang pembelajaran.
Penggunaan advance organizers sebagai
kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari
informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan
konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi
yang telah ada dalam struktur kognitif siswa.
Jika ditata dengan baik, advance organizers akan
memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya
dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan
oleh Ausubel tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu
model yang lebih eksplisit yang disebut dengan skemata.
Sebagai struktur
organisasional, skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur
pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan
pengetahuan baru.
Atau dapat dikatakan bahwa skemata memiliki funsi ganda,
yaitu:
1. Sebagai skema
yang menggambarkan atau
merepresentasikan organisasi
pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat
digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2. Sebagai kerangka atau tempat
untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.
Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa
skemata berfungsi untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih
rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang.
Inilah proses belajar
yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang
tersusun secara hirarkis. Struktur kognitif yang dimiliki individu menjadi
faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru.
Dengan kata lain, skemata yang telah dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama
terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh orang tersebut.
Oleh
sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi
pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan
pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan
menyajikan informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke
informasi informasi yang hkusus dan spesifik.
Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan
sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa
skemata dapat dimodifikasi oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga
menghasilkan makna baru. Anderson (1980) dan Tennyson (1989) mengatakan bahwa
pengetahuan yang telah dimiliki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar
pengetahuan bagi masing-masing individu.
Semakin besar jumlah dasar pengetahuan
yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih.
Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar
pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan
kembali pada saat diperlukan.
@MENZOUR_ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar