KB 3 : KODE ETIK GURU PAI
A.
Pengertian
dan Tujuan Kode Etik Profesi
Menurut
Hornby sebagaimana yang dijelaskan Udin Saefuddin Said (Udin, 2009) kode etik
secara leksikal didefinisikan sebagai berikut ” code as collection of laws
arranged in a system; or system of rules and principles that has been accepted
by society or a class or group of people ”. dan ” ethic as system of moral
principles, rules of conduct”.
Dengan
demikian, kode etik profesi pada hakikatnya merupakan suatu sistem peraturan
atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima oleh kelompok
orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu.
Adapun
tujuan dari adanya kode etik adalah untuk menjamin agar tugas pekerjaan
keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak
terlindungi sebagaimana layaknya. Pihak penerima layanan keprofesian diharapkan
dapat terjamin haknya untuk memperoleh jasa layanan yang berkualitas sesuai
dengan kewajibannya untuk memberikan imbalannya. Dan pihan pengembang tugas
pelayanan keprofesian juga diharapkan terjamin martabat, wibawa dan
kredibilitas pribadi dan keprofesiannya atas imbalan yang layak sesuai dengnan
kewajiban jasanya.
B.
Kode
Etik Profesi Keguruan
Kode
etik profesi merupakan tatanan menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan
aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh
setiap orang yang menjalankan profesi tersebut. Meskipun kode etik itu
dijadikan sebagai pedoman atau standar pelaksanaan kegiatan profesi, tetapi
kode etik ini masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain:
1. Beberapa
isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik,
2. Ada
beberapa kesulitan dalam menerapkan kode etik,
3. Kadang-kadang
timbul konflik dalam lingkup kode etik,
4. Ada
beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat tergarap oleh kode etik,
5. Ada
beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau tempat tertentu. Mungkin
tidak cocok dalam waktu atau tempat lain,
6. Kadang-kadang
ada konflik antara kode etik dan ketentuan hukum,
7. Kode
etik sulit untuk menjangkau lintas budaya,
8. Kode
etik sulit untuk menembus berbagai situasi.
Dengan
memperhatikan pengertian dan keterbatasan di atas, pekerjaan keguruan
memerlukan adanya kode etik profesi agar layanan yang diberikan oleh para guru
dapat terlaksana secara profesional dan akuntabel. Kode etik profesi sebagai perangkat standar berperilaku,
dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu.
Dengan demikian, kode etik guru dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang
menjadi landasan bagi perilaku bangsa Indonesia.
Hal
itu berarti seluruh kegiatan profesi keguruan di Indonesia seharusnya bersumber
dari nilai dan moral Pancasila. Nilai-nilai itu kemudian dijabarkan secara
khusus konsep dan kegiatan layanan keguruan dalam berbagai tatanan. Dalam
rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 42 dinyatakan “Setiap
tenaga kependidikan berkewajiban untuk:
a. Menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b. Mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
c. Memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Khusus
mengenai kode etik guru di Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
telah menetapkan kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi
sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
Pengembangan kode etik guru dalam empat tahapan yaitu:
1) Tahap
pembahasan/perumusan (Tahun 1971-1973),
2) Tahap
pengesahan (kongres pgri ke xiii nopember 1973).
3) Tahap
penguraian (kongres pgri xiv, juni 1979),
4) Tahap
penyempurnaan (kongres xvi, juli 1989). Kode etik ini secara terus menerus
dimasyarakatkan kepada masyarakat dan khususnya kepada setiap guru/anggota
PGRI. Rumusan dan isi senantiasa diperbaiki dan disesuaikan dalam setiap
kongres.
Adapun
lingkup isi kode etik guru di Indonesia, pada garis besarnya mencakup dua hal
yaitu preambul sebagai pernyataan prinsip dasar pandangan terhadap posisi,
tugas, dan tanggung jawab guru, dan pernyataan-pernyataan yang berupa rujukan
teknis operasional yang termuat dalam sembilan butir batang tubuhnya.
Kesembilan butir itu memuat hubungan guru atau tugas guru dengan :
a) pembentukan
pribadi peserta didik,
b) kejujuran
profesional,
c) kejujuran
dalam memperoleh dan menyimpan informasi tentang peserta didik,
d) pembinaan
kehidupan sekolah,
e) orang
tua murid dan masyarakat,
f) pengembangan
dan peningkatan kualitas diri,
g) sesama
guru (hubungan kesejawatan),
h) organisasi
profesi, dan
i) pemerintah
dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
C.
Etos
Kerja dan Profesionalisme Guru
Dalam
dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para
guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan
kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan
kinerja yang efektif, efisien, dan produktif. Etika kerja lazimnya dirumuskan
atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber
dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati
bersama itu disebut kode etik.
Berikut
ini slogan yang kiranya patut dijadikan landasan etika kerja para guru PAI
dalam melaksanakan tugas pembelajaran:
1. Menjadi
guru adalah meneruskan perjuangan para Ulama’,
Ulama’ adalah pewaris para nabi.
2. Menjadi
guru adalah Ibadah
3. Menjadi
guru adalah berkah
4. Menjadi
guru adalah pengabdian ilmu
5. Menjadi
guru adalah amanah Dari etika kerja itulah kemudian dirumuskan kode etik yang
akan menjadi rujukan dalam melakukan tugas-tugas profesi.
Secara
umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain seperti
berikut:
a. Untuk
melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
b. Untuk
mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan persengketaan dan para pelaksana,
sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal
pekerjaan.
c. Melindungi
para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan
tindakan.
d. Melindungi
anggota masyarakat dan praktek-praktek yang menyimpang dan ketentuan yang
berlaku.
Sedangkan kata “etos” bersumber dan pengertian yang
sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam
pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas
kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam
berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian, etos kerja lebih merupakan
kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja ke arah
terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan hasil kerja
banyak ditentukan oleh kualitas etos kerja ini.
Selanjutnya,
secara pribadi (personal), etos kerja tercermin dan kualitas diri yang
sedemikian rupa dapat menunjang keefektivan dalam pekerjaan seperti sifat-sifat
mampu mengenal dan memahami diri, penampilan diri, jujur, dan sebagainya.
Secara fisik, etos kerja bersumber dan tercermin dalam kualitas kondisi fisik
yang memadai sesuai dengan tuntutan pekerjaannya. Sementara itu, secara moral,
etos kerja bersumber dan kualitas nilai moral yang ada dalam dirinya. Mereka
yang beretos kerja kuat akan memiliki nilai-nilai moral yang kuat sebagai
kendali dan seluruh perilakunya.
D.
Kode
Etik Guru Indonesia
Guru
Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut
bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut (AD/ART PGRI,
1994) :
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
7. Guru
memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
E.
Ikrar
Guru Indonesia
Selain
kode etik guru Indonesia, PGRI juga menyusun ” Ikrar Guru Indonesia ” (AD/ART
PGRI, 1994) :
1. Kami
Guru Indonesia, adalah insan pendidik Bangsa yang beriman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami
Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia. Pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada UUD 1945.
3. Kami
Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan nasional dalam mencerdaskan
kehidupan Bangsa.
4. Kami
Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan kesatuan Bangsa yang
berwatak kekeluargaan.
5. Kami
Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman
tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap Bangsa, Negara serta
kemanusiaan.
KB
4 : PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
PAI
A.
Model
pengembangan profesionalitas Guru PAI
Pengembangan
profesionalitas guru dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru,
maupun individu guru sendiri. Menurut Danim (Sukaningtyas, 2005) dari
perspektif institusi, pengembangan profesionalitas guru dimaksudkan untuk
merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan
masalah-masalah keorganisasian.
Pengelolaan
pendidikan secara terdesentralisasi akan semakin mendekatkan pendidikan kepada
stakeholders pendidikan di daerah dan karena itu maka guru semakin dituntut
untuk menjabarkan keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap
pendidikan melalui kompetensi yang dimilikinya
Pencanangan implementasi K-13 menunjukkan bahwa kualifikasi
profesionalisme harus benar-benar dimiliki oleh setiap guru apabila
menginginkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagaimana diharapkan.
Lebih khusus lagi,
Sanusi et.al (Sanusi,1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya
profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut
1. Subjek
pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan
perasaan, yang dapat dikembangkan segala potensinya: sementara itu pendidikan
dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia
2. Pendidikan
dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan
menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara
universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik peserta
didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori
pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan
bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi
yang baik untuk berkembang. Oieh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk
mengembang- kan potensi unggul tersebut.
5. Inti
pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi di mana terjadi dialog antara
peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah
yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung
tinggi masyarakat.
6. Sering
terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia
sebagai manusia yang baik, dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk
perubahan atau mencapai sesuatu Menurut
Mohammad Surya dengan merujuk pada pendapat Hermawan Kertajaya mengemukakan
model pengembangan profesionalitas dengan pola “growth with character” yaitu
pengembangan profesionalitas yang berbasis karakter.
Dengan menggunakan
model tersebut, profesionalitas dapat dikembangkan dengan mendinamiskan tiga
pilar utama karakter yaitu: keunggulan
(excellence), kemauan kuat (passion) pada profesionalisme, dan etika (ethical).
a. Excellence
(keunggulan), yang mempunyai makna bahwa GPAI harus memiliki keunggulan
tertentu dalam bidang dan dunianya,
dengan cara :
1) Commitment
atau purpose, yaitu memiliki komitmen untuk senantiasa berada dalam koridor
tujuan dalam melaksanakan kegiatannya demi mencapai keunggulan;
2) Opening
your gift atau ability, yaitu memiliki kecakapan dalam menemukan potensi
dirinya;
3) Being
the first and the best you can be atau motivation; yaitu memiliki motivasi yang
kuat untuk menjadi yang pertama dan terbaik dalam bidangnya; dan
4) Continuous
improvement; yaitu senantiasa melakukan perbaikan secara terus menerus.
b. Passion
forProfesionalisme, yaitu kemauan kuat GPAI yang secara intrinsik menjiwai
keseluruhan pola-pola profesionalitas. yaitu:
1)
Passion for knowledge; yaitu semangat
untuk senantiasa menambah pengetahuan baik melalui cara formal ataupun
informal;
2)
Passion for business; yaitu semangat untuk
melakukan secara sempurna dalam melaksanakan usaha, tugas dan misinya;
3)
Passion for service; yaitu semangat untuk
memberikan pelayanan yang terbaik terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya;
dan
4)
Passion for people; yaitu semangat untuk
mewujudkan pengabdian kepada orang lain atas dasar kemanusiaan.
c. Ethical
atau etika yang terwujud dalam watak yang sekaligus sebagai fondasi utama bagi
terwujudnya profesionalitas paripurna. Dalam pilar ketiga ini, sekurangkurangnya ada enam karakter yang
esensial yaitu:
1) Trustworthiness,
yaitu kejujuran atau dipercaya dalam keseluruhan kepribadian dan
perilakunya;
2) Responsibility
yaitu tanggung jawab terhadap dirinya, tugas profesinya, keluarga, lembaga,
bangsa, dan allah swt;
3) Respect;
yaitu sikap untuk menghormati siapapun yang terkait langsung atau tidak
langsung dalam profesi;
4) Fairness;
yaitu melaksanakan tugas secara konsekuen sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku;
5) Care;
yaitu penuh kepedulian terhadap berbagai hal yang terkait dengan tugas profesi;
dan
6) Citizenship;
menjadi warga negara yang memahami seluruh hak dan kewajibannya serta
mewujudkannya dalam perilaku profesinya.
B.
Strategi
Pengembangan Profesionalitas Guru PAI
1.
In-house training (IHT), yaitu pelatihan
yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat
lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
2.
Program magang. Program magang adalah
pelatihan yang dilaksanakan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam
rangka meningkatkan kompetensi profesional guru.
3.
Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui
kemitraan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan yang
kurang baik, antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, dan sebagainya.
4.
Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui
belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta
pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui
internet dan sejenisnya.
5.
Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus.
Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi
wewenang, di mana program disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar,
menengah, lanjut dan tinggi.
6.
Kursus singkat di perguruan tinggi atau
lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih
meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
7.
Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan
internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki
kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian
tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
8.
Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru
melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi peningkatan
kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut
ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di
luar negeri bagi guru yang berprestasi.
9.
Diskusi masalah-masalah pendidikan.
Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan
masalah yang di alami di sekolah.
10. Seminar,
Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah
juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan bagi peingkatan keprofesian
guru.
11. Workshop.
Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran,
peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya.
12. Penelitian.
Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,
penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran.
13. Penulisan
buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku
pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
14. Pembuatan
media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk alat
peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik atau animasi
pembelajaran.
15. Pembuatan
karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa
karya yang bermanfaat untuk masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya
seni yang memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
C.
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru di Kemenag RI
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru diperuntukkan (pasal 4), yakni:
1. Guru
PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Kementerian
Agama;
2. Guru
Pendidikan Agama PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah;
3. Guru
PNS Kementerian Agama yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat;
4. Guru
bukan PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Kementerian Agama;
5. Guru
bukan PNS yang bertugas di satuan pendidikan dalam binaan Kementerian Agama
yang diselenggarakan oleh masyarakat; dan
6. Guru
Pendidikan Agama bukan PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru sesuai dengan pasal 5 dilaksanakan dengan
prinsip: komprehensif, mandiri, terukur, terjangkau, multipendekatan dan inklusif. Penjelasan keenam prinsip tersebut
adalah :
a. Komprehensif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bermakna pengembangan kompetensi
guru dilaksanakan secara utuh meliputi kompetensi pedagogi, kepribadian,
sosial, dan profesional.
b. Mandiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, bermakna pengembangan kompetensi
guru dapat menumbuhkan kesadaran dan inisiatif bagi guru.
c. Terukur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bermakna pengembangan kompetensi
guru dapat dipantau dan dievaluasi serta berdampak langsung pada prestasi
peserta didik.
d. Terjangkau
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d bermakna pengembangan kompetensi
guru dapat dilaksanakan dengan mudah oleh guru tanpa meninggalkan tugas di
satuan pendidikan.
e. Multipendekatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bermakna pengembangan kompetensi
guru dilakukan dengan beragam metode untuk mengakomodir semua kondisi
guru.
f.
Inklusif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f bermakna pengembangan kompetensi guru dapat diikuti oleh semua guru
tanpa memandang keterbatasan fisik dan perbedaan sosial ekonomi, jenis kelamin,
suku dan golongan.
Komponen
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru terdiri atas (pasal 6), yakni :
1) Pengembangan
diri yang meliputi pendidikan dan pelatihan fungsional dan kegiatan
pengembangan diri lainnya yang dilakukan sendiri oleh guru atau forum kerja
guru.
2) Publikasi
ilmiah yang meliputi presentasi pada forum ilmiah dan publikasi pada penerbitan
ilmiah.
3) Karya
inovatif yang meliputi:
a)
penyusunan standar, pedoman pembelajaran,
dan instrumen penilaian;
b)
pembuatan media dan sumber belajar;
dan
c)
pengembangan atau penemuan teknologi tepat
guna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar