PENGEMBANGAN
PROFESIONALISME GURU PAI
A.
Model pengembangan profesionalitas Guru PAI
Pengembangan profesionalitas guru dilakukan berdasarkan
kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun individu guru sendiri. Menurut Danim
(Sukaningtyas, 2005) dari perspektif institusi, pengembangan profesionalitas
guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf
dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian.
Selanjutnya dikatakan juga bahwa pengembangan guru
berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting, namun hal yang lebih penting
adalah berdasarkan kebutuhan individu guru untuk menjalani proses
profesionalisasi. Karena substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu
berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu, guru dituntut untuk selalu meningkatkan
kompetensinya.
Profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani
masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan itu, jelas kiranya bahwa
profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya
dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan
kepada masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka
profesionalisasi guru (pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi
apabila kita melihat kondisi obyektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal
yang ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu (1) perkembangan Iptek, (2)
persaingan global bagi lulusan pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4)
implementasi kurikulum 2013.
Perkembangan IPTEK yang cepat, menuntut setiap guru
dihadapkan pada penguasaan hal-hal baru berkaitan dengan materi pembelajaran
atau pendukung pelaksanaan pembelajaran seperti penggunaan internet untuk
pembelajaran, program multimedia, dan lain sebagainya.
Diberlakukannya pasar bebas melalui AFTA mengindikasikan
bahwa setiap lulusan pendidikan di Indonesia akanbersaing dengan lulusan dari
sekolah-sekolah yang berada di Asia. Kondisi ini semakin memaksa guru untuk
segera dan dengan cepat memiliki kualifikasi dan meningkatkannya untuk nantinya
bisa menghasilkan lulusan yang kompeten
Kebijakan otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar
terhadap berbagai sektor pemerintahan, termasuk dalam pendidikan.
Pengelolaan pendidikan secara terdesentralisasi akan
semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan
karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan keinginan dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui kompetensi yang
dimilikinya Pencanangan implementasi
K-13 menunjukkan bahwa kualifikasi profesionalisme harus benar-benar dimiliki
oleh setiap guru apabila menginginkan lulusan yang memiliki kompetensi
sebagaimana diharapkan.
Lebih khusus lagi, Sanusi et.al (Sanusi,1991) mengajukan
enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni
sebagai berikut
1.
Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan,
pengetahuan, emosi, dan perasaan, yang dapat dikembangkan segala potensinya:
sementara itu pendidikan dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai
martabat manusia
2.
Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara
sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh
norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal,
yang merupakan acuan para pendidik peserta didik, dan pengelola
pendidikan.
3.
Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam
menjawab permasalahan pendidikan.
4.
Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia,
yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oieh sebab itu,
pendidikan adalah usaha untuk mengembang- kan potensi unggul tersebut.
5.
Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi di
mana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan
peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan
nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.
Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan,
yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik, dengan misi instrumental
yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu Menurut Mohammad Surya dengan merujuk pada
pendapat Hermawan Kertajaya mengemukakan model pengembangan profesionalitas
dengan pola “growth with character”(Surya, 2010)
yaitu pengembangan profesionalitas yang berbasis karakter.
Dengan menggunakan model tersebut, profesionalitas dapat
dikembangkan dengan mendinamiskan tiga pilar utama karakter yaitu: keunggulan (excellence), kemauan kuat
(passion) pada profesionalisme, dan etika (ethical).
a.
Excellence (keunggulan), yang mempunyai makna bahwa GPAI
harus memiliki keunggulan tertentu dalam
bidang dan dunianya, dengan cara :
1)
commitment atau purpose, yaitu memiliki komitmen untuk
senantiasa berada dalam koridor tujuan dalam melaksanakan kegiatannya demi
mencapai keunggulan;
2)
opening your gift atau ability, yaitu memiliki kecakapan
dalam menemukan potensi dirinya;
3)
being the first and the best you can be atau motivation;
yaitu memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi yang pertama dan terbaik dalam
bidangnya; dan
4)
continuous improvement; yaitu senantiasa melakukan
perbaikan secara terus menerus.
b.
Passion forProfesionalisme, yaitu kemauan kuat GPAI yang
secara intrinsik menjiwai keseluruhan pola-pola profesionalitas. yaitu:
1)
passion for knowledge; yaitu semangat untuk senantiasa
menambah pengetahuan baik melalui cara formal ataupun informal;
2)
passion for business; yaitu semangat untuk melakukan
secara sempurna dalam melaksanakan usaha, tugas dan misinya;
3)
passion for service; yaitu semangat untuk memberikan
pelayanan yang terbaik terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya; dan
4)
passion for people; yaitu semangat untuk mewujudkan
pengabdian kepada orang lain atas dasar kemanusiaan.
c.
Ethical atau etika yang terwujud dalam watak yang
sekaligus sebagai fondasi utama bagi terwujudnya profesionalitas paripurna.
Dalam pilar ketiga ini,
sekurangkurangnya ada enam karakter yang esensial yaitu:
1)
trustworthiness, yaitu kejujuran atau dipercaya dalam
keseluruhan kepribadian dan perilakunya;
2)
responsibility yaitu tanggung jawab terhadap dirinya,
tugas profesinya, keluarga, lembaga, bangsa, dan Allah Swt;
3)
respect; yaitu sikap untuk menghormati siapapun yang
terkait langsung atau tidak langsung dalam profesi;
4)
fairness; yaitu melaksanakan tugas secara konsekuen
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
5)
care; yaitu penuh kepedulian terhadap berbagai hal yang terkait
dengan tugas profesi; dan
6)
citizenship; menjadi warga negara yang memahami seluruh
hak dan kewajibannya serta mewujudkannya dalam perilaku profesinya.
B.
Strategi Pengembangan Profesionalitas Guru PAI
1.
In-house training (IHT), yaitu pelatihan yang
dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain
yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.
2.
Program magang. Program magang adalah pelatihan yang
dilaksanakan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam rangka
meningkatkan kompetensi profesional guru.
3.
Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah
dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan yang kurang baik, antara
sekolah negeri dengan sekolah swasta, dan sebagainya.
4.
Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh
dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam
satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan
sejenisnya.
5.
Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan
jenis ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang, di
mana program disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah,
lanjut dan tinggi.
6.
Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga
pendidikan lainnya. Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan
kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemampuan melakukan penelitian
tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
7.
Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini
dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan
membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas
internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
8.
Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui
pendidikan lanjut juga merupakan alternatif bagi peningkatan kualifikasi dan
kompetensi guru. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat
dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar
negeri bagi guru yang berprestasi.
9.
Diskusi masalah-masalah pendidikan. Diskusi ini
diselenggarakan secara berkala dengan topik diskusi sesuai dengan masalah yang
di alami di sekolah.
10.
Seminar, Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar
dan pembinaan publikasi ilmiah juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan
bagi peingkatan keprofesian guru.
11.
Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan
karirnya. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP,
analisis kurikulum, pengembangan silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
12.
Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk
penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam
rangka peningkatan mutu pembelajaran.
13.
Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru
dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
14.
Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang
dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan
ajar elektronik atau animasi pembelajaran.
15.
Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya
teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa karya yang bermanfaat untuk
masyarakat atau kegiatan pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai
estetika yang diakui oleh masyarakat. Untuk meningkatkan profesionalitas guru
PAI di sekolah, perlu dirumuskan sebuah instrumen yang jelas dan akurat yang
dapat merekam dan menggambarkan indeks kinerja guru PAI selama melaksanakan
tugasnya sebagai guru. Berdasarkan item-item yang ada dalam standar kompetensi
guru PAI yang telah dikemukakan di atas dan pilar-pilar peningkatan
profesionalitas guru pada modul 3, dapat disusun sebuah instrumen indek kinerja
guru PAI.
C.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru di Kemenag RI
Berdasarkan PMA No. 38 Tahun 2018 tentang Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Guru yang diinisiasi direktorat GTK Ditjen Pendis
Kemenag RI merupakan PMA yang melahirkan konsep pengembangan profesianalisme
gur berbasis KKG/MGMP. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru yang
selanjutnya disebut PKB Guru adalah pengembangan kompetensi bagi guru yang
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, dan berkelanjutan. PKB Guru
bertujuanuntuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional
guru dalam mengemban tugas sebagai pendidik.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru diperuntukkan
(pasal 4) :
1.
Guru PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama;
2.
Guru Pendidikan Agama PNS yang bertugas di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah;
3.
Guru PNS Kementerian Agama yang bertugas di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
4.
Guru bukan PNS yang bertugas di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama;
5.
Guru bukan PNS yang bertugas di satuan pendidikan dalam
binaan Kementerian Agama yang diselenggarakan oleh masyarakat; dan
6.
Guru Pendidikan Agama bukan PNS yang bertugas di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru sesuai dengan
pasal 5 dilaksanakan dengan prinsip: komprehensif, mandiri, terukur,
terjangkau, multipendekatan dan
inklusif. Penjelasan keenam prinsip tersebut adalah :
a.
Komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
bermakna pengembangan kompetensi guru dilaksanakan secara utuh meliputi
kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesional.
b.
Mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
bermakna pengembangan kompetensi guru dapat menumbuhkan kesadaran dan inisiatif
bagi guru.
c.
Terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
bermakna pengembangan kompetensi guru dapat dipantau dan dievaluasi serta
berdampak langsung pada prestasi peserta didik.
d.
Terjangkau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
bermakna pengembangan kompetensi guru dapat dilaksanakan dengan mudah oleh guru
tanpa meninggalkan tugas di satuan pendidikan.
e.
Multipendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e bermakna pengembangan kompetensi guru dilakukan dengan beragam metode untuk
mengakomodir semua kondisi guru.
f.
Inklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
bermakna pengembangan kompetensi guru dapat diikuti oleh semua guru tanpa
memandang keterbatasan fisik dan perbedaan sosial ekonomi, jenis kelamin, suku
dan golongan.
Komponen Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru
terdiri atas (pasal 6) :
1)
Pengembangan diri yang meliputi pendidikan dan pelatihan
fungsional dan kegiatan pengembangan diri lainnya yang dilakukan sendiri oleh guru
atau forum kerja guru.
2)
Publikasi ilmiah yang meliputi presentasi pada forum
ilmiah dan publikasi pada penerbitan ilmiah.
3)
Karya inovatif yang meliputi: a
a)
penyusunan standar, pedoman pembelajaran, dan instrumen
penilaian;
b)
pembuatan media dan sumber belajar; dan
c)
pengembangan atau penemuan teknologi tepat guna.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru
diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi, dan pelaporan. Perencanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan
meliputi :
(1)
persyaratan peserta;
(2)
asesmen guru;
(3)
analisis kebutuhan pengembangan profesi;
(4)
rencana pengembangan profesi; dan
(5)
pengembangan bahan dan pedoman Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Guru
Pelaksanaan PKB dapat dilakukan oleh Pemerintah,
penyelenggara pendidikan, asosiasi atau organisasi profesi dan lembaga atau
organisasi terkait dengan ketentuan :
(a)
mengacu pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Guru yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
(b)
melakukan penilaian terhadap kemajuan dan hasil belajar
peserta, selama dan di akhir program;
(c)
menerbitkan sertifikat pelatihan dan/atau sertifikat
kompetensi; dan
(d)
membangun komunitas belajar di lingkungannya untuk meningkatkan
kompetensi guru.
Kementerian, Kantor Wilayah, dan Kantor Kementerian Agama melakukan
pemantauan dan evaluasi program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan
terhadap aspek kemajuan dan capaian pelaksanaan. Dan semua kegiatan
pengembanganh keprofesian berkelanjutan guru harus dilaporkan kepada
Kementerian Agama di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Biaya
pelaksanaan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru dapat bersumber
dari anggaran pendapat dan belanja negara, anggaran pendapat dan belanja
daerah, dan sumber lain yang tidak mengikat, yang meliputi : (1) biaya mandiri;
(b) hibah; dan (3) corporate social responsibility.
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar