KODE ETIK GURU PAI
A.
Pengertian dan Tujuan Kode Etik Profesi
Menurut Hornby sebagaimana yang dijelaskan UdinSaefuddin
Said (Udin, 2009) kode etik secara leksikal didefinisikan sebagai berikut ”
code as collection of laws arranged in a system; or system of rules and
principles that has been accepted by society or a class or group of people ”.
dan ” ethic as system of moral principles, rules of conduct”. Dengan demikian,
kode etik profesi pada hakikatnya merupakan suatu sistem peraturan atau
perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima oleh kelompok
orang-orang yang tergabung dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu.
Adanya penerimaan atas suatu kode etik itu mengandung
makna selain adanya pengakuan dan pemahaman atas ketentuan dan prinsip-prinsip
yang terkandung di dalamnya, juga adanya suatu ikatan komitmen dan pernyataan
untuk mematuhinya dan kesiapan atas kemungkinan adanya kosekuensi jika terjadi
kelalaian terhadapnya.
Adapun tujuan dari adanya kode etik adalah untuk menjamin
agar tugas pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan
kepentingan semua pihak terlindungi sebagaimana layaknya. Pihak penerima
layanan keprofesian diharapkan dapat terjamin haknya untuk memperoleh jasa
layanan yang berkualitas sesuai dengan kewajibannya untuk memberikan
imbalannya. Dan pihan pengembang tugas pelayanan keprofesian juga diharapkan
terjamin masrtabat, wibawa dan kredibilitas pribadi dan keprofesiannya atas
imbalan yang layak sesuai dengnan kewajiban jasanya.
B.
Kode Etik Profesi Keguruan
Keguruan merupakan suatu jabatan profesional karena
pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus
serta rasa tanggung jawab tertentu dan para pelaksananya. Suatu profesi
merupakan posisi yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar
pengetahuan dan ketrampilan dan sikap khusus tertentu dan mendapat pengakuan
dan masyarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut dipenuhinya
standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus, dan dilandasi oleh bidang
keilmuan tertentu yang secara terus-menerus dikembangkan melalui penelitian,
serta pengalaman kerja dalam bidang tersebut.
Selanjutnya keanggotaan profesi menuntut keikutsertaan
secara aktif dalam ikatan profesi dan usahausaha pengembangan profesi melalui
penelitian dan pelayanan. Pekerjaan keguruan tidak dapat lepas dari nilai-nilai
yang berlaku. Atas dasar nilai yang
dianut oleh guru, peserta didik (siswa), dan masyarakat,maka kegiatan layanan
pendidikan yang diberikan oleh guru dapat berlangsung dengan arah yang jelas
dan atas keputusan-keputusan yang berlandaskan nilai-nilai. Para guru
seyogyanya berpikir dan bertindak atas dasar nilai-nilai, pribadi dan
profesional, dan prosedur yang legal.
Dalam hubungan inilah guru seharusnya memahami
dasar-dasar kode etik guru sebagai landasan moral dalam melaksanakan tugasnya.
Kode etik profesi merupakan tatanan menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan
aktivitas suatu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh
setiap orang yang menjalankan profesi tersebut. Meskipun kode etik itu
dijadikan sebagai pedoman atau standar pelaksanaan kegiatan profesi, tetapi
kode etik ini masih memiliki beberapa keterbatasan antara lain:
1.
Beberapa isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik,
2.
Ada beberapa kesulitan dalam menerapkan kode etik,
3.
Kadang-kadang timbul konflik dalam lingkup kode etik,
4.
Ada beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat
tergarap oleh kode etik,
5.
Ada beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau
tempat tertentu. Mungkin tidak cocok dalam waktu atau tempat lain,
6.
Kadang-kadang ada konflik antara kode etik dan ketentuan
hukum,
7.
Kode etik sulit untuk menjangkau lintas budaya,
8.
Kode etik sulit untuk menembus berbagai situasi.
Dengan memperhatikan pengertian dan keterbatasan di atas,
pekerjaan keguruan memerlukan adanya kode etik profesi agar layanan yang
diberikan oleh para guru dapat terlaksana secara profesional dan
akuntabel. Kode etik profesi sebagai perangkat
standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral
dalam profesi itu. Dengan demikian, kode etik guru dikembangkan atas dasar
nilai dan moral yang menjadi landasan bagi perilaku bangsa Indonesia.
Hal itu berarti seluruh kegiatan profesi keguruan di
Indonesia seharusnya bersumber dari nilai dan moral Pancasila. Nilai-nilai itu
kemudian dijabarkan secara khusus konsep dan kegiatan layanan keguruan dalam
berbagai tatanan. Dalam rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 42 dinyatakan “Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk:
a.
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.
Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan
mutu pendidikan, dan
c.
Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Di samping itu, Rekomendasi UNESCO/ILO tanggal 5 Oktober
1988 tentang “Status Guru” menegaskan status guru sebagai tenaga profesional yang
harus mewujudkan kinerjanya di atas landasan etika profesional serta mendapat
perlindungan profesional. Mengingat kode etik itu merupakan suatu kesepakatan
bersama dan para anggota suatu profesi, maka kode etik ini ditetapkan oleh
organisasi yang mendapat pensetujuan dan kesepakatan dan para anggotanya.
Khusus mengenai kode etik guru di Indonesia, Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) telah menetapkan kode etik guru sebagai salah
satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PGRI. Pengembangan kode etik guru dalam empat tahapan yaitu:
1)
Tahap pembahasan/perumusan (lahun 1971-1973),
2)
Tahap pengesahan (kongres pgri ke xiii nopember 1973).
3)
Tahap penguraian (kongres pgri xiv, juni 1979),
4)
Tahap penyempurnaan (kongres xvi, juli 1989). Kode etik
ini secara terus menerus dimasyarakatkan kepada masyarakat dan khususnya kepada
setiap guru/anggota PGRI. Rumusan dan isi senantiasa diperbaiki dan disesuaikan
dalam setiap kongres.
Adapun lingkup isi kode etik guru di Indonesia, pada
garis besarnya mencakup dua hal yaitu preambul sebagai pernyataan prinsip dasar
pandangan terhadap posisi, tugas, dan tanggung jawab guru, dan
pernyataan-pernyataan yang berupa rujukan teknis operasional yang termuat dalam
sembilan butir batang tubuhnya. Kesembilan butir itu memuat hubungan guru atau
tugas guru dengan :
a)
pembentukan pribadi peserta didik,
b)
kejujuran profesional,
c)
kejujuran dalam memperoleh dan menyimpan informasi
tentang peserta didik,
d)
pembinaan kehidupan sekolah,
e)
orang tua murid dan masyarakat,
f)
pengembangan dan peningkatan kualitas diri,
g)
sesama guru (hubungan kesejawatan),
h)
organisasi profesi, dan
i)
pemerintah dan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
C.
Etos Kerja dan Profesionalisme Guru
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat
kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal berbagai
terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesl, terampil tidak
terampil, dan quasi profesi. Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi
sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan
pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek
yaitu:
1.
Ilmu pengetahuan tertentu
2.
Aplikasi kemampuan/kecakapan, dan
3.
Berkaitan dengan kepentingan umum Sebagai acuan pilihan perilaku, etika
bersumber pada norma-norma moral yang berlaku.
Sumber yang paling mendasar adalah agama sebagai sumber
keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup. Dalam dunia pekerjaan, etika sangat
diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan
lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat
diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif,
efisien, dan produktif. Etika kerja lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para
pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber dasar nilai dan moral
tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati bersama itu disebut kode
etik.
Agama sebagai sumber norma dan etika kerja telah banyak
dicontohkan oleh para nabi dan ulama’
terdahulu sehingga mampu memberikan energi dan spirit dalam melakukan pekerjaan secara profesional.
Berikut ini slogan yang kiranya patut dijadikan landasan etika kerja para guru
PAI dalam melaksanakan tugas pembelajaran:
a.
Menjadi guru adalah meneruskan perjuangan para
Ulama’, Ulama’ adalah pewaris para
nabi.
b.
Menjadi guru adalah Ibadah
c.
Menjadi guru adalah berkah
d.
Menjadi guru adalah pengabdian ilmu
e.
Menjadi guru adalah amanah Dari etika kerja itulah
kemudian dirumuskan kode etik yang akan menjadi rujukan dalam melakukan
tugas-tugas profesi.
Dengan kode etik itu pula, perilaku etika para pekerja
akan dikontrol, dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan. Semua anggota harus
menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dan semua kode etik yang telah
disepakati bersama. Dengan demikian, akan tercipta suasana yang harmonis dan
semua anggota akan merasakan adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan
tugastugasnya. Untuk berbagai pekerjaan yang
tergolong profesional, biasanya telah dibuat kode etik profesi yang ditetapkan
oleh masing-masing organisasinya. Pada hakikatnya, semua pekerja dan suatu
lingkungan pekerjaan sejenis memerlukan adanya perangkat kode etik yang
dirumuskan dan disepakati oleh semua anggotanya.
Secara umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa
alasan, antara lain seperti berikut:
1)
Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan
kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan dan
persengketaan dan para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan
stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
3)
Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam
hal adanya kasus-kasus penyimpangan tindakan.
4)
Melindungi anggota masyarakat dan praktek-praktek yang
menyimpang dan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan kata
“etos” bersumber dan pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber
nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Etos kerja
lebih merujuk kepada kualitas kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui
unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian,
etos kerja lebih merupakan kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku
pekerja ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Kualitas unjuk kerja dan
hasil kerja banyak ditentukan oleh kualitas etos kerja ini.
Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung
beberapa unsur antara lain: disiplin kerja, sikap terhadap pekerjaan,
kebiasaan-kebiasaan bekerja. Dengan disiplin kerja, seorang pekerja akan selalu
bekerja dalam pola-pola yang konsisten untuk melakukan dengan baik sesuai
dengan tuntutan dan kesanggupannya. Disiplin yang dimaksud yaitu bukan disiplin
yang mati dan pasif, tetapi disiplin yang hidup dan aktif yang didasari oleh
penuh pemahaman, pengertian, dan keikhlasan.
Sikap terhadap pekerjaan merupakan landasan yang
paling berperan, karena sikap mendasari
arah dan intensitas unjuk kerja. Perwujudan unjuk kerja yang baik, didasari
oleh sikap dasar yang positif dan wajar terhadap pekerjaannya. Mencintai
pekerjaan sendiri adalah salah satu contoh sikap terhadap pekerjaan. Demikian
pula keinginan untuk senantiasa mengembangkan kualitas pekerjaan dan unjuk kerja
merupakan refleksi sikap terhadap pekerjaan. Orientasi kerja juga termasuk ke
dalam unsur sikap ini, seperti orientasi terhadap hasil tambah, orientasi
terhadap pengembangan diri, orientasi pengabdian pada masyarakat. Kebiasaan
kerja, merupakan pola-pola perilaku kerja yang ditunjukkan oleh pekerja secara
konsisten.
Beberapa unsur kebiasaan kerja antara lain: kebiasan
mengatur waktu, kebiasaan pengembangan diri, disiplin kerja, kebiasaan hubungan
antarmanusia, kebiasaan bekerja keras, dan sebagainya. Dengan demikian, etos
kerja merupakan tuntutan internal untuk berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk
kerja yang baik dan produktif. Dengan etos kerja yang baik dan kuat, sangat
diharapkan seorang pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif
dan produktif dalam kondisi pribadi sehat dan berkembang.
Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada kompetensi
aspek kepribadian yang mencakup aspek religi, intelektual pribadi, fisik,
moral, dan sebagainya. Hal itu dapat berarti bahwa merek dipandang memiliki
etos kerja yang tinggi dan kuat akan memiliki keunggulan dalam
kompetensi-kompetensi tersebut. Dalam aspek religi, etos kerja bersumber pada
kualitas ketaqwaan seseorang yang diwujudkan dalam keseluruhan perilakunya.
Dalam hubungan ini, kerja ditandai, antara lain dengan kualitas iman, ihsan,
ikhlas, dan istiqomah.
Secara intelektual, etos kerja berpangkal pada kualitas
kompetensi penalaran yang dimilikinya yaitu perangkat pengetahuan yang
diperlukan untuk menunjang unjuk kerja dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
pekerjaannya. Dalam aspek sosial, etos kerja ditunjukkan dengan kualitas
kompetensi sosial yaitu kemampuan melakukan hubungan sosial secara efektif,
seperti dalam sifat-sifat luwes, komunikatif, senang bergaul, banyak hubungan,
dan sebagainya.
Selanjutnya, secara pribadi (personal), etos kerja
tercermin dan kualitas diri yang sedemikian rupa dapat menunjang keefektivan
dalam pekerjaan seperti sifat-sifat mampu mengenal dan memahami diri,
penampilan diri, jujur, dan sebagainya. Secara fisik, etos kerja bersumber dan
tercermin dalam kualitas kondisi fisik yang memadai sesuai dengan tuntutan
pekerjaannya. Sementara itu, secara moral, etos kerja bersumber dan kualitas
nilai moral yang ada dalam dirinya. Mereka yang beretos kerja kuat akan memiliki
nilai-nilai moral yang kuat sebagai kendali dan seluruh perilakunya.
Loyalitas kerja merupakan kondisi internal dalam bentuk
komitmen dan pekerja terhapap berbagai aspek yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Loyalitas kerja merupakan landasan dan haluan berperilaku kerja
dalam bentuk kesediaan untuk mengikuti dan menaati hal-hal yang menjadi
keharusannya. Adapun yang menjadi sasaran loyalitas, antara lain negara,
pemerintah, masyarakat, organisasi, majikan, dan atasan.
Dengan loyalitas ini, pekerja akan merujuk bentuk dan
kualitas perilaku unjuk kerjanya. Loyalitas kerja akan ditunjukkan dengan
kesediaan secara ikhlas untuk menaati dan melaksanakan segara ketentuan dan
tugas-tugas yang diberikannya. Ia bekerja untuk kepentingan keberhasilan
lingkungan tempat ia bekerja. Sikap merasa bagian dan lingkungan kerja, sikap
rasa memiliki lingkungan kerja, merupakan contoh sikap
loyalitas kerja.
Loyalitas kerja sangat diperlukan untuk mengarahkan
perilaku unjuk kerja secara memadai. Sebagai suatu komitmen, para pekerja harus
memahami dan menghayati maksud dan isi loyalitas itu, agar dapat mengamalkannya
secara aktif dan dinamis. Para pekerja harus memiliki pemahaman yang jelas
mengenai kepada siapa ia harus loyal, dalam bentuk bagaimana loyalitas
diwujudkan, dan sebagainya. Loyalitas yang pasif dan mati hanya akan membuat
kekakuan kerja dan dapat merusak integritas pribadi dan pekerjaan.
Etika kerja dan etos kerja sangat menentukan prwujudan
loyalitas kerja. Artinya, mereka yang menaati etika kerja dan memiliki etos kerja
yang tinggi dan kuat, cenderung akan memiliki loyalitas kerja yang baik.
D.
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan
pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945,
turut bertanggungjawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil
untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut (AD/ART
PGRI, 1994) :
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan
segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
E.
Ikrar Guru Indonesia
Selain kode etik guru Indonesia, PGRI juga menyusun ”
Ikrar Guru Indonesia ” (AD/ART PGRI, 1994) :
1.
Kami Guru Indonesia, adalah insan pendidik Bangsa yang
beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembela dan pengamal Pancasila yang
setia pada UUD 1945.
3.
Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan
nasional dalam mencerdaskan kehidupan Bangsa.
4.
Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi
perjuangan kesatuan Bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5.
Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru
Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap
Bangsa, Negara serta kemanusiaan.
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar