Aplikasi Teori Kognitif dalam
Kegiatan Pembelajaran
Teori kognitif menekankan pada proses
perkembangan siswa.
Meskipun proses perkembangan siswa mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan
dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses
pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar
siswa, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan.
Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran siswa. Perlu
disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan secara langsung,
namun perkembangannya dapat disimulasikan.
Piaget memberikan penekanan bahwa setiap
tahap perkembangan memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar lebih baik.
Menurut piaget, anak bukanlah orang dewasa mini, anak tidak mengetahui sebanyak
apa yang diketahui oleh orang dewasa, akan tetapi anak melihat dunia dengan
cara yang berbeda dan berinteraksi secara berbeda pula. Hakekat belajar menurut
teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan
penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar
kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran,
mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik
sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih
bermakna bagi siswa.
Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Siswa
bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.
Anak
usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,
terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.
Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.
Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5.
Pemahaman
dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
7.
Adanya
perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya
pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, proses belajar menurut Piaget terjadi melalui tahapan
asimilasi, akomodasi dan equilibirasi.
Sebagai contoh (www.nblognlife.com) siswa yang telah
memahami prinsip pengurangan, ketika siswa tersebut mempelajari prinsip
pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang
sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru).
Inilah yang
disebut proses asimilasi. Jika siswa tersebut diberikan soal-soal pembagian,
maka situasi ini disebut akomodasi. Hal ini berarti siswa tersebut sudah dapat
mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan
spesifik.
Dalam learning and teaching information
(www.funderstanding.com), dijelaskan bahwa Piaget melihat transisi perkembangan
terjadi pada sekitar 18 bulan, 7 tahun dan 11 atau 12 tahun. Hal ini dapat
diartikan bahwa sebelum usia ini anak-anak tidak mampu (seberapa cerdaspun
mereka) untuk memahami hal-hal dengan cara-cara tertentu.
Pada siswa yang berada di rentang
perkembangan preoperasional, untuk mengaplikasikan teori perkembangan Piaget
dalam pembelajaran di kelas, University of Arkansas merekomendasikan enam tahap yang perlu diperhatikan dalam perkembangan
struktur pre-operasional. Enam tahap tersebut:
a. Gunakan contoh pendukung dan
alat-alat visual jika memungkinkan.
b. Buat petunjuk pembelajaran yang
tidak terlalu panjang, gunakan lebih banyak contoh daripada kata-kata.
c. Jangan berharap siswa melihat
dunia dari sudut pandang orang lain, karena siswa memiliki sudut pandnag
sendiri.
e. Berikan latihan langsung kepada
siswa yang berfungsi untuk membantu siswa membangun pemahaman yang lebih
kompleks seperti pemahaman bacaan.
f. Berikan berbagai pengalaman untuk
membangun landasan bagi pembelajaran yang lebih kompleks. Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara
umum memililiki pandangan yang sama yaitu
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Menurut Piaget, hanya
dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi
dan akomodasi pengetahuan
dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui
aktivitas menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada
bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak
dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang
dikemukakannya.
Berbeda dengan Bruner, Ausubel
lebih mementingkan strutur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak
menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini
tampak dari konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual
tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa.
Penerapan teori kognitif ini contohnya pada pembelajaran
mandiri, dimana siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat perkembangannya
sendiri dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. Sebagaimana yang disampaikan Piaget
(Collin, dkk: 2012) dalam teorinya bahwa tujuan utama
dalam proses pembelajaran adalah menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan
untuk melakukan sesuatu yang baru”.
Selain model pembelajaran mandiri,
model diskusi dengan memfokuskan pada perkembangan siswa dan guru sebagai
fasilitator untuk membantu siswa berkembang sesuai dengan struktur kognitifnya,
juga merupakan contoh penerapan teori kognitif.
@MENZOUR_ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar