MEMAHAMI KURIKULUM 2013
A.
Konsep dan Rasionalitas
Pengembangan Kurikulum 2013 Kruikulum 2013 (K-13) menjadi
topik aktual (hangat) dewasa ini. Pembelajaran Kurikulum 2013 harus diterapkan
seiring pemberlakuan Kurikulum 2013. Pembelajaran kurikulum 2013 berlaku di
semua tingkat pendidikan di negeri tercinta ini. Mulai dari Pendidikan Tingkat
Dasar sampai Menengah harus menerapkan pembelajaran Kurikulum 2013. Kebijakan
tentang kurikulum 2013 ini tercantum dalam dokumen regulasi Permendikbud No.
81A tahun 2013 yang diperbaharui dengan Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang
Pembelajaran.
Sudah barang tentu pembelajaran kurikulum 2013 membawa
konsekwensi yang harus ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan
pendidikan Indonesia. Semua pihak harus mulai dengan memahami kurikulum 2013.
Tanpa pemahaman yang baik, guru tidak akan dapat melaksanakan pembelajaran
kurikulum 2013 yang sesuai harapan. Kurikulum 2013 berorientasi kepada
usaha-usaha penyiapan lahirnya Generasi Emas Indonesia 2045. Generasi Indonesia
yang memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajari suatu
muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan
pendidikan tertentu.
Pembelajaran kurikulum 2013 ditujukan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga
negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu
berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban
dunia. Pembelajaran kurikulum 2013 menjadi media menumbuhsuburkan berbagai
kompetensi agar menjadi bekal bagi anak-anak Indonesia bersaing di kancah
peradaban dunia.
Kompetensi dimaksud sesuai Permendikbud No. 54 tentang
Standar Kompetensi Lulusan, yaitu:
1.
Sikap
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,
berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
2.
Pengetahuan
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta
dampak fenomena dan kejadian.
3.
Keterampilan
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang
dipelajari di sekolah secara mandiri.
Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan
sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan
untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup
umat manusia (Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang Pembelajaran).
Konsep pembelajaran kurikulum 2013 mengarah pada proses
pengembangan peserta didik menjadi pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada
kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia sebagai
hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan
masyarakat.
Pengembangan kurikulum 2013 perlu dilakukan karena adanya
berbagai tantangan pendidikan, baik internal maupun eksternal. Disamping itu,
di dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya
penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman
dan perluasan materi. Dalam hal pembelajaran, yang tidak kalah pentingnya
adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar
agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang
dihasilkan.
a.
Tantangan Internal
Tantangan internal dalam pendidikan antara lain terkait
dengan kondisi dan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan (8) Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Delapan SNP ini meliputi: Standar Pengelolaan,
Standar Biaya, Standar Sarana Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar
Kompetensi Lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor
perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia
produktif.
Terkait dengan tantangan internal pertama, berbagai
kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat
mencapai delapan standar yang telah ditetapkan. Dalam mencapai “Standar
Pengelolaan” hal-hal yang dikembangkan antara lain adalah Manajemen Berbasis
Sekolah. Rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan laboratorium serta
perpustakaan sekolah terus dilaksanakan agar setiap sekolah yang ada di
Indonesia dapat mencapai “Standar Sarana-Prasarana” yang telah ditetapkan.
Dalam mencapai “Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan”, berbagai upaya yang dilakukan antara lain adalah peningkatan
kualifikasi dan sertifikasi guru, pembayaran tunjangan sertifikasi, serta uji
kompetensi dan pengukuran kinerja guru. “Standar Isi, Standar Proses, Standar
Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan” merupakan standar yang terkait
dengan kurikulum yang perlu secara terus menerus dikaji agar peserta didik
dapat memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
Terkait dengan perkembangan penduduk, saat ini jumlah
penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak
produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke
atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun
2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Ini berarti bahwa pada tahun
2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia produktif akan
melimpah.
SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan
keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun
apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban
pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang kita hadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan
menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar
tidak menjadi beban.
b.
Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara
lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa
depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta
berbagai fenomena negatif yang mengemuka.
Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era globalisasi juga akan
terjadi perubahan-perubahan yang cepat. Dunia akan semakin transparan, terasa
sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi, informasi, dan
transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari
revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup
masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri
dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC,
dan AFTA. Tantangan masa depan juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains,
mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. Keikutsertaan
Indonesia di dalam studi Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun
1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan
dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya
menduduki peringkat empat besar dari bawah.
Penyebabnya antara lain karena banyaknya materi uji yang
ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara
lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis,
kemampuan mempertimbangkan aspek moral dari suatu permasalahan, kemampuan
menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti
dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam
masyarakat yang mengglobal.
Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki
minat luas dalam kehidupan, kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan. Dilihat dari
persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu
menitik-beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat.
Selain itu pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter. Penyelenggaraan pendidikan juga perlu
memperhatikan perkembangan pengetahuan yang terkait dengan perkembangan
neurologi dan psikologi serta
perkembangan pedagogi yang terkait dengan
observation-based (discovery) dan collaborative learning. Tantangan eksternal
lainnya berupa fenomena negatif yang mengemuka antara lain terkait dengan
masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan
dalam ujian, dan gejolak sosial (social unrest) di masyarakat.
c.
Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya
akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir.
Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI
menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi masa
depan perlu dilakukan perubahan paradigma pembelajaran melalui pergeseran tata
cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau
lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu.
Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai
berikut:
1)
Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika
biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis,
maka sekarang guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling
berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari
pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi
siswa-siswanya.
2)
Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme
pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini
harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk
komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai
pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.
3)
Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu
siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam
kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa
saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.
4)
Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa
diminta untuk pasif mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya
agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa lebih aktif dengan cara
memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
5)
Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata. Jika dahulu
contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat
artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang
sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang
diajarkan.
6)
Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis
tim. Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan
masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan sekarang adalah model
pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.
7)
Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah
keterikatan. Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum
(semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih ilmu
atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara
sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang
diberikan).
8)
Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala
penjuru. Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam
menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka sekarang semua
panca indera dan komponen jasmani-ruhani harus terlibat aktif dalam proses
pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
9)
Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu
guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan
guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang
tersedia, baik yang bersifat konvensional maupun modern.
10)
Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika
dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama
sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antara guru dan siswa untuk
mencapai kesepakatan bersama.
11)
Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika
dahulu semua siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama,
maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan
ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.
12)
Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa
harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus
ditonjolkan sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari
masing-masing individu.
13)
Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan
disiplin jamak. Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena
dari satu sisi pandang ilmu, maka sekarang konteks pemahaman akan jauh lebih
baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
14)
Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang
siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya
masing- masing.
15)
Dari pemikiran faktual menuju kritis. Jika dahulu hal-hal
yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang harus
dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran
kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.
16)
Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran
pengetahuan. Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu
dari guru ke siswa, maka dalam abad XXI ini yang terjadi di kelas adalah
pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesama
siswa.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
kompetensi lulusan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dirumuskan berdasarkan kebutuhan pada tingkat individu, masyarakat, bangsa dan
negara, serta peradaban. Untuk mencapai kompetensi lulusan ini, yang dirumuskan
dalam bentuk Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kemudian dirumuskan materi inti
pembelajaran yang dirumuskan dalam bentuk Standar Isi (SI), proses pembelajaran
yang dirumuskan dalam bentuk Standar Proses, dan proses penilaian dalam bentuk
Standar Penilaian. Selanjutnya dirumuskan secara lebih detil mata pelajaran apa
saja yang perlu diajarkan untuk memenuhi pencapaian kompetensi yang telah
ditetapkan.
d.
Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Penguatan tata kelola kurikulum diatur dengan mengacu
pada UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal 38 ayat (1) pada UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas mengatur bahwa “Kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah”. Selanjutnya ayat (2) pada
pasal yang sama mengatur bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor kementerian agama kabupaten/ kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah”.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa “Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu”.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dimulai dari penyusunan kerangka dasar
kurikulum yang diturunkan dari tujuan pendidikan nasional dan berdasarkan
landasan filosofis, yuridis, dan konseptual yang selanjutnya diturunkan ke
dalam struktur kurikulum. Dari struktur kurikulum selanjutnya diturunkan
menjadi standar isi yang memuat berbagai mata pelajaran dengan rumusan standar
kompetensi dan kompetensi dasar untuk masing-masing mata pelajaran.
Selanjutnya dari standard kompetensi dan kompetensi dasar
disusun standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian yang
kemudian diturunkan kedalam pedoman dan silabus. Kemudian dari silabus
diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan buku teks untuk
seterusnya dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran dan penilaian. Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004
dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 terletak pada peran guru pada
bagian akhir kerangka kerja penyusunan kurikulum.
Kalau di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, peran
satuan pendidikan dan guru terbatas pada penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang diturunkan dari silabus yang sudah tersedia dan pemilihan
buku teks siswa untuk selanjutnya melaksanakan proses pembelajaran dan
penilaian. Sedangkan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, peranan
satuan pendidikan dan guru diperluas lebih lanjut sampai pada penyusunan
silabus berdasarkan pedoman yang diberikan.
Peranan satuan pendidikan dan guru yang diperluas sampai
penyusunan silabus ini berakibat pada pemilihan buku teks oleh satuan
pendidikan dan guru yang sangat beragam. Dalam kenyataannya, satuan pendidikan
dan guru memilih buku yang dihasilkan dari berbagai kurikulum, seperti
Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006, atau bahkan dari sumber yang
tidak jelas rujukannya.
Pemilihan buku teks yang beragam ini juga tentunya akan
menghasilkan silabus yang sangat berbeda satu sama lain yang seterusnya
diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan proses
pembelajaran dan penilaian. Agar kompetensi lulusan dapat dicapai sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan, perlu ada perubahan yang signifikan. Pada
Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar
kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan
nasional, dan kebutuhan.
Setelah kompetensi ditetapkan, kemudian ditentukan
kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum.
Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi
disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan
proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus
yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang
sangat memberatkan guru.
e.
Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa
dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua
peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga)
saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai
level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia
diciptakan sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini,
hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman.
Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang
matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik
Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir
50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang
diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.
Dalam bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP
juga tidak jauh berbeda dengan pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang
matematika. Hasil studi internasional
untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi untuk tingkat SMP
seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih dari 95% peserta
didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level menengah,
sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan advance.
Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan
apa yang diujikan dan distandarkan pada tingkat internasional.
Hasil analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS
menunjukkan bahwa soalsoal yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta
didik dibagi menjadi empat (4) kategori, yaitu:
1)
Low mengukur kemampuan sampai level knowing;
2)
Intermediate mengukur kemampuan sampai level applying;
3)
High mengukur kemampuan sampai level reasoning;
4)
Advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with
incomplete information.
Analisis lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP
kelas VIII yang ada di Indonesia dengan materi yang terdapat di TIMSS
menunjukkan bahwa terdapat beberapa topik yang sebenarnya belum diajarkan di
kelas VIII SMP.
Hal yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas
VIII SMP dimana juga terdapat beberapa topik yang belum diajarkan di kelas
XIII. Lebih parah lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak
terdapat di dalam kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas
VIII SMP menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam TIMSS. Hal yang sama juga
terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi internasional dimana
juga terdapat topik yang belum diajarkan pada kelas IV dan topik yang sama
sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini.
Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan
materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi yang terdapat di dalam
kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan
bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan
internasional. Disamping itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman
materi sesuai dengan tuntutan perbandingan internasional dan menyusun
kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.
B.
Struktur Kurikulum 2013
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten
kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/ mata pelajaran dalam
kurikulum, distribusi konten/ mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban
belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa.
Struktur kurikulum merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam
sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.
Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang
digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester, sedangkan
pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam
pelajaran per semester.
1.
Struktur Kurikulum SD/ MI
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu
untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/ MI kelas I, II,
dan III masing-masing 30, 32, 34; sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI
masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/ MI adalah 35 menit.
Struktur Kurikulum SD/ MI adalah sebagai berikut:
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada
kedekatan makna dari kontennya dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan
III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri
sendiri dan kemudian diintegrasikan kedalam tema-tema yang ada untuk kelas IV,
V dan VI.
2.
Struktur Kurikulum SMP/ MTS
Dalam struktur kurikulum SMP/ MTs ada penambahan jam
belajar per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk
masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam
belajar di SMP/ MTs tetap yaitu 40 menit. Struktur Kurikulum SMP/ MTS adalah
sebagai berikut:
IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran
integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan
disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan
kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap
peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping
itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya,
semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi
dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga ditujukan untuk pengenalan
lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan
wilayah Nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat (4) aspek, yakni seni
rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Masing-masing aspek diajarkan
secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan
sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan. Prakarya
terdiri atas empat (4) aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan
pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan
pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek
prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan.
3.
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK)
Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
a.
Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta
didik;
b.
Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh
peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran
peminatan dimaksudkan untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/ MA dan SMK/
MAK. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban
belajar 24 jam per minggu.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/ MA terdiri atas 18
jam per minggu untuk kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan
XII. Kelompok mata pelajaran peminatan
SMK/ MAK masing-masing 24 jam per kelas. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/
MA bersifat akademik, sedangkan untuk SMK/ MAK bersifat vokasional. Struktur
ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan
mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
1) Struktur Kurikulum
Wajib Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK) Tabel Struktur Kurikulum Pendidikan
Menengah Kelompok Mata Pelajaran Wajib
Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan
Ilmu-ilmu Alam, Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan
Budaya. Sejak kelas X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang
akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/ MTs dan/atau
nilai UN SMP/ MTs dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/ MTs dan/atau hasil tes
penempatan (placement test) ketika mendaftar di SMA/ MA dan/atau tes bakat
minat oleh psikolog dan/atau rekomendasi guru BK di SMA/ MA. Pada akhir minggu
ketiga semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan
peminatannya berdasarkan rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk.
Untuk sekolah yang mampu menyediakan layanan khusus maka
setelah akhir semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan
peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan tersebut ditambah dengan
Kelompok Peminatan Keagamaan. Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu
Kelompok Peminatan yang dipilih peserta didik harus diikuti. Setiap Kelompok
Peminatan terdiri atas empat (4) mata pelajaran dan masing-masing mata
pelajaran berdurasi 3 jam pelajaran untuk kelas X, dan 4 jam pelajaran untuk
kelas XI dan XII. Setiap peserta didik memiliki beban belajar per semester
selama 42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam pelajaran untuk kelas XI dan
XII.
Beban belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran
Wajib A dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran
Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran
untuk kelas XI dan XII. Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan/atau
Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 6
jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:
1)
Dua mata pelajaran
di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam satu Kelompok
Peminatan lainnya, dan/atau
2)
Satu mata pelajaran dari masing-masing Kelompok Peminatan
yang lainnya.
Sedangkan pada kelas XI dan XII, peserta didik mengambil
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat dengan jumlah jam pelajaran
pilihan per minggu berdurasi 4 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan
sebagai berikut: 1) Satu mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang
dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau 2) Mata
pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.
C.
Strategi Implementasi Kurikulum 2013
Strategi Implementasi Kurikulum 2013 terdiri atas:
1.
Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang
pendidikan, yaitu:
a.
Juli 2013: Kelas I, IV terbatas pada sejumlah SD/ MI
(30%), dan seluruh kelas VII (SMP/ MTs), dan kelas X (SMA/ MA, SMK/ MAK). Ini
adalah tahun pertama implementasi dan dilakukan di seluruh wilayah NKRI. Untuk
SD akan dipilih 30% SD dari setiap kabupaten/ kota di setiap propinsi.
b.
Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI.
Tahun 2014 adalah tahun kedua implementasi. Seperti tahun pertama, maka SD akan
dipilih sebanyak 30% sehingga secara keseluruhan implementasi kurikulum pada
tahun kedua sudah mencakup 60% SD di seluruh wilayah NKRI. Pada tahun kedua
ini, hanya kelas terakhir SMP/ MTs, SMA/ MA, SMK/ MAK yang belum melaksanakan
kurikulum.
c.
Juli 2015: seluruh kelas dan seluruh sekolah SD/ MI, SMP/
MTs, SMA/ MA, SMK/ MAK telah melaksanakan sepenuhnya Kurikulum 2013.
2.
Pelatihan Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas, dari tahun
2013–2016. Pelatihan guru, kepala sekolah dan pengawas adalah untuk guru,
kepala sekolah dan pengawas yang akan melaksanakan Kurikulum 2013 dan dilakukan
sebelum Kurikulum 2013 diimplementasikan. Prinsip ini menjadi prinsip utama
implementasi dimana guru, kepala sekolah dan pengawas di wilayah sekolah
terkait yang akan mengimplemntasikan kurikulum adalah mereka yang sudah
terlatih. Dengan demikian, ketika Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada
tahun pembelajaran 2015-2016, seluruh guru, kepala sekolah dan pengawas di
seluruh Indonesia sudah mendapatkan pelatihan untuk melaksanakan kurikulum.
3.
Pengembangan buku babon, dari tahun 2013–2016. Sejalan
dengan strategi implementasi, penulisan dan percetakan serta distribusi buku
babon akan selesai pada awal tahun terakhir implementasi kurikulum atau
sebelumnya. Pada prinsipnya ketika implementasi Kurikulum 2013 memasuki tahun
2015-2016 seluruh buku babon sudah teredia di setiap sekolah. Buku babon
terdiri atas buku untuk peserta didik dan buku untuk guru. Isi buku babon guru
adalah sama dengan buku babon peserta didik dengan tambahan strategi
pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Sedangkan pedoman pembelajaran dan
penilaian hasil belajar secara rinci tercantum dalam buku pedoman pembelajaran
dan penilaian.
4.
Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem
administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama
untuk SMA/ MA dan SMK/ MAK, dimulai dari bulan Januari–Desember 2013.
Implementasi Kurikulum 2013 mensyaratkan penataan administrasi, manajemen,
kepemimpinan dan budaya kerja guru yang baru. Oleh karena itu dalam persiapan
implementasi Kurikulum 2013, pelatihan juga dilakukan berkenaan dengan tata
kerja baru para guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Dengan penerapan
pelatihan ini maka implementasi Kurikulum 2013 tidak hanya berkenaan dengan
upaya realisasi ide dan rancangan kurikulum tetapi juga pembenahan pada
pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan.
5.
Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk
menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli
2013–2016. Strategi implementasi Kurikulum 2013 menghindari pelatihan yang
dinamakan one-shot training sebagai strategi implementasi mengingat kelemahan
strategi tersebut. Pelatihan yang dilakukan untuk para guru, kepala sekolah,
dan pengawas akan diikuti dengan monitoring dan evaluasi sepanjang pelaksanaan
paling tidak dari tahun pertama sampai tahun ketiga implementasi. Pada akhir
tahun ketiga diharapkan permasalahan implementasi Kurikulum 2013 yang dihadapi
para pelaksana sudah tidak lagi merupakan masalah mendasar dan Kurikulum 2013
sudah dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya. Permasalahan lapangan yang
muncul adalah yang dapat diselesaikan oleh kolaborasi guru, kepala sekolah dan
pengawas di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/ kota.
6.
Saat ini (per 2019) semua sekolah harus siap
mengimplementasikan kurikulum 2013 di sekolahnya masing-masing.
SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar