Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 19 Agustus 2019

MODUL 11 KB 1 PPG PAI : MEMAHAMI KURIKULUM 2013




MEMAHAMI KURIKULUM 2013

A.  Konsep dan Rasionalitas

Pengembangan Kurikulum 2013 Kruikulum 2013 (K-13) menjadi topik aktual (hangat) dewasa ini. Pembelajaran Kurikulum 2013 harus diterapkan seiring pemberlakuan Kurikulum 2013. Pembelajaran kurikulum 2013 berlaku di semua tingkat pendidikan di negeri tercinta ini. Mulai dari Pendidikan Tingkat Dasar sampai Menengah harus menerapkan pembelajaran Kurikulum 2013. Kebijakan tentang kurikulum 2013 ini tercantum dalam dokumen regulasi Permendikbud No. 81A tahun 2013 yang diperbaharui dengan Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang Pembelajaran.

Sudah barang tentu pembelajaran kurikulum 2013 membawa konsekwensi yang harus ditindaklanjuti oleh semua pemangku kepentingan pendidikan Indonesia. Semua pihak harus mulai dengan memahami kurikulum 2013. Tanpa pemahaman yang baik, guru tidak akan dapat melaksanakan pembelajaran kurikulum 2013 yang sesuai harapan. Kurikulum 2013 berorientasi kepada usaha-usaha penyiapan lahirnya Generasi Emas Indonesia 2045. Generasi Indonesia yang memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh Peserta Didik setelah mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan pendidikan tertentu.

Pembelajaran kurikulum 2013 ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia. Pembelajaran kurikulum 2013 menjadi media menumbuhsuburkan berbagai kompetensi agar menjadi bekal bagi anak-anak Indonesia bersaing di kancah peradaban dunia.

Kompetensi dimaksud sesuai Permendikbud No. 54 tentang Standar Kompetensi Lulusan, yaitu:

1.  Sikap

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.  Pengetahuan

Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab serta dampak fenomena dan kejadian.

3.  Keterampilan

Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri.

Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 memberikan kesempatan kepada peserta didik  untuk  mengembangkan  potensi  mereka  menjadi  kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia (Permendikbud No. 104 tahun 2014 tentang Pembelajaran).

Konsep pembelajaran kurikulum 2013 mengarah pada proses pengembangan peserta didik menjadi pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Pengembangan kurikulum 2013 perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan pendidikan, baik internal maupun eksternal. Disamping itu, di dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman dan perluasan materi. Dalam hal pembelajaran, yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.

a.  Tantangan Internal

Tantangan internal dalam pendidikan antara lain terkait dengan kondisi dan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan (8) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Delapan SNP ini meliputi: Standar Pengelolaan, Standar Biaya, Standar Sarana Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif.

Terkait dengan tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai delapan standar yang telah ditetapkan. Dalam mencapai “Standar Pengelolaan” hal-hal yang dikembangkan antara lain adalah Manajemen Berbasis Sekolah. Rehabilitasi gedung sekolah dan penyediaan laboratorium serta perpustakaan sekolah terus dilaksanakan agar setiap sekolah yang ada di Indonesia dapat mencapai “Standar Sarana-Prasarana” yang telah ditetapkan.

Dalam mencapai “Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan”, berbagai upaya yang dilakukan antara lain adalah peningkatan kualifikasi dan sertifikasi guru, pembayaran tunjangan sertifikasi, serta uji kompetensi dan pengukuran kinerja guru. “Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, dan Standar Kompetensi Lulusan” merupakan standar yang terkait dengan kurikulum yang perlu secara terus menerus dikaji agar peserta didik dapat memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. 


Terkait dengan perkembangan penduduk, saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Ini berarti bahwa pada tahun 2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia produktif akan melimpah. 

SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang kita hadapi adalah bagaimana mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
 
b.  Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.

Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era globalisasi juga akan terjadi perubahan-perubahan yang cepat. Dunia akan semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA.  Tantangan masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah.

Penyebabnya antara lain karena banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia. Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, kemampuan mempertimbangkan aspek moral dari suatu permasalahan, kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. 

Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan. Dilihat dari persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia saat ini dinilai terlalu menitik-beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap terlalu berat. Selain itu pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter.  Penyelenggaraan pendidikan juga perlu memperhatikan perkembangan pengetahuan yang terkait dengan perkembangan neurologi dan psikologi serta

perkembangan pedagogi yang terkait dengan observation-based (discovery) dan collaborative learning. Tantangan eksternal lainnya berupa fenomena negatif yang mengemuka antara lain terkait dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, dan gejolak sosial (social unrest) di masyarakat. 

c.  Penyempurnaan Pola Pikir

Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola pikir. Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi masa depan perlu dilakukan perubahan paradigma pembelajaran melalui pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu.

Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:
1)  Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis, maka sekarang guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya. 
2)  Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.  
3)  Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.  
4)  Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
5)  Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata. Jika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.  
6)  Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim. Jika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan sekarang adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu. 
7)  Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan. Jika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan).
8)  Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru. Jika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka sekarang semua panca indera dan komponen jasmani-ruhani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
9)  Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia, baik yang bersifat konvensional maupun modern.
10)  Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antara guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.
11)  Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu semua siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.
12)  Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing individu.
13)  Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka sekarang konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
14)  Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing- masing.
15)  Dari pemikiran faktual menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.
16)  Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Jika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad XXI ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesama siswa.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kompetensi lulusan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan pada tingkat individu, masyarakat, bangsa dan negara, serta peradaban. Untuk mencapai kompetensi lulusan ini, yang dirumuskan dalam bentuk Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kemudian dirumuskan materi inti pembelajaran yang dirumuskan dalam bentuk Standar Isi (SI), proses pembelajaran yang dirumuskan dalam bentuk Standar Proses, dan proses penilaian dalam bentuk Standar Penilaian. Selanjutnya dirumuskan secara lebih detil mata pelajaran apa saja yang perlu diajarkan untuk memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
 
d.  Penguatan Tata Kelola Kurikulum

Penguatan tata kelola kurikulum diatur dengan mengacu pada UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal 38 ayat (1) pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mengatur bahwa “Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah”. Selanjutnya ayat (2) pada pasal yang sama mengatur bahwa “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementerian agama kabupaten/ kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah”. 

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa “Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu”.

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dimulai dari penyusunan kerangka dasar kurikulum yang diturunkan dari tujuan pendidikan nasional dan berdasarkan landasan filosofis, yuridis, dan konseptual yang selanjutnya diturunkan ke dalam struktur kurikulum. Dari struktur kurikulum selanjutnya diturunkan menjadi standar isi yang memuat berbagai mata pelajaran dengan rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk masing-masing mata pelajaran. 

Selanjutnya dari standard kompetensi dan kompetensi dasar disusun standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian yang kemudian diturunkan kedalam pedoman dan silabus. Kemudian dari silabus diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan buku teks untuk seterusnya dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran dan penilaian.  Perbedaan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 terletak pada peran guru pada bagian akhir kerangka kerja penyusunan kurikulum.

Kalau di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, peran satuan pendidikan dan guru terbatas pada penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran yang diturunkan dari silabus yang sudah tersedia dan pemilihan buku teks siswa untuk selanjutnya melaksanakan proses pembelajaran dan penilaian. Sedangkan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, peranan satuan pendidikan dan guru diperluas lebih lanjut sampai pada penyusunan silabus berdasarkan pedoman yang diberikan.

Peranan satuan pendidikan dan guru yang diperluas sampai penyusunan silabus ini berakibat pada pemilihan buku teks oleh satuan pendidikan dan guru yang sangat beragam. Dalam kenyataannya, satuan pendidikan dan guru memilih buku yang dihasilkan dari berbagai kurikulum, seperti Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Kurikulum 2006, atau bahkan dari sumber yang tidak jelas rujukannya.

Pemilihan buku teks yang beragam ini juga tentunya akan menghasilkan silabus yang sangat berbeda satu sama lain yang seterusnya diturunkan menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian. Agar kompetensi lulusan dapat dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, perlu ada perubahan yang signifikan. Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan.

Setelah kompetensi ditetapkan, kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.
 
e.  Pendalaman dan Perluasan Materi

Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama, interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman. 

Analisis hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.

Dalam bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika.  Hasil studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan advance. Hal ini juga menunjukkan bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan distandarkan pada tingkat internasional.

Hasil analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soalsoal yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat (4) kategori, yaitu:
1)  Low mengukur kemampuan sampai level knowing;
2)  Intermediate mengukur kemampuan sampai level applying;
3)  High mengukur kemampuan sampai level reasoning;
4)  Advance mengukur kemampuan sampai level reasoning with incomplete information.

Analisis lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di Indonesia dengan materi yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat beberapa topik yang sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII SMP.

Hal yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP dimana juga terdapat beberapa topik yang belum diajarkan di kelas XIII. Lebih parah lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas VIII SMP menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam TIMSS. Hal yang sama juga terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi internasional dimana juga terdapat topik yang belum diajarkan pada kelas IV dan topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini.

Dalam kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik, mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. Disamping itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai dengan tuntutan perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang dibutuhkan.
 
B.  Struktur Kurikulum 2013

Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/ mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/ mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.

Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester, sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.

1.  Struktur Kurikulum SD/ MI

Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/ MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34; sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/ MI adalah 35 menit. Struktur Kurikulum SD/ MI adalah sebagai berikut:








Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada kedekatan makna dari kontennya dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan kedalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.

2.  Struktur Kurikulum SMP/ MTS

Dalam struktur kurikulum SMP/ MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/ MTs tetap yaitu 40 menit. Struktur Kurikulum SMP/ MTS adalah sebagai berikut:




IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah Nusantara.

Seni Budaya terdiri atas empat (4) aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan. Prakarya terdiri atas empat (4) aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan.
  
3.  Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK)

Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:

a.  Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik;
b.  Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan dimaksudkan untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/ MA dan SMK/ MAK. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 24 jam per minggu.

Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/ MA terdiri atas 18 jam per minggu untuk kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan XII.  Kelompok mata pelajaran peminatan SMK/ MAK masing-masing 24 jam per kelas. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/ MA bersifat akademik, sedangkan untuk SMK/ MAK bersifat vokasional. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya. 

1) Struktur Kurikulum 

Wajib Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK) Tabel Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah Kelompok Mata Pelajaran Wajib
























































Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam, Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya. Sejak kelas X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/ MTs dan/atau nilai UN SMP/ MTs dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/ MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement test) ketika mendaftar di SMA/ MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau rekomendasi guru BK di SMA/ MA. Pada akhir minggu ketiga semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk.

Untuk sekolah yang mampu menyediakan layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan tersebut ditambah dengan Kelompok Peminatan Keagamaan. Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu Kelompok Peminatan yang dipilih peserta didik harus diikuti. Setiap Kelompok Peminatan terdiri atas empat (4) mata pelajaran dan masing-masing mata pelajaran berdurasi 3 jam pelajaran untuk kelas X, dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Setiap peserta didik memiliki beban belajar per semester selama 42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.

Beban belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 6 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:

1)    Dua  mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam satu Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
2)    Satu mata pelajaran dari masing-masing Kelompok Peminatan yang lainnya.

Sedangkan pada kelas XI dan XII, peserta didik mengambil Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat dengan jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 4 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut: 1) Satu mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau 2) Mata pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya. 

C.  Strategi Implementasi Kurikulum 2013

Strategi Implementasi Kurikulum 2013 terdiri atas:

1.  Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan, yaitu:
a.  Juli 2013: Kelas I, IV terbatas pada sejumlah SD/ MI (30%), dan seluruh kelas VII (SMP/ MTs), dan kelas X (SMA/ MA, SMK/ MAK). Ini adalah tahun pertama implementasi dan dilakukan di seluruh wilayah NKRI. Untuk SD akan dipilih 30% SD dari setiap kabupaten/ kota di setiap propinsi.
b.  Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI. Tahun 2014 adalah tahun kedua implementasi. Seperti tahun pertama, maka SD akan dipilih sebanyak 30% sehingga secara keseluruhan implementasi kurikulum pada tahun kedua sudah mencakup 60% SD di seluruh wilayah NKRI. Pada tahun kedua ini, hanya kelas terakhir SMP/ MTs, SMA/ MA, SMK/ MAK yang belum melaksanakan kurikulum.
c.  Juli 2015: seluruh kelas dan seluruh sekolah SD/ MI, SMP/ MTs, SMA/ MA, SMK/ MAK telah melaksanakan sepenuhnya Kurikulum 2013. 

2.  Pelatihan Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas, dari tahun 2013–2016. Pelatihan guru, kepala sekolah dan pengawas adalah untuk guru, kepala sekolah dan pengawas yang akan melaksanakan Kurikulum 2013 dan dilakukan sebelum Kurikulum 2013 diimplementasikan. Prinsip ini menjadi prinsip utama implementasi dimana guru, kepala sekolah dan pengawas di wilayah sekolah terkait yang akan mengimplemntasikan kurikulum adalah mereka yang sudah terlatih. Dengan demikian, ketika Kurikulum 2013 akan diimplementasikan pada tahun pembelajaran 2015-2016, seluruh guru, kepala sekolah dan pengawas di seluruh Indonesia sudah mendapatkan pelatihan untuk melaksanakan kurikulum.

3.  Pengembangan buku babon, dari tahun 2013–2016. Sejalan dengan strategi implementasi, penulisan dan percetakan serta distribusi buku babon akan selesai pada awal tahun terakhir implementasi kurikulum atau sebelumnya. Pada prinsipnya ketika implementasi Kurikulum 2013 memasuki tahun 2015-2016 seluruh buku babon sudah teredia di setiap sekolah. Buku babon terdiri atas buku untuk peserta didik dan buku untuk guru. Isi buku babon guru adalah sama dengan buku babon peserta didik dengan tambahan strategi pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Sedangkan pedoman pembelajaran dan penilaian hasil belajar secara rinci tercantum dalam buku pedoman pembelajaran dan penilaian.

4.  Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA/ MA dan SMK/ MAK, dimulai dari bulan Januari–Desember 2013. Implementasi Kurikulum 2013 mensyaratkan penataan administrasi, manajemen, kepemimpinan dan budaya kerja guru yang baru. Oleh karena itu dalam persiapan implementasi Kurikulum 2013, pelatihan juga dilakukan berkenaan dengan tata kerja baru para guru dan kepemimpinan kepala sekolah. Dengan penerapan pelatihan ini maka implementasi Kurikulum 2013 tidak hanya berkenaan dengan upaya realisasi ide dan rancangan kurikulum tetapi juga pembenahan pada pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan.

5.  Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013–2016. Strategi implementasi Kurikulum 2013 menghindari pelatihan yang dinamakan one-shot training sebagai strategi implementasi mengingat kelemahan strategi tersebut. Pelatihan yang dilakukan untuk para guru, kepala sekolah, dan pengawas akan diikuti dengan monitoring dan evaluasi sepanjang pelaksanaan paling tidak dari tahun pertama sampai tahun ketiga implementasi. Pada akhir tahun ketiga diharapkan permasalahan implementasi Kurikulum 2013 yang dihadapi para pelaksana sudah tidak lagi merupakan masalah mendasar dan Kurikulum 2013 sudah dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya. Permasalahan lapangan yang muncul adalah yang dapat diselesaikan oleh kolaborasi guru, kepala sekolah dan pengawas di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/ kota.

6.  Saat ini (per 2019) semua sekolah harus siap mengimplementasikan kurikulum 2013 di sekolahnya masing-masing. 

SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar