Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

ZAKAT SEWA TANAH, ZAKAT PROFESI, ZAKAT PRODUKTIFA DAN ZAKAT KE MASJID



A.   ZAKAT HASIL TANAH YANG  DISEWAKAN 
1.        Pengertian
Zakat secara bahasa artinya suci, tumbuh berkembang dan berkah. Makna zakat secara bahasa ini  mencerminkan sifat zakat yang dapat mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat dikembangkan berupa kebaikan bagi si muzakki dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq
Menurut syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.” Jadi, zakat adalah  kewajiban seseorang untuk mengeluarkan sebagian harta miliknya  yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) Zakat sering juga disebut shadaqah karena tindakan itu adalah tindakan yang benar (shidq).
2.        Pengertian dan Dasar Hukum-Nya 
Berikut beberapa komponen yang  harus terpenuhi  dalam transaksi  zakat hasil tanah yang disewakan, yakni harus ada:
a.  Sebidang tanah  yang disewakan,
b.  Pemilik tanah (Orang yang menyewakan tanahnya kepada orang lain),
c.  Penyewa tanah sekaligus penggarap tanah yang disewakan.
Zakat hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku untuknya  istilah  syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika satu tahun itu dua kali panen, maka zakatnyapun dua kali.
3.        Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya
Ketentuan bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya tidak memunculkan masalah jika tanah itu ditanami oleh pemiliknya langsung. Persoalannya jika tanah itu disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan memunculkan masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang bercocok tanam).
Untuk menjawab kasus hukum ini tidak terdapat kata sepakat di kalangan para ulama mereka berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.
a.  Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan  adalah pihak penyewa. Mereka  beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil tanahnya bukan tanahnya.
b.  Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa  pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
c.  Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point pertama.
B.   ZAKAT HASIL JASA (PROFESI) 
1.        Pengertian dan Hukumnya
Zakat profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik, zakatnya dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih dahulu untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bukanlah termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan mereka tergolong orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), seperti tukang beca.
2.        Cara Mengeluarkan dan Nisabnya
Berapa nisab (batas minimal) dan prosentase yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan pendapat para ulama terhadap penetapan nisabnya:
a.  Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg. sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor.
b.  Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits.
c.  Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.
Maka adanya zakat profesi sebagai hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang memberikan pintu kemudahan, dalam hal ini penunaian zakat secara ta’jil (disegerakan) dapat menghilangkan kealfaan seseorang dalam penunaian zakat.    
C.   ZAKAT PRODUKTIF 
Permasalahannya yang kemuidan muncul bagaimana hukum penyaluran zakat untuk modal usaha, berikut bahasannya. 
1.        Gagasan Zakat Produktif 
Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika fokus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan masakin tidak semuanya orang-orang  yang memiliki keterbatasan kekuatan fisik namun di antara mereka terdapat banyak yang memiliki kesehatan fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal, sehingga keluar ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya dan sekaligus mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang terus dikembangkan. 
2.        Prospek Zakat Produktif
Bagi mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq aktif, mereka masih berumur produktif dan  memiliki badan yang sehat maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara produktif yaitu dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha. Oleh karena itu diperlukan sikap pro-aktif dari mustahiq untuk mencurahkan kemampuannya dalam pengembangan  modal dari zakat itu. 
Selain itu di masyarakat terdapat banyak keahlian yang dimiliki oleh mereka yang tergolong mustahiq yang tampaknya diperoleh tanpa melalui latihan khusus seperti pedagang kaki lima, sopir, pengrajin tangan, tukang kuli batu, dan lain sebagainya. Jika penyaluran zakat dilakukan dengan baik serta penggunaannya terbilang optimal, maka hal ini akan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka yang tergolong lemah untuk selanjutnya diharapkan kehidupan mereka tidak bergantung kepada zakat.
D.   PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID
Penjelasan tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas diinformasikan oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat disalurkan untuk pembangunan dan pemugaran mesjid. Namun sebelumnya mari kita lihat dulu 8 mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat), sebagaimana penjelasannya di bawah ini:
1.        Kelompok Mustahiq Zakat 
Delapan kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam Qs. at-Taubat ayat 60, yang penjelasannya sebagai berikut:
a.   Fuqara, yaitu Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari,
b.   Masakin, yaitu Orang yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
c.   Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja  memungut zakat (panitia zakat),
d.   Muallaf, pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat. Atau orang kafir yang berniat untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.
e.   Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak merdeka,  dikuasai oleh tuannya.
f.   Garimin, yaitu oraang yang memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut  untuk kepentingan pribadinya atau hutang karena untuk biaya kebajikan.
g.   Sabilillah, yaitu para tentara yang berperang melawan serangan orang kafir. 
h.   Ibnu Sabil. Yaitu orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
2.        Hukum Zakat untuk Pembangunan Mesjid
Di antara ke-delapan macam mustahiq zakat seperti tersebut di atas, terdapat mustahiq yang disebut sabilillah yang secara bahasa artinya jalan Allah. Para ulama dalam memahami kata sabilillah tidak hanya terbatas pada makna hakiki yaitu para pejuang yang berperang menegakkan agama Allah tapi memahaminya juga dari makna  majazinya  yang bersifat umum. Terkait dengan makna yang tersebut terakhir ini, para ulama memiliki penafsiran yang beraneka ragam. 
Istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya.
Pengertian mazaj semacam ini dalam hukum Islam dapat ditolelir selama tidak bertentangan dengan kaidah agama. Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah, serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian, zakat  boleh disalurkan untuk pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang mengandung manfaat bagi umat Islam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar