A.
ZAKAT
HASIL TANAH YANG DISEWAKAN
1.
Pengertian
Zakat secara bahasa artinya suci, tumbuh
berkembang dan berkah. Makna zakat secara bahasa ini mencerminkan sifat zakat yang dapat
mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat
dikembangkan berupa kebaikan bagi si muzakki
dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq
Menurut
syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.”
Jadi, zakat adalah kewajiban seseorang
untuk mengeluarkan sebagian harta miliknya
yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada orang yang berhak
menerimanya (mustahiq) Zakat sering
juga disebut shadaqah karena tindakan itu adalah tindakan yang benar (shidq).
2.
Pengertian
dan Dasar Hukum-Nya
Berikut
beberapa komponen yang harus
terpenuhi dalam transaksi zakat hasil tanah yang disewakan, yakni harus
ada:
a. Sebidang tanah yang disewakan,
b. Pemilik tanah (Orang yang
menyewakan tanahnya kepada orang lain),
c. Penyewa tanah sekaligus penggarap
tanah yang disewakan.
Zakat
hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku
untuknya istilah syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya.
Jika satu tahun itu dua kali panen, maka zakatnyapun dua kali.
3.
Siapa
yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya
Ketentuan
bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya tidak
memunculkan masalah jika tanah itu ditanami oleh pemiliknya langsung.
Persoalannya jika tanah itu disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan
memunculkan masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang
disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang bercocok tanam).
Untuk
menjawab kasus hukum ini tidak terdapat kata sepakat di kalangan para ulama
mereka berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.
a. Menurut Jumhur ulama, bahwa yang
wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan adalah pihak penyewa. Mereka beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya
adalah hasil tanahnya bukan tanahnya.
b. Menurut pendapat Abu Hanifah dan
pengikutnya bahwa pemilik tanahlah yang
wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang
diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
c. Imam Malik, Syafi’i, Imam
At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa
tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point
pertama.
B.
ZAKAT
HASIL JASA (PROFESI)
1.
Pengertian
dan Hukumnya
Zakat
profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik, zakatnya dapat
dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih dahulu
untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan
profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya bukanlah termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan
mereka tergolong orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), seperti tukang
beca.
2.
Cara
Mengeluarkan dan Nisabnya
Berapa
nisab (batas minimal) dan prosentase yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan
pendapat para ulama terhadap penetapan nisabnya:
a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu
Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi
sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg.
sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang
pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan
gaji atau honor.
b. Jumhur ulama berijtihad bahwa
nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari
penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah
yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 %
setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah
ditetapkan oleh Hadits.
c. Terdapat juga pendapat yang
mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan)
maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.
Maka adanya zakat profesi sebagai
hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang memberikan pintu
kemudahan, dalam hal ini penunaian zakat secara ta’jil (disegerakan) dapat
menghilangkan kealfaan seseorang dalam penunaian zakat.
C.
ZAKAT
PRODUKTIF
Permasalahannya
yang kemuidan muncul bagaimana hukum penyaluran zakat untuk modal usaha,
berikut bahasannya.
1.
Gagasan
Zakat Produktif
Ide
untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika fokus perhatian
dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan masakin tidak semuanya
orang-orang yang memiliki keterbatasan
kekuatan fisik namun di antara mereka terdapat banyak yang memiliki kesehatan
fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal,
sehingga keluar ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan
sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya dan sekaligus
mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan
dalam zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat
sebagai modal yang terus dikembangkan.
2.
Prospek
Zakat Produktif
Bagi
mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq aktif, mereka masih berumur
produktif dan memiliki badan yang sehat
maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara produktif yaitu
dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha. Oleh karena itu diperlukan sikap
pro-aktif dari mustahiq untuk mencurahkan kemampuannya dalam pengembangan modal dari zakat itu.
Selain
itu di masyarakat terdapat banyak keahlian yang dimiliki oleh mereka yang
tergolong mustahiq yang tampaknya diperoleh tanpa melalui latihan khusus
seperti pedagang kaki lima, sopir, pengrajin tangan, tukang kuli batu, dan lain
sebagainya. Jika penyaluran zakat dilakukan dengan baik serta penggunaannya
terbilang optimal, maka hal ini akan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka
yang tergolong lemah untuk selanjutnya diharapkan kehidupan mereka tidak
bergantung kepada zakat.
D.
PENYALURAN
ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID
Penjelasan
tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas diinformasikan
oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok
yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat
disalurkan untuk pembangunan dan pemugaran mesjid. Namun sebelumnya mari kita
lihat dulu 8 mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat), sebagaimana
penjelasannya di bawah ini:
1.
Kelompok
Mustahiq Zakat
Delapan
kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam Qs. at-Taubat ayat 60,
yang penjelasannya sebagai berikut:
a.
Fuqara, yaitu Orang yang tidak memiliki
harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari,
b.
Masakin, yaitu Orang yang memiliki
pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
c.
Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja memungut zakat (panitia zakat),
d.
Muallaf, pengertiannya dapat berarti
orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk
menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat. Atau orang kafir yang berniat
untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi zakat supaya
niat masuk Islamnya menjadi kuat.
e.
Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak
merdeka, dikuasai oleh tuannya.
f.
Garimin, yaitu oraang yang memiliki
tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut untuk kepentingan pribadinya atau hutang
karena untuk biaya kebajikan.
g.
Sabilillah, yaitu para tentara yang
berperang melawan serangan orang kafir.
h.
Ibnu Sabil. Yaitu orang yang sedang
melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan,
seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
2.
Hukum
Zakat untuk Pembangunan Mesjid
Di
antara ke-delapan macam mustahiq zakat seperti tersebut di atas, terdapat
mustahiq yang disebut sabilillah yang
secara bahasa artinya jalan Allah. Para ulama dalam memahami kata sabilillah tidak hanya terbatas pada
makna hakiki yaitu para pejuang yang berperang menegakkan agama Allah tapi
memahaminya juga dari makna majazinya yang bersifat umum. Terkait dengan makna yang
tersebut terakhir ini, para ulama memiliki penafsiran yang beraneka ragam.
Istilah
sabilillah memiliki arti kemaslahatan
ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti pembangunan mesjid,
rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya.
Pengertian
mazaj semacam ini dalam hukum Islam
dapat ditolelir selama tidak bertentangan dengan kaidah agama. Keberadaan
mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan hanya sebagai
tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah, serta sosial
kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian,
zakat boleh disalurkan untuk pembangunan
mesjid karena mesjid termasuk sabilillah
yang mengandung manfaat bagi umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar