Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI DAN NIKAH MUT'AH



PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI DAN NIKAH MUT’AH
 
A.   Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung di dalamnya nila-inilai ibadah. Kelayakan manusia untuk menerima syariat tersebut paling tidak diperkuat oleh tiga argumen, yaitu:
1. Manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik,
2. Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan,
3. Pernikahan dalam Islam disebut sebagai prilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Pada zaman Jahiliyah telah dikenal bebarapa praktek perkawinan yang merupakan warisan turun temurun dari perkawinan Romawi dan Persia.
a.   Perkawinan pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan bebas pria dan wanita sebelum perkawinan yang resmi dilangsungkan yang tujuannya untuk mengetahui kepribadian masing-masing pasangan
b.   Nikah badl, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki lain untuk saling menukar istrinya.
c.   Nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki kaya, bangsawan atau orang pandai agar bersedia mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci sampai ia hamil. Setelah itu baru si suami mengumpulinya.
d.   Nikah Raht (urunan), seorang wanita dikumpuli oleh beberapa pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir, lalu wanita itu menunjuk salah satu pria yang telah mengumpulinya untuk mengakui bayi yang telah dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah ini sama dengan nikah baghaaya (nikah pelacur).

B.   Hikmah Nikah 
Hikmah-hikmah menikah ialah sebagai berikut:
1. Nafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia.
2. Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih-sayang.
4. Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat potensi diri.
5. Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri.

C.     Hukum Pernikahan
Berikut saya paparkan hukum-hukum pernikahan dalam Islam, yaitu:
1. Wajib, hukum ini layak dibebakan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah perzinahan. 
2. Sunah, hukum ini pantas  bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina. Maka bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah.
3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah  akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.

D.     Hukum Pernikahan Monogami dan Poligami 
Monogami berarti sistem yang memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu isteri pada jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memberikan  landasan dan modal utama dalam pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia
Poligami berarti suami punya istri lebih dari satu juga isteri punya suami lebih dari satu. Maka secara kebahasaan yang lebih tepat adalah poligini artinya “Sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai isterinya di waktu yang bersamaan”.
 
E.     Kebolehan Berpoligami
Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 3 Yang rtinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Dengan ayat ini maka hukum berpoligami adalah “boleh” tapi harus adil dan paling banyak sebanyak empat istri saja, lebih dari itu hukumnya menjadi haram.

F.     Hikmah dari Poligami
Adapun hikmah memiliki istri lebih dari satu (poligami), yakni:
1.   Untuk mendapatkan anak bagi suami yang subur dan isteri yang mandul.
2.   Menjaga keutuhan keluarga tanpa harus mencerai isteri pertama meski ia tidak berfungsi semestinya sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
3.   Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari perbuatan free sex.
4.   Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari krisis akhlak (melacur), terutama bagi mereka yang tinggal di negara yang jumlah wanitanya lebih banyak dibanding laki-laki  akibat peperangan misalnya.

G.     Nikah Mut’ah 
Kata mut’ah mempunyai arti antara lain bekal yang sedikit dan barang yang menyenangkan. Secara terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat (menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan dengan imbalan uang yang tertentu pula.
Dilihat dari penetapan pembatasan waktu (ta’qit) tersebut,   pernikahan semacam itu bertentangan dengan syariat Islam yang menghendaki pernikahan itu tidak terbatas oleh waktu.  Diakui, bahwa nikah mut’ah pada zaman Nabi diperbolehkan namun tidak berlaku untuk semua orang hanya untuk orang tertentu dikarenakan terdapat  suatu kondisi  yang sangat mendesak. 
Berdasarkan keterangan di atas, maka jelaslah bahwa kebolehan hukum nikah mut’ah pada zaman Nabi itu memiliki alasan sebagai yakni; Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan jalan keluar dari problematika yang dihadapi oleh dua kelompok orang yang imannya kuat dan imannya lemah.
Namun, demikian penghalalan nikah mut’ah pada masa sekarang ini dapat dikatakan bathil dan  sangat mudah untuk ditolak baik secara aqli maupun naqli. Karena alasan sebagai berikut:
1. Islam menetapkan pernikahan sebagai  ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan menumbuhkan cinta, kasih sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng.
2. Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah mundur dari sesuatu yang telah ditetapkan secara sempurna oleh Islam.
3. Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah mut’ah merupakan alasan yang terlalu dibuat-buat. Sebab alasan darurat diperbolehkannya nikah mut’ah pada zaman Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri mereka tinggal berjauhan, sulit mereka untuk bertemu.
4. Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah sangat merusak dimensi sosial. Sebab akibat nikah mut’ah akan bermunculan  perempuan-perempuan yang kehilangan suaminya, seakan-akan wanita dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan muncul anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya.
Maka tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kembali mengahalakan nikah mut’ah sekarang ini. Hukum nikah  mut’ah  ini telah tegas keharamannya baik dilihat secara akal dan wahyu. “Yang haram telah jelas dan yang halalpun telah jelas”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar