Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 15 Juli 2019

KUMPULAN RESUME KB1 KB2 KB3 KB4 MODUL FIQIH PPG PAI



KB 1 : ZAKAT

A. ZAKAT HASIL TANAH YANG  DISEWAKAN 

1.  Pengertian

Zakat secara bahasa artinya suci, tumbuh berkembang dan berkah. Makna zakat secara bahasa ini  mencerminkan sifat zakat yang dapat mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat dikembangkan berupa kebaikan bagi si muzakki dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq
Menurut syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.” Jadi, zakat adalah  kewajiban seseorang untuk mengeluarkan sebagian harta miliknya  yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) Zakat sering juga disebut shadaqah karena tindakan itu adalah tindakan yang benar (shidq).

2.  Pengertian dan Dasar Hukum-Nya 
Berikut beberapa komponen yang  harus terpenuhi  dalam transaksi  zakat hasil tanah yang disewakan, yakni harus ada:
a.  Sebidang tanah  yang disewakan,
b.  Pemilik tanah (Orang yang menyewakan tanahnya kepada orang lain),
c.  Penyewa tanah sekaligus penggarap tanah yang disewakan.
Zakat hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku untuknya  istilah  syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika satu tahun itu dua kali panen, maka zakatnyapun dua kali.

3.  Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya
Ketentuan bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya tidak memunculkan masalah jika tanah itu ditanami oleh pemiliknya langsung. Persoalannya jika tanah itu disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan memunculkan masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang bercocok tanam).
Untuk menjawab kasus hukum ini tidak terdapat kata sepakat di kalangan para ulama mereka berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.
a.    Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan  adalah pihak penyewa. Mereka  beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil tanahnya bukan tanahnya.
b.    Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa  pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
c.    Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point pertama.

B. ZAKAT HASIL JASA (PROFESI) 

1. Pengertian dan Hukumnya
Zakat profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik, zakatnya dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih dahulu untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bukanlah termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan mereka tergolong orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), seperti tukang beca.

2. Cara Mengeluarkan dan Nisabnya
Berapa nisab (batas minimal) dan prosentase yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan pendapat para ulama terhadap penetapan nisabnya:
a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg. sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor.
b. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits.
c. Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.
Maka adanya zakat profesi sebagai hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang memberikan pintu kemudahan, dalam hal ini penunaian zakat secara ta’jil (disegerakan) dapat menghilangkan kealfaan seseorang dalam penunaian zakat.  
  
C. ZAKAT PRODUKTIF 

Permasalahannya yang kemuidan muncul bagaimana hukum penyaluran zakat untuk modal usaha, berikut bahasannya. 

1.          Gagasan Zakat Produktif 

Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika fokus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan masakin tidak semuanya orang-orang  yang memiliki keterbatasan kekuatan fisik namun di antara mereka terdapat banyak yang memiliki kesehatan fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal, sehingga keluar ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya dan sekaligus mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang terus dikembangkan.
 
2.          Prospek Zakat Produktif

Bagi mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq aktif, mereka masih berumur produktif dan  memiliki badan yang sehat maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara produktif yaitu dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha. Oleh karena itu diperlukan sikap pro-aktif dari mustahiq untuk mencurahkan kemampuannya dalam pengembangan  modal dari zakat itu. 
Selain itu di masyarakat terdapat banyak keahlian yang dimiliki oleh mereka yang tergolong mustahiq yang tampaknya diperoleh tanpa melalui latihan khusus seperti pedagang kaki lima, sopir, pengrajin tangan, tukang kuli batu, dan lain sebagainya. Jika penyaluran zakat dilakukan dengan baik serta penggunaannya terbilang optimal, maka hal ini akan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka yang tergolong lemah untuk selanjutnya diharapkan kehidupan mereka tidak bergantung kepada zakat.

D. PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID

Penjelasan tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas diinformasikan oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat disalurkan untuk pembangunan dan pemugaran mesjid. Namun sebelumnya mari kita lihat dulu 8 mustahiq zakat (orang yang berhak menerima zakat), sebagaimana penjelasannya di bawah ini:

1.          Kelompok Mustahiq Zakat 

Delapan kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam Qs. at-Taubat ayat 60, yang penjelasannya sebagai berikut:
a. Fuqara, yaitu Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari,
b. Masakin, yaitu Orang yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
c. Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja  memungut zakat (panitia zakat),
d. Muallaf, pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat. Atau orang kafir yang berniat untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.
e. Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak merdeka,  dikuasai oleh tuannya.
f. Garimin, yaitu oraang yang memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut  untuk kepentingan pribadinya atau hutang karena untuk biaya kebajikan.
g. Sabilillah, yaitu para tentara yang berperang melawan serangan orang kafir. 
h. Ibnu Sabil. Yaitu orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
2.          Hukum Zakat untuk Pembangunan Mesjid
Di antara ke-delapan macam mustahiq zakat seperti tersebut di atas, terdapat mustahiq yang disebut sabilillah yang secara bahasa artinya jalan Allah. Para ulama dalam memahami kata sabilillah tidak hanya terbatas pada makna hakiki yaitu para pejuang yang berperang menegakkan agama Allah tapi memahaminya juga dari makna  majazinya  yang bersifat umum. Terkait dengan makna yang tersebut terakhir ini, para ulama memiliki penafsiran yang beraneka ragam. 
Istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya.
Pengertian mazaj semacam ini dalam hukum Islam dapat ditolelir selama tidak bertentangan dengan kaidah agama. Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah, serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. Dengan demikian, zakat  boleh disalurkan untuk pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang mengandung manfaat bagi umat Islam.

KB 2 : PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI DAN NIKAH MUT’AH
 
A. Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung di dalamnya nila-inilai ibadah. Kelayakan manusia untuk menerima syariat tersebut paling tidak diperkuat oleh tiga argumen, yaitu:
1.  Manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik,
2.  Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan,
3.  Pernikahan dalam Islam disebut sebagai prilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia.
Pada zaman Jahiliyah telah dikenal bebarapa praktek perkawinan yang merupakan warisan turun temurun dari perkawinan Romawi dan Persia.
a.Perkawinan pacaran (khidn), yaitu berupa pergaulan bebas pria dan wanita sebelum perkawinan yang resmi dilangsungkan yang tujuannya untuk mengetahui kepribadian masing-masing pasangan
b.Nikah badl, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki lain untuk saling menukar istrinya.
c.Nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki kaya, bangsawan atau orang pandai agar bersedia mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci sampai ia hamil. Setelah itu baru si suami mengumpulinya.
d.Nikah Raht (urunan), seorang wanita dikumpuli oleh beberapa pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir, lalu wanita itu menunjuk salah satu pria yang telah mengumpulinya untuk mengakui bayi yang telah dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah ini sama dengan nikah baghaaya (nikah pelacur).

B. Hikmah Nikah 
Hikmah-hikmah menikah ialah sebagai berikut:
1.  Nafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia.
2.  Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.
3.  Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih-sayang.
4.  Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat potensi diri.
5.  Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri.

C. Hukum Pernikahan
Berikut saya paparkan hukum-hukum pernikahan dalam Islam, yaitu:
1.  Wajib, hukum ini layak dibebakan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah perzinahan. 
2.  Sunah, hukum ini pantas  bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina. Maka bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah.
3.  Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah  akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.

D. Hukum Pernikahan Monogami dan Poligami 
Monogami berarti sistem yang memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu isteri pada jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memberikan  landasan dan modal utama dalam pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia
Poligami berarti suami punya istri lebih dari satu juga isteri punya suami lebih dari satu. Maka secara kebahasaan yang lebih tepat adalah poligini artinya “Sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai isterinya di waktu yang bersamaan”.
 
E. Kebolehan Berpoligami
Allah swt berfirman dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 3 Yang rtinya: “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. Dengan ayat ini maka hukum berpoligami adalah “boleh” tapi harus adil dan paling banyak sebanyak empat istri saja, lebih dari itu hukumnya menjadi haram.

F. Hikmah dari Poligami
Adapun hikmah memiliki istri lebih dari satu (poligami), yakni:
1.Untuk mendapatkan anak bagi suami yang subur dan isteri yang mandul.
2. Menjaga keutuhan keluarga tanpa harus mencerai isteri pertama meski ia tidak berfungsi semestinya sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
3. Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari perbuatan free sex.
4.Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari krisis akhlak (melacur), terutama bagi mereka yang tinggal di negara yang jumlah wanitanya lebih banyak dibanding laki-laki  akibat peperangan misalnya.

G. Nikah Mut’ah 
Kata mut’ah mempunyai arti antara lain bekal yang sedikit dan barang yang menyenangkan. Secara terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat (menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan dengan imbalan uang yang tertentu pula.
Dilihat dari penetapan pembatasan waktu (ta’qit) tersebut,   pernikahan semacam itu bertentangan dengan syariat Islam yang menghendaki pernikahan itu tidak terbatas oleh waktu.  Diakui, bahwa nikah mut’ah pada zaman Nabi diperbolehkan namun tidak berlaku untuk semua orang hanya untuk orang tertentu dikarenakan terdapat  suatu kondisi  yang sangat mendesak. 
Berdasarkan keterangan di atas, maka jelaslah bahwa kebolehan hukum nikah mut’ah pada zaman Nabi itu memiliki alasan sebagai yakni; Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan jalan keluar dari problematika yang dihadapi oleh dua kelompok orang yang imannya kuat dan imannya lemah.
Namun, demikian penghalalan nikah mut’ah pada masa sekarang ini dapat dikatakan bathil dan  sangat mudah untuk ditolak baik secara aqli maupun naqli. Karena alasan sebagai berikut:
1.  Islam menetapkan pernikahan sebagai  ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan menumbuhkan cinta, kasih sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng.
2.  Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah mundur dari sesuatu yang telah ditetapkan secara sempurna oleh Islam.
3.  Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah mut’ah merupakan alasan yang terlalu dibuat-buat. Sebab alasan darurat diperbolehkannya nikah mut’ah pada zaman Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri mereka tinggal berjauhan, sulit mereka untuk bertemu.
4.  Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah sangat merusak dimensi sosial. Sebab akibat nikah mut’ah akan bermunculan  perempuan-perempuan yang kehilangan suaminya, seakan-akan wanita dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan muncul anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya.
Maka tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kembali mengahalakan nikah mut’ah sekarang ini. Hukum nikah  mut’ah  ini telah tegas keharamannya baik dilihat secara akal dan wahyu. “Yang haram telah jelas dan yang halalpun telah jelas”.

KB 3 : BANK, RIBA DAN FEE

A. Bank

Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau  orang lain. Dari pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang. Yang dimaksud dengan bank non Islam (convensional bank) adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman  modal) dan usaha-usaha yang produktif dengan sistem bunga. Contohnya  BNI , BRI. BCA dan sebagainya. 
Sedangan yang dimaksud dengan bank Islam  adalah suatau lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga. Contohnya  Bank Muamalat. Tujuan didirikannya bank Islam adalah untuk menghindari bunga uang yang diberlakukan oleh bank convensional. Dari definsi di atas maka dapat dibedakan antara bank convensional dengan bank Islam yaitu bank convensional memakai sistem bunga sedangkan bank Islam tidak. 
Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank Islam menempuh cara-cara  sebagai berikut:
1.  Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga).
2.   Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana).
3.  Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank dan penguasa sama-sama mempunyai andil  (saham) pada usaha patungan.
4.  Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur).
5.  Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposito di bank Islam.
6.  Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung.
7.  Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya.

B. Riba

1. Pengertian, hukum dan Jenisnya

Secara bahasa, kata riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti  tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu pengembalian uang pinjaman,  riba semacam ini disebut dengan riba nasiah. 
Menurut Satria Effendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam  kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam.
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur.
a.Terdapat tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
b. Tambahan itu tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam.
c. Tambahan itu disyaratkan dalam bentuk pemberian piutang dan tenggang waktu.
Selain riba nasiah seperti telah dijelaskan, dalam kajian fiqh dikenal juga riba dalam bentuk lain yang disebut dengan riba fadhal. Menurut Ibnu Qayyum, riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya.

2.   Hikmah Keharaman Riba

Memperhatikan praktek riba dan segala konsekuensi yang diakibatkan, maka dapat diberkesimpulan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh praktek riba dapat merusak tatanan kehidupan seseorang baik secara personal maupun sosial yang diistilahkan dalam agama jauh dari keberkahan hidup.
Jika praktek riba dibiarkan tanpa usaha untuk mengembalikan kepada sistem perekonomian Islam yang terbebas dari sistem riba  maka sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah akan tetap merajai sistem perekonomian dan di saat itu pula terjadi kegersangan  yang dahsyat bagi kehidupan manusia modern. Di sisi lain akan semakin kuatlah adigium yang menyatakan bahwa orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas.

3.   Ikhtilaf  Hukum Bunga Bank

Terhadap konsep bunga bank seperti tersebut terdapat perbedaan sikap para ulama dalam menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat kelompok ulama tentang hukum bunga bank.
a.                                                Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la alMaududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman bunga bank,  keharamannya bersifat mutlak.
b.                                                Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif  seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang bersifat produktif  tidaklah termasuk haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini  membedakan antara riba dengan rente. Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal usaha yang menghasilkan keuntungan.
c.                                                Yang termasuk kepada kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda  sebagaimana yang dimaksud dalam ayat yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130)
d.                                                Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya).

C. Bank dan Fee

Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank.
Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama  tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank, maka merekapun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil manfaat dari sebuah transakasi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasonal.
Sedangkan ulama yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, merekapun mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.


KB 4 : KONSEP PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

A.   Sistem Khilafah 
Menurut  bahasa kata khilafah berasal dari bahasa Arab yang berarti pemerintahan dan kepemimpinan. Sedangkan secara istilah, khilafah berarti sistem pemerintahan yang diatur sesuai dengan ajaran Islam.  Dalam sejarah kata khilafah digunakan untuk sebutan bagi suatu pemerintahan pada masa tertentu seperti khilafah Abu Bakar, khilafah Umar, Usman Ali dan sebagainya. 
Berdasar definisi di atas nampaknya terdapat hubungan timbal balik antara agama dan negara dalam hal relasi saling ketergantungan. Meskipun antara memlihara agama dan mengatur negara kelihatannya berbeda namun dalam ajaran Islam nampak keduanya tidak bisa dipisahkan. Politik membutuhkan agama begitu sebaliknya agama membutuhkan politik, itulah khilafah dalam Islam.
Menurut Abu A’la al-Maududi, terdapat tiga tujuan utama pemerintahan  dalam Islam.
1.  Menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan. 
2.  Menegakkan sistem yang Islami melalui  cara yang dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah berkuasa untuk  menyebarkan kebaikan  serta memerintahkannya (amar ma’ruf) sejalan dengan misi utama kedatangan Islam   ke dunia.
3.  Menumpas akar-akar kejahatan dan kemungkaran yang merupakan perkara yang paling dibenci oleh Allah swt. 
Khilafah adalah sistem pemerintahannya sedangkan khalifah adalah pemimpinnya. Dalam Islam seseorang layak menjadi khalifah jika memenuhi syarat-syarat, yaitu: adil, berilmu, sanggup berijtihad, sehat mental dan fisiknya serta berani dan tegas. 

B.   Pembentukan Khilafah
Dalam sejarah Islam, pembentukan negara berdasar khilafah pernah dilakukan dengan tujuan agar hukum-hukum yang berdasar kepada al-Qur’an dan Hadits diharapkan dapat direalisasikan. Sistem yang berdasar kepada ajaran Islam tersebut bentuknya telah berakhir dengan selesainya khilafah Turki Usmani di Turki.
Pada perkembangan selanjutnya istilah pemerintahan berdasar khilafah nampaknya sudah tidak lagi digunakan oleh negara-negara Islam di dunia. Yang dapat diamati sekarang bahwa negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim sudah banyak mengambil sistem  pemerintahan lain  seperti demokrasi yang dianut negera  Mesir,  Irak  Indonesia, Turki dan sebagainya di samping terdapat  juga yang mengambil sistem negara kerajaan seperti Saudi Arabia, Maroko dan sebagainya.

C.   Dasar-Dasar Khilafah 
Dasar-dasar khilafah antara lain: 
1.  Sifat jujur, ikhlas serta tanggung jawab,
2.  Keadilan yang bersifat menyeluruh kepada rakyat,
3.  Tauhid (mengesakan Allah) yang mengandung arti taat kepada Allah, rasul-Nya dan pemimpin sebagai  kewajiban bagi setiap orang beriman,
4.  Adanya kedaulatan rakyat.
Namun alQur’an menekankan azas musayawarah dalam mengambil keputusan  penting. Adapun cara pengangkatan khalifah dapat kita lihat dalam perjalanan sejarah Islam, yakni :
a.  Pengangkatan khalifah melalui  pemilihan  oleh para tokoh ummat. 
b.  Pengangkatan berdasarkan usulan (wasiat) oleh khalifah sebelumnya seperti pengangkatan Umar bin Khattab sebagai khalifah.
c.  Pengangkatan khalifah melalui pemilihan yang langsung dilakukan oleh rakyat.
d.  Pengangkatan khalifah berdasarkan persetujuan secara bulat oleh rakyat karena calon khalifah dinilai memiliki jasa yang sangat besar seperti pengangkatan sultan Salim di Mesir.
e.  Pengangkatan khalifah berdasarkan keturunan. Bentuk ini dilakukan dalam sistem kerajaan.

D.   Baiat Khalifah 
Kata baiat berasal dari kata ba-’a yang berarti menjual. Dalam khilafah, baiat mengandung janji setia antara rakyat dengan khalifah Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun bahwa baiat adalah perjanjian atas dasar kesetiaan. Orang yang berbaiat harus menerima seseorang yang terpilih menjadi kepala negara sebagai pemimpinnya untuk melaksanakan semua urusan orang Islam.
Dalam baiat, rakyat berjanji setia untuk mentaati khalifah selama khalifah itu tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum Allah. Demikian juga khalifah, melaksanakan hak dan kewajibannya yaitu melaksanakan undang-undang demi mewujudkan keadilan sesuai dengan undang-undang Allah dan Rasul-Nya.

E.   Hak dan Kewajiban Rakyat 
Berikut ini adalah hak-hak  rakyat, yaitu :
1.  Hak keselamatan jiwa dan harta.
2.  Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan.
3.  Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan.
4.  Hak berkumpul dan menyatakan pendapat.
5.  Hak untuk bebas beragama.
6.  Hak mendapatkan bantuan materi bagi rakyat yang lemah.

F.   Kewajiban Rakyat kepada Khalifah 
Kewajiban terhadap khalifah, yaitu:
1.  Kewajiban  taat kepada khalifah.
2.  Kewajiban mentaati undang-undang dan tidak berbuat kerusakan.
3.  Membantu khalifah dalam semua usaha kebaikan
4.  Bersedia berkorban jiwa maupun harta dalam mempertahankan dan  membelanya.
5.  Menjaga Persatuan dan Kesatuan.

G.   Majlis Syura 
Kata “majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis dan kata syura. Majlis artinya tempat duduk syura artinya bermusyawarah. Dengan demikian majlis syura secara bahasa artinya tempat bermusyawarah (berunding).
Dikaitkan dengan sistem pemerintahan,  majlis syura memiliki pengertian tersendiri yaitu suatu lembaga negara yang terdiri dari para wakil rakyat yang bertugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis ini memiliki tugas utama yaitu mengangkat dan memberhentikan khalifah.

H.   Syarat-Syarat Menjadi anggota majlis syura
Untuk menjadi anggota  majlis syura, syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
1.  Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan.
2.  Berilmu pengetahuan yang luas.
3.  Memiliki kearifan dan wawasan yang luas.

 Sumber : http://ppg.siagapendis.com

@menzour_id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar