Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 11 Juli 2019

ZAKAT PRODUKTIF






















ZAKAT PRODUKTIF 

Kemunculan istiah di atas dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk “kritik” terhadap penyaluran zakat kepada  mustahiq yang pada umumnya bersifat konsumtif. Zakat yang diterima oleh mustahiq yang tersebut terakhir ini biasanya bersifat konvensional yaitu sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang sifatnya “menghabiskan”.

Namun di sisi lain terdapat mustahiq yang keberadaannya masih produktif baik dari tenaga, ilmu dan ketrampilan. Maka untuk kriteria mustahiq yang tersebut terakhir ini  zakat  dapat diarahkan menjadi modal usaha untuk pengembangan kemampuan yang dimilikinya. Permasalahannya yang kemuidan muncul bagaimana hukum penyaluran zakat untuk modal usaha, berikut bahasannya. 

1.  Gagasan Zakat Produktif 

Zakat merupakan ibadah maal (materi) yang memiliki fungsi strategis untuk membangun perekonomian ummat Islam. Kedukukannya sebagai salah satu rukun Islam menharuskan ummat Islam untuk mengimani dan melaksanakannya, sesekali orang yang menganggap zakat bukan rukun Islam, maka ia dapat dianggap kafir dan orang yang tidak berzakat padahal telah diwajibkan maka ia telah melakukan perbuatan dosa karena telah menolak perintah Allah dan  telah  mengabaikan hak para mustahiq.

Oleh karena itu, penunaian zakat bukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban tapi berdampak positif kepada kehidupan sosial karena keberadaannya dapat mensejahterkan kehidupan bagi orang yang tidak mampu. 

Bentuk dan macam zakat dalam Islam dengan melihat mustahiqnya dapat dibagi menjadi empat. 

Pertama: Konsumtif tradisional, seperti zakat fitrah. 

Kedua, konsumtif kreatif, contohnya bea siswa. Ketiga Produktif tradisional, seperti pemberian ternak dan alat pertukangan. Dan keempat produktif kreatif , yaitu zakat untuk modal usaha.

Bentuk mustahiq zakat pada point 2 sampai point empat keberadaan zakat bagi penrimanya berpotensi untuk membangun dan  meningkatkan perekonomian. Keberadaannya dapat mengentaskan kemiskinan dan kemelaratan..  Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul ketika okus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para fuqara dan masakin tidak semuanya orang-orang  yang memiliki keterbatasan kekuatan fisik namun di antara mereka terdapat banyak yang memiliki kesehatan fisik dan keahlian yang dapat dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal, sehingga keluar ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya dan sekaligus mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini adalah kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang terus dikembangkan. 

2.  Prospek Zakat Produktif

Prospek ke depan, zakat yang diperoleh dari hasil usaha ini memiliki peluang yang cerah jika pengelolaannya dilakukan secara baik dan profesional. Pengelolaan itu dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya mustahiq yang potensial yang jumlahnya cukup banyak.

Lain halnya ketika menghadapi mustahiq zakat yang konsumtif, yaitu yang  tidak memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengembangkan zakat seperti orang jompo, anak yatim yang masih kecil, orang dewasa yang cacat atau sakit berat maka zakat untuk mereka ini hanya untuk membantu kelangsungan hidup mereka karena mereka lebih banyak bersifat pasif. 

Bagi mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq aktif, mereka masih berumur produktif dan  memiliki badan yang sehat maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara produktif yaitu dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha. 

Oleh karena itu diperlukan sikap pro-aktif dari mustahiq untuk mencurahkan kemampuannya dalam pengembangan  modal dari zakat itu. 

Menurut hemat penulis, usaha pengembangan zakat menjadi modal usaha memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang cukup handal, oleh karena itu diperlukan peningkatan diperlukan upaya untuk meningkatkan SDM (sumber daya manusia) mustahiq dengan mengadakan pelatihan atau training yang dapat dilakukan oleh badan, seperti bazis atau pemerintah, sehingga mereka benar-benar memiliki keahlian yang mapan untuk dapat mengembangkan modal usaha yang didapat dari zakat tersebut.

Selain itu di masyarakat terdapat banyak keahlian yang dimiliki oleh mereka yang tergolong mustahiq yang tampaknya diperoleh tanpa melalui latihan khusus seperti pedagang kaki lima, sopir, pengrajin tangan, tukang kuli batu, dan lain sebagainya. 

Jika penyaluran zakat dilakukan dengan baik serta penggunaannya terbilang optimal, maka hal ini akan dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka yang tergolong lemah untuk selanjutnya diharapkan kehidupan mereka tidak bergantung kepada zakat.

Untuk mereka, zakat hanya modal pertama saja selanjutnya mereka tidak lagi sebagai mustahiq zakat, tapi menjadi orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki). 

Uraian di atas memperlihatkan bahwa sesungguhnya keberadaan zakat produktif itu dapat dibenarkan selain itu masalah tekni saja, pemberian modal kepada mustahiq zakat sebagai modal usaha berarti memberikan perhatian kepada para mustahiq untuk hidup lebih layak,  hal ini  merupakan ajaran Islam seperti diperkuat oleh al-Qur’an:

Artinya: “Berinfaklah untuk orang-orang faqir yang terikat oleh jihad di jalan Allah, mereka tidak mampu berusaha di bumi. Orang yang tidak tahu, menyangka mereka adalah orang yang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu melihat mereka dengan melihat sifat-sifatnya. Mereka tidak meminta-minta  kepada orang secara medesak. Dan apa yang kamu nafkahkan di jalan Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 273) 

Hikmah yang dapat dipetik dari praktek zakat produktif di antaranya agar terjadi komunikasi yang dapat menghilangkan menara gading antara si miskin dengan si kaya. Efek yang ditimbulkannya menjadikan si muzakki (pemberi zakat) akan merasa puas dan senang karena zakatnya bisa berkembang, di sisi lain menjadikan mustahiq tidak menjadi mental pengemis dan tersalurkan kemampuannya.

Dengan demikian terjadi hubungan yang signifikan antara keberadaan zakat produktif  dengan peningkatan sumber daya manusia. Dan yang terpenting lagi, dengan zakat produktif tidak terjadi sikap pembiaran terhadap fakir miskin dan telah menyelamatkan bahaya dari kefakiran yang dapat menjadikan seorang menjadi kafir,  sebagaimana diperkuat oleh Hadits Nabi:



Artinya: “Kefakiran (kemiskinan) berakibat kepada kekafiran.” 


Sumber : http://ppg.siagapendis.com

@menzour_id

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar