PENYALURAN
ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID
Penjelasan
tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas diinformasikan
oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok
yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat
disalurkan untuk pembangunan dan pemugaran mesjid.
Uraian berikut mencoba untuk
menjelaskan hukum penyaluran kepada sesuatu yang diluar asnaf (kelompok
mustahiq zakat tersebut.
1.Kelompok
Mustahiq Zakat
Jumhur
ulama sepakat bahwa kelompok mustahiq zakat itu terdiri delapan asnaf.
Kesepakatan tersebut didasari oleh ayat al-Qur’an surat al-Taubat ayat 60 sebagai berikut:
Artinya:
“Shadaqah adalah hak untuk faqir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, orang
yang terlilit hutang, di jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan
(musafir). Sebagai kewajiban yang datang dari Allah dan Allah Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS.
at-Taubah: 60)
Delapan
kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam ayat di atas,
penjelasannya sebagai berikut.
Fuqara,
yaitu Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari.
Orang yang termasuk kelompok ini tidak memiliki suami
(isteri), ayah, ibu, dan anak yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masakin,
yaitu Orang yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi
kebutuhannya,
Amilin
yaitu Yaitu orang yang bekerja memungut
zakat (panitia zakat).
Muallaf,
pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih
lemah, maka untuk menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat.
Atau orang kafir
yang berniat untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat
diberi zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.
Budak,
yaitu orang yang hidupnya tidak merdeka,
dikuasai oleh tuannya. Orang yang terlilit hutang, yaitu oraang yang
memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut untuk kepentingan pribadinya atau hutang
karena untuk biaya kebajikan.
Orang yang berjuang di jalan Allah, yaitu para
tentara yang berperang melawan serangan orang kafir.
Orang
yang sedang dalam perjalanan. Yaitu orang yang sedang melakukan sebuah
perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti pelajar
atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.
2.Hukum Zakat untuk Pembangunan Mesjid
Seperti terungkap di muka, permasalahan
yang muncul adalah, apa hukum zakat untuk pembangunan mesjid? Sebab dalam surat
at-Taubah ayat 60, sebagaimana dijelaskan di atas, pembangunan dan pemugaran
mesjid tidak termasuk ke dalam mustahiq zakat.
Oleh karena itu, untuk menjawab
pertanyaan di atas diperlukan ijtihad yang dapat menentukan pintu masuk kepada
kelompok mana zakat untuk pembangunan mesjid itu?
Di antara ke-delapan macam mustahiq
zakat seperti tersebut di atas, terdapat mustahiq yang disebut sabilillah yang
secara bahasa artinya jalan Allah.
Para ulama dalam memahami kata sabilillah
tidak hanya terbatas pada makna hakiki yaitu para pejuang yang berperang
menegakkan agama Allah tapi memahaminya juga dari makna majazinya
yang bersifat umum.
Terkait dengan makna yang tersebut terakhir ini,
para ulama memiliki penafsiran yang beraneka ragam.
Menurut Mahmud Syaltut, istilah
sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum
muslimin seperti pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan
sebagainya.
Memperkuat pendapatnya, Syaltut mengutip pendapat Imam Al-Razi yang
mengatakan bahwa kata sabilillah tidak terbatas pada arti tentara.
Syaltut juga mengutip pendapat
al-Qaffal yang berpendapat bahwa boleh menyalurkan zakat ke semua bentuk
kebaikan seperti untuk mengurus mayat, membangun benteng, dan pembangunan
mesjid.
Tetapi Syaltut memberikan catatan bahwa zakat yang diperbolehkan untuk
pembangunan mesjid dengan syarat mesjid itu hanya satu-satunya di suatu desa,
atau untuk pembangunan mesjid baru karena mesjid yang tersedia tidak cukup lagi untuk menampung jamaah.
Menurut Syaltut, arti sabilillah dapat
disimpulkan menyangkut pemeliharaan posisi materi dan spritual suatu bangsa
termasuk di dalamnya mesjid.
Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah
semua perkara yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat dapat dimasukkan ke
dalam sabilillah, seperti perkara yang menyangkut masalah agama dan
pemerintahan, seperti masalah pelayanan haji.
M. Rasyid Ridha berpendapat bahwa,
istilah sabilillah mencakup semua kepentingan syariah secara umum yang
berkenaan dengan masalah agama dan negara dan yang terpenting, untuk persiapan
kepentingan perang dengan membeli persenjataan.
Menurut Yusuf Qardhawi, istilah
sabilillah memiliki arti yang lentur, yaitu semua sarana yang dapat
dipergunakan untuk memperjuangkan kemajuan ummat Islam dan melawan semua bentuk
serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah.
Lebih rinci, beliau menyebutkan usaha
pembebasan Islam dari kekuasaan dengan memerangi kaum kafir, sarana pendidikan dan pengajaran
serta lembaga da’wah, surat kabar
islami, penerbitan buku-buku islami dan para da’i,
semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan ke dalam cakupan makna
sabilillah.
Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah
sabilillah adalah semua jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhaan Allah,
baik berupa ilmu atau amal.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, maka dapatlah
disimpulkan bahwa pengertian sabilillah secara umum (mazaj) dapat mencakup
semua jalan kebaikan yang manfaatnya kembali kepada ummat Islam termasuk di
dalamya adalah masjid, penyebutan sarana ibadah
yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut oleh Mahmud Syaltut
pada point pertama.
Pengertian mazaj semacam ini dalam
hukum Islam dapat ditolelir selama tidak bertentangan dengan kaidah agama.
Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan
hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah,
serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt.
Dengan
demikian, zakat boleh disalurkan untuk
pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang mengandung manfaat
bagi umat Islam.
Selanjutnya menurut hemat penulis,
skala prioritas harus diutamakan. Terlebih sekarang ini, keberadaan mesjid di
masyarakat begitu banyak dan pesat, sehingga jarak mesjid sangat berdekatan dan
relatif jamaahnya di beberapa mesjid ditemukan sangat sedikit.
Mengingat hal itu, penulis sejalan
dengan Mahmud Syaltut yang berpendapat bahwa penyaluran zakat untuk mesjid itu
harus diutamakan untuk mesjid baru yang dibangun karena mesjid yang berdekatan
sudah tidak mampu lagi untuk menampung jamaah atau untuk agenda perluasan
mesjid karena daya tampungnya tidak lagi
mencukupi untuk menampung jamaah.
Sumber : http://ppg.siagapendis.com
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar