Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 11 Juli 2019

HUKUM BERZAKAT UNTUK MASJID


    
      PENYALURAN ZAKAT UNTUK PEMBANGUNAN MESJID


Penjelasan tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah cukup jelas diinformasikan oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah mesjid tidak terdapat dalam kelompok yang delapan tersebut, inilah yang menimbulkan permasalahan apakah zakat dapat disalurkan untuk pembangunan dan pemugaran mesjid. 

Uraian berikut mencoba untuk menjelaskan hukum penyaluran kepada sesuatu yang diluar asnaf (kelompok mustahiq zakat tersebut.
  
1.Kelompok Mustahiq Zakat 

Jumhur ulama sepakat bahwa kelompok mustahiq zakat itu terdiri delapan asnaf. Kesepakatan tersebut didasari oleh ayat al-Qur’an surat al-Taubat  ayat 60 sebagai berikut:



Artinya: “Shadaqah adalah hak untuk faqir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, orang yang terlilit hutang, di jalan Allah, dan orang yang dalam perjalanan (musafir). Sebagai kewajiban yang datang dari Allah dan Allah Maha Mengetahui  dan Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 60) 

Delapan kelompok (mustahiq) zakat sebagaimana tercantum dalam ayat di atas, penjelasannya sebagai berikut.

Fuqara, yaitu Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. 

Orang yang termasuk kelompok ini tidak memiliki suami (isteri), ayah, ibu, dan anak yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Masakin, yaitu Orang yang memiliki pekerjaan, tapi hasilnya tidak dapat memenuhi kebutuhannya,

Amilin yaitu Yaitu orang yang bekerja  memungut zakat (panitia zakat).

Muallaf, pengertiannya dapat berarti orang yang baru masuk Islam sedangkan imannya masih lemah, maka untuk menguatkannya perlu diyakinkan dengan zakat. 

Atau orang kafir yang berniat untuk masuk Islam, tapi masih tipis keimanannya, maka ia dapat diberi zakat supaya niat masuk Islamnya menjadi kuat.

Budak, yaitu orang yang hidupnya tidak merdeka,  dikuasai oleh tuannya. Orang yang terlilit hutang, yaitu oraang yang memiliki tunggakan hutang kepada orang lain baik hutang tersebut  untuk kepentingan pribadinya atau hutang karena untuk biaya kebajikan. 

Orang yang berjuang di jalan Allah, yaitu para tentara yang berperang melawan serangan orang kafir. 

Orang yang sedang dalam perjalanan. Yaitu orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan dengan tujuan yang baik bukan untuk kemaksiatan, seperti pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri.

    2.Hukum Zakat untuk Pembangunan Mesjid

Seperti terungkap di muka, permasalahan yang muncul adalah, apa hukum zakat untuk pembangunan mesjid? Sebab dalam surat at-Taubah ayat 60, sebagaimana dijelaskan di atas, pembangunan dan pemugaran mesjid tidak termasuk ke dalam mustahiq zakat. 

Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan di atas diperlukan ijtihad yang dapat menentukan pintu masuk kepada kelompok mana zakat untuk pembangunan mesjid itu?

Di antara ke-delapan macam mustahiq zakat seperti tersebut di atas, terdapat mustahiq yang disebut sabilillah yang secara bahasa artinya jalan Allah. 

Para ulama dalam memahami kata sabilillah tidak hanya terbatas pada makna hakiki yaitu para pejuang yang berperang menegakkan agama Allah tapi memahaminya juga dari makna  majazinya  yang bersifat umum. 

Terkait dengan makna yang tersebut terakhir ini, para ulama memiliki penafsiran yang beraneka ragam. 

Menurut Mahmud Syaltut, istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan ummat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan, dan sebagainya. 

Memperkuat pendapatnya, Syaltut mengutip pendapat Imam Al-Razi yang mengatakan bahwa kata sabilillah tidak terbatas pada arti tentara.

Syaltut juga mengutip pendapat al-Qaffal yang berpendapat bahwa boleh menyalurkan zakat ke semua bentuk kebaikan seperti untuk mengurus mayat, membangun benteng, dan pembangunan mesjid. 

Tetapi Syaltut memberikan catatan bahwa zakat yang diperbolehkan untuk pembangunan mesjid dengan syarat mesjid itu hanya satu-satunya di suatu desa, atau untuk pembangunan mesjid baru karena mesjid yang tersedia  tidak cukup lagi untuk menampung jamaah.

Menurut Syaltut, arti sabilillah dapat disimpulkan menyangkut pemeliharaan posisi materi dan spritual suatu bangsa termasuk di dalamnya mesjid. 

Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah semua perkara yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat dapat dimasukkan ke dalam sabilillah, seperti perkara yang menyangkut masalah agama dan pemerintahan, seperti masalah pelayanan haji.

M. Rasyid Ridha berpendapat bahwa, istilah sabilillah mencakup semua kepentingan syariah secara umum yang berkenaan dengan masalah agama dan negara dan yang terpenting, untuk persiapan kepentingan perang dengan membeli persenjataan. 

Menurut Yusuf Qardhawi, istilah sabilillah memiliki arti yang lentur, yaitu semua sarana yang dapat dipergunakan untuk memperjuangkan kemajuan ummat Islam dan melawan semua bentuk serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk sabilillah.

Lebih rinci, beliau menyebutkan usaha pembebasan Islam dari kekuasaan dengan memerangi kaum  kafir, sarana pendidikan dan pengajaran serta  lembaga da’wah, surat kabar islami, penerbitan buku-buku islami dan  para da’i,  semua yang disebutkan di atas dapat dimasukkan ke dalam cakupan makna sabilillah.

Sayyid Sabiq berpendapat, bahwa istilah sabilillah adalah semua jalan yang dapat menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. 

Mencermati pendapat-pendapat di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pengertian sabilillah secara umum (mazaj) dapat mencakup semua jalan kebaikan yang manfaatnya kembali kepada ummat Islam termasuk di dalamya adalah masjid, penyebutan sarana ibadah  yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut oleh Mahmud Syaltut pada point pertama. 

Pengertian mazaj semacam ini dalam hukum Islam dapat ditolelir selama tidak bertentangan dengan kaidah agama. 

Keberadaan mesjid dalam masyarakat memiliki peranan strategis, fungsinya bukan hanya sebagai tempat sholat, tapi dapat dijadikan pusat pendidikan, da’wah, serta sosial kemasyarakatan dalam rangka menegakkan agama Allah swt. 

Dengan demikian, zakat  boleh disalurkan untuk pembangunan mesjid karena mesjid termasuk sabilillah yang mengandung manfaat bagi umat Islam.

Selanjutnya menurut hemat penulis, skala prioritas harus diutamakan. Terlebih sekarang ini, keberadaan mesjid di masyarakat begitu banyak dan pesat, sehingga jarak mesjid sangat berdekatan dan relatif jamaahnya di beberapa mesjid ditemukan sangat sedikit.

Mengingat hal itu, penulis sejalan dengan Mahmud Syaltut yang berpendapat bahwa penyaluran zakat untuk mesjid itu harus diutamakan untuk mesjid baru yang dibangun karena mesjid yang berdekatan sudah tidak mampu lagi untuk menampung jamaah atau untuk agenda perluasan mesjid karena daya tampungnya  tidak lagi mencukupi untuk menampung jamaah.




@menzour_id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar