ZAKAT HASIL JASA (PROFESI)
Terhadap
hukum zakat profesi, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Hal ini
antara lain dikernakan dasar hukum tentang zakat yang dikeluarkan dari hasil
usaha tersebut masih bersifat zhan (dugaan), berikut bahasannya.
1.
Pengertian
dan Hukumnya
Zakat hasil jasa
(profesi) atau bahasa Arabnya
Kata
profesi menurut kamus besar Bahasa Indonesia mengandung arti sebidang pekerjaan
yang dilandasi oleh pendidikan keahlian berupa ketrampilan dan kejuruan
tertentu. Berdasar pengertian profesi di atas, maka zakat profesi dapat dimaknai sebagai zakat pekerjaan yang sudah menjadi keahlian
seseorang yang diperoleh melalui proses pendidikan seperti dokter, dosen,
pengacara, pilot, dan guru, semua contoh pekerjaan ini dapat dikatakan profesi karena keahliannya
diperoleh melalui proses pendidikan yang cukup lama.
Tapi
jika dikaitkan dengan keumuman ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar bagi zakat
profesi yaitu QS. al-Baqarah. 267, nampaknya pekerjaan yang termasuk profesi
itu bersifat umum, tidak terbatas oleh keahlian yang dipeoleh dari pendidikan
tapi semua jenis pekerjaan yang baik, ayat tersebut berbunyi:
Artinya:
“Nafkahkanlah dari hasil usahamu yang baik.” (QS. al-Baqarah: 267)
Dilihat
dari ketergantungannya, profesi bisa dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama, pekerja ahli yang berdiri sendiri, tidak terikat oleh
pemerintah, seperti dokter swasta, insinyur, pengacara, penjahit, tukang batu,
guru, dosen, wartawan dan konsultan.
Kedua, profesi yang terkait dengan pemerintah atau yayasan atau badan
usaha yang menerima gaji setiap bulan.
Menurut
sebagian ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Muawiyah, kedua kelompok
profesi di atas, baik yang wiraswasta atau pegawai yang terikat oleh suatu
instansi, mereka dapat terkena kewajiban mengeluarkan zakat profesinya ketika
menerima upah/gaji sebesar seperempat puluhnya. Jika rutinitas itu dilakukan
maka tidak ada lagi baginya kewajiban
untuk mengeluarkan zakat pada akhir tahun.
Dilihat
dari aspek penerimaannya, macam-macam profesi seperti tersebut di atas dapat
dikategorikan menjadi dua. Pertama, hasil usaha yang teratur dan pasti setiap
bulannya, yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini seperti upah pekerja dan gaji pegawai. Kedua,
hasil yang tidak tetap dan dapat dipastikan seperti kontraktor, pengacara,
royaliti pengarang, konsultan, dan artis.
Dengan
demikian, zakat profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik, zakatnya
dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih
dahulu untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang
dengan profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya bukanlah termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya,
bahkan mereka tergolong orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), seperti
tukang beca.
2.
Cara
Mengeluarkan dan Nisabnya
Berikut
ini akan dijelaskan secara singkat cara mengeluarkan zakat profesi seperti
dokter, pengacara, pilot, dosen, artis dan sebagainya. Semua pekerja ini dapat
mengeluarkan zakat profesinya dengan cara ta’jil, yaitu mempercepat ketika
mereka menerima honor atau gaji. Berapa nisab (batas minimal) dan prosentase
yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan pendapat para ulama terhadap
penetapan nisabnya:
a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan
Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi
sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg.
sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang
pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan
gaji atau honor.
b. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab
zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari
penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah
yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 %
setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan
oleh Hadits.
c.
Terdapat
juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz
(barang temuan) maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada
saat menerimanya.
3.
Contoh
Kasus
Ali
adalah seorang dosen PTN golongan IV/a dengan masa kerja selama 20 tahun. Ia
memiliki seorang istri dan tiga anak. Penghasilannya tiap bulan pada tahun 2015
sebagai berikut:
a. Gaji dari Negara Rp. 4.300.000
b. Honor dari beberapa PTS Rp. 2.500.000
c.
Honor
dari yang lain Rp. 2.000.000
Pengeluaran
setiap bulan:
a. Keperluan keluarga Rp. 3.000.000
b. Angsuran kredit rumah Rp.
1.250.000
c. Dan lain-lain Rp.
1.500.000
Kalkulasi Penerimaan Rp. 7.800.000
Pengeluaran Rp. 5.750.000
Sisa Rp. 2.050.000
Jika sisa di atas
dikalikan setahun, maka berjumlah Rp. 24.600.000 yang kemudian didepositokan di
bank dengan bunga keuntungan 18 % setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah 2,5
% x 24.600.000 = Rp. 615.000. Ternyata zakatnya setahun sangat ringan, jika ia
ingin mengeluarkan setiap bulan, maka 615.000 : 12 = + Rp. 51.250
zakat yang ia harus keluarkan setiap bulannya.
Uraian
di atas merupakan konsep zakat profesi bagi mendukung adanya zakat profesi.
Namun dengan demikian, terdapat juga
ulama yang mengatakan bahwa zakat profesi itu tidak ada dengan alasan karena
sulit menentukan jenis profesi dan nisabnya. Mereka yang menolak zakat profesi
tersebut karena mereka memasukakan zakat profesi kepada zakat harta yang harus
dibayar jika sudah sempurna satu tahun (haul). Menurut hemat penulis, pada
intinya mengeluarkan zakat adalah manefestasi dari keislaman seseorang sebagai
rasa syukur kepada Allah swt atas nikmat yang telah diterimanaya.
Di
antara nikmat tersebut adalah profesi. Maka ijtihad yang menetapkan adanya
zakat profesi di mana belum pernah ada pada zaman klasik Islam perlu direspons
secara positif. Hukum Islam selalu relevan dengan perkembangan zaman. Sekarang
adalah zaman yang syarat dengan profesi (keahlian) yang dapat menghasilkan uang.
Maka adanya zakat
profesi sebagai hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang
memberikan pintu kemudahan, dalam hal ini penunaian zakat secara ta’jil
(disegerakan) dapat menghilangkan kealfaan seseorang dalam penunaian zakat.
Sumber : hhtp://ppg.siagapendis.com
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar