Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 11 Juli 2019

ZAKAT HASIL JASA / PROFESI




ZAKAT HASIL JASA (PROFESI) 


Terhadap hukum zakat profesi, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Hal ini antara lain dikernakan dasar hukum tentang zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha tersebut masih bersifat zhan (dugaan), berikut bahasannya. 

1.   Pengertian dan Hukumnya

Zakat hasil jasa (profesi) atau bahasa Arabnya

Kata profesi menurut kamus besar Bahasa Indonesia mengandung arti sebidang pekerjaan yang dilandasi oleh pendidikan keahlian berupa ketrampilan dan kejuruan tertentu. Berdasar pengertian profesi di atas, maka  zakat profesi dapat dimaknai sebagai  zakat pekerjaan yang sudah menjadi keahlian seseorang yang diperoleh melalui proses pendidikan seperti dokter, dosen, pengacara, pilot, dan guru, semua contoh pekerjaan ini  dapat dikatakan profesi karena keahliannya diperoleh melalui proses pendidikan yang cukup lama.

Tapi jika dikaitkan dengan keumuman ayat al-Qur’an yang dijadikan dasar bagi zakat profesi yaitu QS. al-Baqarah. 267, nampaknya pekerjaan yang termasuk profesi itu bersifat umum, tidak terbatas oleh keahlian yang dipeoleh dari pendidikan tapi semua jenis pekerjaan yang baik, ayat tersebut berbunyi:





Artinya: “Nafkahkanlah dari hasil usahamu yang baik.” (QS. al-Baqarah: 267) 

Dilihat dari ketergantungannya, profesi bisa dikelompokkan menjadi dua bagian.  Pertama, pekerja ahli yang  berdiri sendiri, tidak terikat oleh pemerintah, seperti dokter swasta, insinyur, pengacara, penjahit, tukang batu, guru, dosen, wartawan dan konsultan.  Kedua, profesi yang terkait dengan pemerintah atau yayasan atau badan usaha yang menerima gaji setiap bulan.

Menurut sebagian ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Muawiyah, kedua kelompok profesi di atas, baik yang wiraswasta atau pegawai yang terikat oleh suatu instansi, mereka dapat terkena kewajiban mengeluarkan zakat profesinya ketika menerima upah/gaji sebesar seperempat puluhnya. Jika rutinitas itu dilakukan maka  tidak ada lagi baginya kewajiban untuk mengeluarkan zakat pada akhir tahun.

Dilihat dari aspek penerimaannya, macam-macam profesi seperti tersebut di atas dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, hasil usaha yang teratur dan pasti setiap bulannya, yang termasuk ke dalam kelompok pertama ini  seperti upah pekerja dan gaji pegawai. Kedua, hasil yang tidak tetap dan dapat dipastikan seperti kontraktor, pengacara, royaliti pengarang, konsultan, dan artis.

Dengan demikian, zakat profesi meliputi semua pekerjaan yang halal dan baik, zakatnya dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu perolehannya setelah diambil terlebih dahulu untuk kewajiban biaya terhadap keluarga dan biaya operasional. Seseorang dengan profesinya yang berpenghasilan pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bukanlah termasuk profesi yang wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan mereka tergolong orang yang berhak menerima zakat (mustahiq), seperti tukang beca.
 
2.   Cara Mengeluarkan dan Nisabnya

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat cara mengeluarkan zakat profesi seperti dokter, pengacara, pilot, dosen, artis dan sebagainya. Semua pekerja ini dapat mengeluarkan zakat profesinya dengan cara ta’jil, yaitu mempercepat ketika mereka menerima honor atau gaji. Berapa nisab (batas minimal) dan prosentase yang harus dikeluarkan? Terjadi perbedaan pendapat para ulama terhadap penetapan nisabnya:

a.  Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-kurangnya lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter atau 653 Kg. sehingga prosentase zakatnya disamakan (diqiyaskan) dengan zakat pertanian yang pengairannya menggunakan alat (mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor.

b.  Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup. Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan. Prosenatase ini diqiyaskan dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits.

c.   Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.

 
3.   Contoh Kasus

Ali adalah seorang dosen PTN golongan IV/a dengan masa kerja selama 20 tahun. Ia memiliki seorang istri dan tiga anak. Penghasilannya tiap bulan pada tahun 2015 sebagai berikut:

a.  Gaji dari Negara   Rp. 4.300.000
b.  Honor dari beberapa PTS  Rp. 2.500.000
c.   Honor dari yang lain  Rp. 2.000.000
       Pengeluaran setiap bulan:
a. Keperluan keluarga   Rp. 3.000.000
b. Angsuran kredit rumah  Rp.  1.250.000
c. Dan lain-lain   Rp.  1.500.000

       Kalkulasi Penerimaan          Rp. 7.800.000

       Pengeluaran         Rp. 5.750.000

       Sisa                      Rp. 2.050.000 

Jika sisa di atas dikalikan setahun, maka berjumlah Rp. 24.600.000 yang kemudian didepositokan di bank dengan bunga keuntungan 18 % setahun. Maka perhitungan zakatnya ialah 2,5 % x 24.600.000 = Rp. 615.000. Ternyata zakatnya setahun sangat ringan, jika ia ingin mengeluarkan setiap bulan, maka 615.000 : 12 = +  Rp. 51.250  zakat yang ia harus keluarkan setiap bulannya.

Uraian di atas merupakan konsep zakat profesi bagi mendukung adanya zakat profesi. Namun dengan demikian, terdapat  juga ulama yang mengatakan bahwa zakat profesi itu tidak ada dengan alasan karena sulit menentukan jenis profesi dan nisabnya. Mereka yang menolak zakat profesi tersebut karena mereka memasukakan zakat profesi kepada zakat harta yang harus dibayar jika sudah sempurna satu tahun (haul). Menurut hemat penulis, pada intinya mengeluarkan zakat adalah manefestasi dari keislaman seseorang sebagai rasa syukur kepada Allah swt atas nikmat yang telah diterimanaya.

Di antara nikmat tersebut adalah profesi. Maka ijtihad yang menetapkan adanya zakat profesi di mana belum pernah ada pada zaman klasik Islam perlu direspons secara positif. Hukum Islam selalu relevan dengan perkembangan zaman. Sekarang adalah zaman yang syarat dengan profesi (keahlian)  yang dapat menghasilkan uang.

Maka adanya zakat profesi sebagai hasil ijtihad sejalan dengan prinsip hukum Islam yang memberikan pintu kemudahan, dalam hal ini penunaian zakat secara ta’jil (disegerakan) dapat menghilangkan kealfaan seseorang dalam penunaian zakat.

Sumber : hhtp://ppg.siagapendis.com

@menzour_id

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar