Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Kamis, 11 Juli 2019

ZAKAT HASIL TANAH YANG DISEWAKAN




ZAKAT HASIL TANAH YANG  DISEWAKAN 

Mencermati judul di atas setidaknya terdapat pertanyaan dalam benak saudara, siapa yang wajib mengeluarkan zakat dari tanah yang disewakan, apakah si pemilik tanah atau pihak penyewa tanah. Sepintas jawabannya sudah dapat ditentukan dari judul itu yaitu orang yang menyewa tanah karena dialah orang yang mendapatkan secara langsung dari hasil tanah tersebut. 

Namun demikian, ditemukan  pendapat bahwa si pemilik tanahlah yang terkena kewajiban zakatnya karana tanpa tanah tidak mungkin didapati hasil tanaman.  Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya dikembalikan kepada kesepakatan antara dua belah pihak sebelum transaksi dilakukan, berikut bahasannya.
 
1.   Pengertian

Kata zakat berasal dari bahasa Arab, secara bahasa artinya suci, tumbuh berkembang dan berkah. Makna zakat secara bahasa ini  mencerminkan sifat zakat yang dapat mensucikan harta dan jiwa serta mengandung nilai positif yang dapat dikembangkan berupa kebaikan bagi si muzakki dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq.  Sejalan dengan firman Allah swt:


Artinya: “Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya.” (QS. alSyams: 9) 

Menurut syara’, para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan sebagiannya kepada para mustahiq.” Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan, ”Zakat adalah suatu nama hak Allah yang harus dikeluarkan oleh manusia kepada fuqara.” Selanjutnya Sabiq menambahkan, “Dinamakan zakat karena mengharap berkah, pensucian diri, dan bertambahnya kebaikan.” Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:




Artinya: “Ambilah dari harta mereka shadaqah yang dapat  membersihkan harta  dan mensucikan jiwa mereka.” ( QS. At-Taubah: 103)

Dari dua macam pengertian zakat seperti diungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah  kewajiban seseorang untuk mengeluarkan sebagian harta miliknya  yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) Zakat sering juga disebut shadaqah ( ٌ )صدقة ٌ karena tindakan itu adalah tindakan yang benar (shidq).

Istilah zakat dalam al-Qur'an sering sekali penyebutannya digandengkan dengan kata sholat, ditemukan sebanyak 82 ayat. Penyelarasan ini menunjukkan bahwa zakat merupakan rukun Islam yang sangat  penting setelah perkara sholat.
 
2.   Pengertian dan Dasar Hukum-Nya 

Sebelum menjelaskan pengertiannya, penting  rasanya untuk mengedepankan beberapa komponen yang  harus terpenuhi  dalam transaksi  zakat hasil tanah yang disewakan.

a.    Sebidang tanah  yang disewakan
b.    Pemilik tanah yaitu Orang yang menyewakan tanahnya kepada orang lain.
c.    Penyewa tanah sekaligus penggarap tanah yang disewakan.

Berdasar kepada beberapa ketentuan di atas, dalam  penyewaan tanah, sedikitnya terdapat dua pihak yang terlibat dalam transaksi penyewaan tanah yaitu pemilik tanah dan penyewa, yang keduanya bersepakat mengadakan transaksi. Zakat hasil tanah yang disewakan, dapat  diartikan sebagai zakat hasil tanah yang langsung dihasilkan oleh tanah tersebut berupa tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan buah. Hasil dimaksud bisa berupa makanan pokok, seperti padi, korma, gandum atau buah-buahan, seperti, jeruk, anggur, semangka, atau berupa sayur-sayuran, seperti ketimun, kacang, bawang, dan lain sebagainya.
Kewajiban untuk mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan didasari oleh ayat berikut ini:



Artinya: “Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam buahnya, zaitun dan delima yang serupa bentuk dan warnanya dan tidak sama rasanya. Makanlah buah-buah tersebut jika panen dan keluarkanlah haknya (zakatnya) ketika panen. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebihlebihan.” (QS. al-An’am: 141)

Sedangkan dasar dari Hadits mengenai wajibnya zakat hasil tanah:





Artinya: “Tanaman yang tumbuh diari oleh air yang menggunakan alat, zakatnya sebanyak lima persen. Sedangkan tanaman yang diairi oleh air hujan sebanyak sepuluh persen.” 
Jika dicermati, mengapa hasil tanah yang diairi oleh alat lebih kecil dari pada yang diairi oleh air hujan? Hal ini karena yang memakai alat itu membutuhkan biaya, sedangkan yang memakai air hujan tidak membutuhkan biaya. Dengan demikian, terdapat keadilan di dalamnya.

Zakat hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku untuknya  istilah  syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika satu tahun itu dua kali panen, maka zakatnyapun dua kali. Sedangkan ketentuan nisabnya menurut M. Syaltut, baik sedikit atau banyak hasil panennya tetap dizakatkan karena menurutnya agar tumbuh selalu sikap solidaritas sosial sebagai hikmah diwajibkannya zakat.

3.   Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya

Ketentuan bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya tidak memunculkan masalah jika tanah itu ditanami oleh pemiliknya langsung. Persoalannya jika tanah itu disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan memunculkan masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang bercocok tanam).

Untuk menjawab kasus hukum ini tidak terdapat kata sepakat di kalangan para ulama mereka berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.

a.  Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan  adalah pihak penyewa. Mereka  beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil tanahnya bukan tanahnya hal ini diperkuat oleh pendapat Mahmud Syaltut.



Artinya:“Pendapat yang kami pegang bahwasanya kewajiban zakat ada pada pihak penyewa yang langsung menggarap pertanian. Dan zakat merupakan hak pertanian sebagai rasa syukur atas ni’mat berhasilnya pertanian. Dengan demikian penyewalah yang dibebani untuk mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan.” 

b.  Menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya bahwa  pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.

c.   Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan dengan pendapat point pertama. Mencermati perselisihan pendapat tentang zakat hasil tanah yang disewakan sebagaimana tersebut di atas dapat dikelompokkan perbedaannya menjadi dua kelompok dengan alasannya  masing-masing. 

Pendapat pertama adalah ulama yang menetapkan bahwa si penyewa dalam hal ini orang yang menggarap tanah yang wajib mengeluarkan zakat karena dialah yang secara langsung memperoleh hasil dar tanah tersebut. Sedangkan  pendapat kedua menetapkan bahwa si pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena si pemilik tanah tersebut mendapatkan uang sewa.

Jika diperbandingk alasan dari kedua kelompok tersebut, maka pendapat pertama memiliki argumentasi yang lebih kuat karena hal ini diperkuat oleh firman Allah swt dalam surat al-An’am ayat 141 seperti tersebut di atas yang menyebutkan bahwa  hasil tanah yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan tanahnya demikian juga dengan yang dimaksudkan oleh Hadits Rosulullah sebagaimana tersebut di atas. Berdasarkan kepada dalildali tersebut,  fuqaha telah sepakat bahwa yang dizakatkan adalah hasil tanah bukan tanahnya maka sebidang tanah yang tidak ditanami tidak wajib di keluarkan zakatnya.

Dengan demikian, tanah yang di sewakan jika dilihat dari hasilnya itu adalah milik sempurna pihak si penyewa. Maka tidaklah tepat alasan yang diajukan oleh kelompok kedua yang berpendapat bahwa penyewalah yang wajib mengeluarkan zakatnya. Terkait dengan status tanah yang disewakan itu tetap milik orang yang menyewakan di mana pada status tersebut  di sisi lain terdapat kewajiban untuk mengeluarkan kewajiban pajak.

Jika berpegang kepada pendapat pertama seperti dijelaskan di atas maka sebenarnya dengan status tersebut terjadi pembagian kewajiban yang cukup merata karena kedua belah pihak memiliki andil, yakni si penyewa wajib membayar zakat dan di sisi lain si pemilik tanah membayar pajak tanah, maka pendapat pertama ini  dipandang lebih adil dan tidak memberatkan kedua-belah pihak.

Solusi lain yang juga dapat di pandang bijak dalam pemerataan pengeluarkan zakat adalah pendapat yang ditawarkan oleh Abu Zahra. Menurutnya, kedua-duanya baik si pemilik tanah maupun si penyewa sama-sama wajib mengeluarkan zakat. Hal ini demi memenuhi keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan pihak penyewa mengeluarkan zakat tanaman setelah dikurangi harga sewa yang ia bayar kepada pemilik tanah.

Dan si pemilik tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima dari si penyewa yang berarti ia mengeluarkan zakat uang, dengan demikian kedua-duanya terkena beban untuk mengeluarkan zakat. Solusi lain yang  dapat dipertimbangkan adalah jika  memang kedua belah pihak sebelum transaksi telah bersepakat yang  bertujuan agar keduanya tidak terlalu terbebani, maka  zakat itu dapat dilakukan secara patungan antara kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan itu. 

@menzour_id

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar