ZAKAT HASIL TANAH YANG DISEWAKAN
Mencermati
judul di atas setidaknya terdapat pertanyaan dalam benak saudara, siapa yang
wajib mengeluarkan zakat dari tanah yang disewakan, apakah si pemilik tanah
atau pihak penyewa tanah. Sepintas jawabannya sudah dapat ditentukan dari judul
itu yaitu orang yang menyewa tanah karena dialah orang yang mendapatkan secara
langsung dari hasil tanah tersebut.
Namun
demikian, ditemukan pendapat bahwa si
pemilik tanahlah yang terkena kewajiban zakatnya karana tanpa tanah tidak
mungkin didapati hasil tanaman. Terdapat
juga pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya dikembalikan kepada kesepakatan
antara dua belah pihak sebelum transaksi dilakukan, berikut bahasannya.
1.
Pengertian
Kata zakat berasal
dari bahasa Arab, secara bahasa artinya suci, tumbuh berkembang dan berkah.
Makna zakat secara bahasa ini
mencerminkan sifat zakat yang dapat mensucikan harta dan jiwa serta
mengandung nilai positif yang dapat dikembangkan berupa kebaikan bagi si
muzakki dan kemashlahatan ekonomi bagi para mustahiq. Sejalan dengan firman Allah swt:
Artinya:
“Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya.” (QS. alSyams:
9)
Menurut syara’,
para ulama mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan
sebagiannya kepada para mustahiq.” Sedangkan Sayyid Sabiq mendefinisikan,
”Zakat adalah suatu nama hak Allah yang harus dikeluarkan oleh manusia kepada
fuqara.” Selanjutnya Sabiq menambahkan, “Dinamakan zakat karena mengharap berkah,
pensucian diri, dan bertambahnya kebaikan.” Hal ini sejalan dengan firman Allah
swt:
Artinya:
“Ambilah dari harta mereka shadaqah yang dapat
membersihkan harta dan mensucikan
jiwa mereka.” ( QS. At-Taubah: 103)
Dari
dua macam pengertian zakat seperti diungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa
zakat adalah kewajiban seseorang untuk
mengeluarkan sebagian harta miliknya
yang sudah memenuhi syarat untuk dizakati kepada orang yang berhak
menerimanya (mustahiq) Zakat sering juga disebut shadaqah ( ٌ )صدقة ٌ karena tindakan itu adalah tindakan
yang benar (shidq).
Istilah
zakat dalam al-Qur'an sering sekali penyebutannya digandengkan dengan kata
sholat, ditemukan sebanyak 82 ayat. Penyelarasan ini menunjukkan bahwa zakat
merupakan rukun Islam yang sangat
penting setelah perkara sholat.
2.
Pengertian
dan Dasar Hukum-Nya
Sebelum
menjelaskan pengertiannya, penting
rasanya untuk mengedepankan beberapa komponen yang harus terpenuhi dalam transaksi zakat hasil tanah yang disewakan.
a.
Sebidang
tanah yang disewakan
b.
Pemilik
tanah yaitu Orang yang menyewakan tanahnya kepada
orang lain.
c.
Penyewa
tanah sekaligus penggarap tanah yang
disewakan.
Berdasar kepada
beberapa ketentuan di atas, dalam
penyewaan tanah, sedikitnya terdapat dua pihak yang terlibat dalam
transaksi penyewaan tanah yaitu pemilik tanah dan penyewa, yang keduanya
bersepakat mengadakan transaksi. Zakat hasil tanah yang disewakan, dapat diartikan sebagai zakat hasil tanah yang
langsung dihasilkan oleh tanah tersebut berupa tumbuh-tumbuhan yang
menghasilkan buah. Hasil dimaksud bisa berupa makanan pokok, seperti padi,
korma, gandum atau buah-buahan, seperti, jeruk, anggur, semangka, atau berupa
sayur-sayuran, seperti ketimun, kacang, bawang, dan lain sebagainya.
Kewajiban
untuk mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan didasari oleh ayat berikut
ini:
Artinya:
“Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa bentuk dan warnanya dan tidak sama rasanya. Makanlah
buah-buah tersebut jika panen dan keluarkanlah haknya (zakatnya) ketika panen.
Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang
yang berlebihlebihan.” (QS. al-An’am: 141)
Sedangkan
dasar dari Hadits mengenai wajibnya zakat hasil tanah:
Artinya:
“Tanaman yang tumbuh diari oleh air yang menggunakan alat, zakatnya sebanyak
lima persen. Sedangkan tanaman yang diairi oleh air hujan sebanyak sepuluh
persen.”
Jika
dicermati, mengapa hasil tanah yang diairi oleh alat lebih kecil dari pada yang
diairi oleh air hujan? Hal ini karena yang memakai alat itu membutuhkan biaya,
sedangkan yang memakai air hujan tidak membutuhkan biaya. Dengan demikian,
terdapat keadilan di dalamnya.
Zakat
hasil tanah wajib dikeluarkan zakatnya setiap panen, tidak berlaku untuknya istilah
syarat haul (genap satu tahun) di dalamnya. Jika satu tahun itu dua kali
panen, maka zakatnyapun dua kali. Sedangkan ketentuan nisabnya menurut M.
Syaltut, baik sedikit atau banyak hasil panennya tetap dizakatkan karena
menurutnya agar tumbuh selalu sikap solidaritas sosial sebagai hikmah
diwajibkannya zakat.
3.
Siapa
yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya
Ketentuan
bahwa zakat hasil tanah yang disewakan wajib dikeluarkan zakatnya tidak
memunculkan masalah jika tanah itu ditanami oleh pemiliknya langsung.
Persoalannya jika tanah itu disewakan kepada orang lain, maka hal ini akan
memunculkan masalah, siapa yang wajib mengeluarkan zakat hasil tanah yang
disewakan? Apakah si pemilik tanah atau si penyewa tanah (yang bercocok tanam).
Untuk
menjawab kasus hukum ini tidak terdapat kata sepakat di kalangan para ulama
mereka berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan berikut ini.
a. Menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib
mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan
adalah pihak penyewa. Mereka beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya
adalah hasil tanahnya bukan tanahnya hal ini diperkuat oleh pendapat Mahmud
Syaltut.
Artinya:“Pendapat
yang kami pegang bahwasanya kewajiban zakat ada pada pihak penyewa yang
langsung menggarap pertanian. Dan zakat merupakan hak pertanian sebagai rasa
syukur atas ni’mat berhasilnya pertanian. Dengan demikian penyewalah yang
dibebani untuk mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan.”
b. Menurut pendapat Abu Hanifah dan
pengikutnya bahwa pemilik tanahlah yang
wajib mengeluarkan zakatnya karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang
diperoleh., tanpa tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
c.
Imam
Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur
berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan
dengan pendapat point pertama. Mencermati perselisihan pendapat tentang zakat
hasil tanah yang disewakan sebagaimana tersebut di atas dapat dikelompokkan
perbedaannya menjadi dua kelompok dengan alasannya masing-masing.
Pendapat
pertama adalah ulama yang menetapkan bahwa si penyewa dalam hal ini orang yang
menggarap tanah yang wajib mengeluarkan zakat karena dialah yang secara
langsung memperoleh hasil dar tanah tersebut. Sedangkan pendapat kedua menetapkan bahwa si pemilik
tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya karena si pemilik tanah tersebut
mendapatkan uang sewa.
Jika
diperbandingk alasan dari kedua kelompok tersebut, maka pendapat pertama
memiliki argumentasi yang lebih kuat karena hal ini diperkuat oleh firman Allah
swt dalam surat al-An’am ayat 141 seperti tersebut di atas yang menyebutkan
bahwa hasil tanah yang wajib dikeluarkan
zakatnya bukan tanahnya demikian juga dengan yang dimaksudkan oleh Hadits
Rosulullah sebagaimana tersebut di atas. Berdasarkan kepada dalildali
tersebut, fuqaha telah sepakat bahwa
yang dizakatkan adalah hasil tanah bukan tanahnya maka sebidang tanah yang
tidak ditanami tidak wajib di keluarkan zakatnya.
Dengan
demikian, tanah yang di sewakan jika dilihat dari hasilnya itu adalah milik
sempurna pihak si penyewa. Maka tidaklah tepat alasan yang diajukan oleh
kelompok kedua yang berpendapat bahwa penyewalah yang wajib mengeluarkan
zakatnya. Terkait dengan status tanah yang disewakan itu tetap milik orang yang
menyewakan di mana pada status tersebut
di sisi lain terdapat kewajiban untuk mengeluarkan kewajiban pajak.
Jika
berpegang kepada pendapat pertama seperti dijelaskan di atas maka sebenarnya
dengan status tersebut terjadi pembagian kewajiban yang cukup merata karena
kedua belah pihak memiliki andil, yakni si penyewa wajib membayar zakat dan di
sisi lain si pemilik tanah membayar pajak tanah, maka pendapat pertama ini dipandang lebih adil dan tidak memberatkan
kedua-belah pihak.
Solusi
lain yang juga dapat di pandang bijak dalam pemerataan pengeluarkan zakat
adalah pendapat yang ditawarkan oleh Abu Zahra. Menurutnya, kedua-duanya baik
si pemilik tanah maupun si penyewa sama-sama wajib mengeluarkan zakat. Hal ini
demi memenuhi keadilan dalam pemungutan zakat, dengan ketentuan pihak penyewa
mengeluarkan zakat tanaman setelah dikurangi harga sewa yang ia bayar kepada
pemilik tanah.
Dan si
pemilik tanah mengeluarkan zakat atas dasar harga sewa yang ia terima dari si
penyewa yang berarti ia mengeluarkan zakat uang, dengan demikian kedua-duanya
terkena beban untuk mengeluarkan zakat. Solusi lain yang dapat dipertimbangkan adalah jika memang kedua belah pihak sebelum transaksi
telah bersepakat yang bertujuan agar
keduanya tidak terlalu terbebani, maka
zakat itu dapat dilakukan secara patungan antara kedua belah pihak
berdasarkan kesepakatan itu.
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar