Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 20 Juli 2019

TRADISI DAN SENI BUDAYA LOKAL UMAT ISLAM NUSANTARA






Tradisi dan Seni Budaya Lokal Umat Islam di Nusantara

1.      Tradisi Lokal

Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam maka kepercayaan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai Islam. Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi antara ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara. 

Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di masyarakat. Mereka memasukkan ajaranajaran Islam ke dalam tradisi tersebut, dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima. Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus mampu merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu. 

Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada. Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita tolak, dan buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya. 

Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi madharatmafsadat maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham hukum agama, sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa pertimbanganpertimbangan tersebut. Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam dimaksud. 

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410572285

a.       Tradisi Halal Bihalal. 

Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-maafan. Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi ini masih dilakukan di semua lapisan masyarakat. Mulai keluarga, tingkat RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal bihalal sudah menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam. Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya. Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar informasi. 

b.      Tradisi Tabot atau Tabuik.

Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun. Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara harfah berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India. 

c.       Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat) 

Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu setelah hari raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning (daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri. Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana untuk syiar agama. Kupat adalah singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan. 

d.      Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta. 

Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil menyebarkan Islam di tanah Jawa. Peringatan yang lazim dinamai Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahadatain. Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw.

e.       Tradisi Grebeg. 

Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di selenggarakan 3 tahun sekali yaitu: Pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr. Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari raya kurban. Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota Solo, Cirebon dan Demak.

f.        Tradisi Grebeg Besar di Demak 

Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah. Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”. Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat banyak. Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah untuk merayakan Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
 
g.      Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado.
 
Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun atau berkerumun oleh orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid Jami’ Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal. Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami’ Hasanudin Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa usung-usungan yang berisi kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga rampai dan Astagona. Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton Sultan dan berakhir di Masjid Jami’ Hasanuddin. Kedatangan prajurit keraton dengan membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut dengan pembacaan Asrakal yang kemudian membagi-bagikannya kepada warga masyarakat yang ada di dalam Masjid. Akhir dari upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid oleh seorang ulama.

h.      Tradisi Rabu Kasan di Bangka. 

Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir). Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja, tetapi juga di daerah lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana). Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama pada hari Rabu esok hari. Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing. Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan pembacaan doa bersama-sama. Selesai berdoa semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi, satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya masingmasing. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah itu, masing-masing pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk semua angngota keluarganya. Setelah selesai acara ini mereka pulang dan bersilahturahmi ke rumah tetangga atau keluarganya. 

i.        Tradisi Dugderan di Semarang. 

Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa. Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota Semarang. Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali dengan musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadan yang diikuti oleh para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan kepada khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug. Hasil musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian diakhiri dengan doa. 

j.        Tradisi atau Budaya Tumpeng. 

Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Nasi tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. 

k.      Seni budaya lokal 

Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia. Seni lahir melalui perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran (seni suara), maupun indra penglihatan (seni lukis) atau gerak (seni tari, drama, dll). Sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi, termasuk sistem kehidupan beragama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.

Kebudayaan adalah alat konseptual untuk melakukan penafsiran dan analisis (Garna, 2001: 157). Jadi keberadaan kebudayaan sangatlah penting, karena akan menunjang terhadap pembahasan mengenai eksistensi suatu masyarakat. Kebudayaan sebagai suatu system budaya, aktivitas dan hasil karya fisik manusia yang berada dalam suatu masyarakat dimana kemunculannya itu diperoleh melalui proses belajar, baik itu formal maupun informal. Hal ini menunjukan bahwa kebudayaan tidak akan hadir dengan sendirinya, melainkan ada karena adanya manusia dalam komunitas sosial, sehingga antara manusia, masyarakat dan kebudayaan akan saling mendukung. Manusia menciptakan kebudayaan sebagai usaha untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini, karena dengan kebudayaan manusia akan mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi ini sebagai khalifah.

Dengan kebudayaan pula kehidupan keagamaan manusia akan nampak, dan ini menjadikan pembeda terhadap jenis makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Kebudayaan setiap masyarakat atau suku bangsa terdiri atas unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam kebudayaan, dimana kita sebut sebagai cultural universals, yang meliputi: peralatan dan perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa (lisan dan tulisan), kesenian, sistem pengetahuan, dan religi (system kepercayaan) (Soekanto, 1990: 193).

Selanjutnya, ketika memahami unsur-unsur kebudayaan tersebut, maka kita bisa mengetahui tentang terdapatnya unsur-unsur kebudayaan yang mudah berubah dan ada pula unsur-unsur kebudayaan yang susah berubah. Adapun unsur-unsur budaya yang mudah berubah meliputi; seni, bahasa, teknologi. Sedangkan unsur-unsur budaya yang sulit berubah meliputi: agama (system kepercayaan), system social, dan system pengetahuan (Kahmad, 2002).

Budaya juga dibedakan menjadi dua, yaitu budaya kecil (little culture), dan budaya besar (great culture). Budaya kecil adalah budaya yang berada pada suatu masyarakat yang lingkupnya kecil (dianut oleh beberapa orang saja) atau juga disebut local culture. Sedangkan budaya besar adalah budaya yang dianut oleh banyak orang dengan skala kepenganutannya luas. Ketika budaya kecil dan budaya besar saling berhubungan melalui proses asimilasi, maka kemungkinannya budaya kecil tersebut akan tersisihkan atau terkalahkan oleh budaya besar. Hal ini menunjuikan bahwa eksistensi dari budaya besar tersebut begitu kuat dan luas sehingga dengan mudah dan cepat bisa masuk kepada budaya kecil yang dianut oleh hanya bebera orang saja, misalkan.

Budaya kecil (budaya local) yang ada pada suatu masyarakat merupakan budaya yang sudah dibangun sejak adanya umat manusia di muka bumi ini atau dengan kata lain, keberadaan budaya kecil sebagai bentuk dari keberhasilan umat manusia didalam mempertahankan hidupnya, karena bagaimanapun juga budaya kecil itu ada secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kehadiran budaya besar, tentunya akan membawa suatu perubahan yang akan terjadi pada suatu komunitas yang yang memiliki budaya kecil, sehingga keberadaan budaya besar akan tetap eksis dan dan bisa jadi keberadaan budaya kecil akan mengalami penyusuitan atau bahkan hilang dari eksistensinya pada suatu masyarakat. 

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97874782241969672

Islam sejak kehadiranya dimuka bumi ini, telah memainkan peranannya sebagai salah satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini, tentunya membawa Islam sbagai bentuk ajaran agama yang mampu mengayomi keberagaman umat manusia dimuka bumi ini. Islam sebagai agama universal sangat menghargai akan ada budaya yang ada pada suatu masyarakat, sehingga kehadiran islam diyengah-tengah masyarakat tidak bertentangan, melainkan Islam dekat dengan kehidupan masyarakat, disinilah sebenarnya, bagaimana Islam mampu membuktikan dirinya sebagai ajaran yang flexsibel di dalam memahami kondisi kehidupan suatu masyarakat. Hal ini pun terjadi di Indonesia, dimana Islam yang ada di Indonesia merupakan hasil dari proses dakwah yang dilaksanakan secara cultural, sehingga Islam di Indonesia, mampu berkembang dan menyebar serta banyak dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia dalam waktu yang cukup singkat. Karena kehadiran Islam di Indonesia yang pada saat itu budaya local sudah dianut masyarakat Indonesia mampu masuk secara halus tanpa kekerasan, hal ini berkat dari ajaran Islam yang sangat menghargai akan pluralitas suatu masyarakat. 

Banyak kajian sejarah dan kajian kebudayaan yang mengungkap betapa besar peran Islam dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat di pahami, karena Islam merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia. Bahkan dalam perkembangan budaya daerah terlihat betapa nilainilai budaya Islam telah menyatu dengan nilai-nilai budaya di sebagian daerah di tanah air, baik dalam wujud seni budaya, tradisi, maupun peninggalan pisik. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran Islam dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi berbagai kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim (Djojonegoro, 1996: 112).

Peran tersebut secara ekplisit dikemukakan oleh Presiden padaa sambutan Seminar Nasional Budaya Bangsa 10 November 1995, bahwa “Agama bukan saja telah menghindarkan berkembangnya yang sempit, tetapi secara tidak langsung juga ikut meletakan dasar-dasar kebudayaan nasional… Ajaran agama yang di anut oleh bangsa kita telah memberikan motivasi yang kuat bagi tumbuh dan berkembangnya pergerakan kebangsaan, lancarnya proklamasi kemerdekaan, gigihnya perjuangan bersenjata mengusir penjajah dan terarahnya pembangunan nasional. Walaupun pengaruh nilai-nilai Islam telah nyata dalam perkembangan seni budaya nasional, namun pengaruh tersebut lebih ditekankan kepada upaya perkembangan budaya nasional dalam makna yang dinamis.

Dengan demikian, bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa, agama dan kebudayaan lokal, perlu menumbuhkan dua macam system budaya itu adalah: sistem budaya nasional (supra etnik) dan sistem budaya daerah (etnik), Sementara itu, bangsa Indonesia yang terdiri dengan banyak suku bangsa dengan system budaya etnik-lokanya masing-masing. Sistem-sistem budaya yang otonom itu ditandai oleh pewarisan nilai-nilai melalui tradisi. Nilai-nilai tersebut telah berakar kuat dalam masyarakat yang bersangkutan. Seterusnya, dalam masyarakat etnik lokal itu sepanjang waktu terjadi vitalisasi dan aktualisasi nilai-nilai budayanya yang khas. Dalam rangka perkembangan budaya naaasional, kebudayaan etnik lokal itu sering kali berfungsi sebagai sumber atau sebagai acuan dalam penciptaan-penciptaaan baru (dalam bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, dan sebagainya) yang kemudian ditampilkan dalam peri kehidupan lintas budaya. Sistem-sistem budaya etnik lokal inilah yang pada umumnya memberikan rasa berakar kepada rakyat Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, diperlukan strategi untuk mencapai dua tujuan dasar pembinaan kebudayaan, yaitu: (1) Semakin kuatnya nilai-nilai penghayatan nilai-nilai budaya nasional agar mampu menyongsong masa depan bangasa yang ditandai oleh semakin canggihnya prkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan semakin meningkatnya persaingan ekonomi anter bangsa dan semakin kompleksnya arus informasi dan proses penduniannya yang lain. (2) Semakin kokohnya kesadaran bangsa akan jati dirinya yang ditandai oleh pewarisan nilai-nilai luhur, kokohnya kehidupan beragama, kesadaran sejarah dan daya cipta yang dimiliki (Djojonegoro, 1996: 109-110).

Tradisi Islam ibarat sebuah pohon (QS. Ibrahim, 24). Akarnya berada pada wahyu, dari akar ini tumbuhlah sekian banyak cabang dan ranting. Intinya adalah agama dan getahnya mengandung barakah, kebenaran suci, abadi dan tak tergantikan, kearifan abadi, dan penerapannya yang terus berkesinambungan sesuai dengan kondisi zaman. Tradisi Islam mencakup banyak hal, diantaranya meliputi pengetahuan, cara memandang dunia, nilai, dan jiwa kitab suci (Muhaemin, 2002: 13).

Seni budaya lokal islam adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia yang bernafaskan islami yang tumbuh dari lingkungan nusantara. Seni lahir melalui perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran (seni suara), maupun indra penglihatan (seni lukis) atau gerak (seni tari, drama,dll).

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian tentang seni seperti Aristoteles, dia mengemukakan seni yaitu kemampuan membuat sesuatu dalam hubungannya dengan upaya mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan oleh gagasan tertentu. Kemudian menurut Ki Hajar Dewantara yang mengemukan seni itu indah, menurutnya seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dan hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya. Sedangkan menurut Ensiklopedia seni adalah sebuah penciptaan benda atau segala hal yang karena kendahan bentuknya, orang senang melihat dan mendengar. Seni bernuansa Islami yang telah digarap dan berkembang di Indonesia antara lain :

1)      Seni Kaligrafi  


Di Indonesia, seni Kaligrafi ini telah berkembang mulai abad 12 masehi atau semenjak kerajaan Islam muncul dan berdiri dibeberapa wilayah Indonesia, seperti Aceh, Demak, Ternate, Tidore, Maluku, Cirebon, Banten, Madura, Nusa Tenggara barat, dan sebagainya. Kaligrafi dengan gaya kufi (Sumber: ganaislamika.com) 

2)      Ornamen Arabeska

Merupakan hiasan yang salin jalin-menjalin simpai, lilit melilit tumpeng tindih seperti irama huruf arab. Ragam hias ini mulanya berupa sederetan huruf Arab, tetapi dibentuk seperti bentuk binatang seperti burung, kuda dan singa. Dapat juga berbentuk manusia, buah-buahan dan lain sebagainya.

3)      Seni Musik

Disebut juga dengan handasah shawt atau musik yang berasaldari bahasa Arab yaitu musiqa. Ruang lingkup seni ini terbatas pada seni pembacaan ayat-ayat Al-Qur'an. Sehingga tidak bertalian dengan keberadaan kualitas instrumentalnya atau kualitas vokalisnya.

4)      Seni Arsitektur

Islam hadir mendorong lahirnya seni-seni baru dalam seni bangunan yang mengikuti kebutuhan masyarakat Islam, seperti bangunan tempat ibadah sebagai tempat berkumpulnya umat Islam. Beberapa masjid dengan seni arsitektur yang indah yaitu masjid di Aceh, Demak, Kudus dan di beberapa daerah lainnya di Nusantara yang menjadi kekayaan seni arsitektur yang terus berkembang sampai sekarang. Karya seni arsitektur pengaruh Islam juga tampak dalam bangunan keraton-keraton kerajaan Islam. Disamping itu, seni arsitektur juga tampak dalam makam-makam para raja kerajaan Islam di Nusantara. Interior Masjid Merapi (Sumber: kompas.com) 

Seni arsitektur menjadi fondasi sekaligus yang memungkasi sebuah bangunan. Karya seni rancang bangun menempatkan ikon sebagai penanda dalam setiap perjalanan kebudayaan setempat. Sehingga masing-masing kawasan memiliki simbolisasi-simbolisasi yang sarat makna dan identik dengan kearifan lokal di mana sebuah karya seni tata ruang itu lahir. Ia bukanlah ruang statis, tidak serta merta lahir dari kekosongan historis, melainkan hasil-olah akumulasi pengalaman, permenungan, imajinasi, serta pembacaan atas literasi maupun oralitas, yang kemudian tertuang dalam setiap detail tata ruang, sudut, garis, lengkung, ornamen, dan pewarnaannya. Sehingga menghasilkan karya inovatif yang mengandung nuansa estetis yang bernilai tinggi.

5)      Seni Tari

Sebagai negara dengan keanekaragaman budaya, Indonesia memiliki banyak macam tari. Dari Sabang hingga Merauke memiliki tari daerah masing-masing. Aceh punya tari saman, Jawa Tengah punya tari serimpi, Papua punya tari selamat datang, dan masih banyak lagi tari-tari yang bisa dipelajari dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Di beberapa daerah di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berkaitan dengan bacaan shalawat. Misalnya pada seni rebana diikuti dengan tari-tarian zapin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu-lagu tertentu. Tari Zapin adalah tari khas Melayu yang dibawa oleh para pedagang arab yang berasal dari Hadramut, Yaman pada abad ke 16 ke Johor Bahru yang saat itu sebagai pelabuhan antar bangsa. Kemudian Tari Zapin berkembang hingga ke Indonesia daerah Sumatra dan

Kalimantan. Tari Zapin berasal dari bahasa arab “Zaffan” yang berarti pergerakan kaki yang cepat mengikut rentak pukulan. Tari saman (sumber : detik.com) 

Berikutnya terdapat Tari Saman, mulai dipopulerkan oleh seorang Ulama yang bernama Syekh Saman pada abad 14 di masyarakat Gayo. Tarian ucapan selamat datang yang berasal dari kota yang dijuluki serambi mekah ini memiliki keunikannnya tersendiri. Awal mulanya tari saman adalah sebuah permainan masyarakat Gayo yang bernama Pok Ane, kemudian Islam mempengaruhi kebudayaan Gayo sehingga permainan Pok Ane berkulturasi yang awal mulanya nyanyian hanya sebagai pengiring permainan berubah syairnya menjadi berisi pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tari Saman pada masa Kesultanan Aceh ditampilkan pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad, kemudian pada perkembangan selanjutnya Tari Saman ditampilkan pada acara adat ataupun pada acara penyambutan tamu kehormatan. 

6)      Seni Sastra

Seni sastra yang berkembang pada zaman Islam umumnya berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis, meskipun pembagian itu tidak dapat dilakukan secara tegas sebab sering terjadi suatu naskah dapat dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus. Beberapa jenis sastra zaman Islam diantaranya adalah hikayat, babad, dan suluk  .

2.      Pendekatan seni budaya lokal umat Islam di Nusantara

Seni budaya Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Hasil olah akal, budi, rasa, dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban. Seni Budaya Islam pada dasarnya sudah mulai berkembang seiring dengan penyebaran agama Islam di wilayah nusantara. Saat itu, para ulama dan muballigh banyak memanfaatkan berbagai media seni budaya sebagai salah satu media dakwah, antara lain melalui lantunan syair-syair shalawat yang dapat membangkitkan ghirah keimanan umat Islam, dengan menggunakan peralatan kesenian gamelan, pementasan wayang golek dan lain-lain.

Dalam hal dakwah zaman dahulu umat Islam melakukan beberapa pendekatan dalam menyampaikan ajaran Islam dan juga mengubah kultur ataupun tradisi di masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Diantara pendekatannya adalah:

a.       Asimilasi

Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga budaya-budaya golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.

Biasanya, masyarakat yang tersangkut dalam proses asimilasi, terdiri dari golongan mayoritas dan minoritas. Dalam hal ini, golongan minoritaslah yang mengubah kebudayaan, untuk menyesuaikan dengan kebudayaan mayoritas, sehingga lambat laun masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Adapun yang menghambat proses asimilasi ini adalah: (a) Kurang pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi. (b) Sifat takut kepada kekuatan kebudayaan lain. (c) Perasaan superioritas dari individuindividu terhadap kebudayaan lain.

Contoh pendekatan asimilasi yaitu setelah Islam datang ke Jawa, dan membawa paham monoteisme, lambat laun mengikis habis kepercayaan-kepercayaan lokal, yang masih menyakini adanya dewa-dewa dan dayang desa yang diekspresikan dalam bentuk upacara-upacara keagamaan lokal seperti : bersi desa, nyadran, tingkepan, dll. Kalaupun upacara itu masih dijalankan, tetapi isinya sudah hampir semua islam. Kepercayaan-kepercayaan lokal itu, sekarang sudah di ganti dengan hanya beriman kepada allah yang maha esa, sehingga upacara-upacara itu telah digantikan dalam bentuk peribadatan menurut ajaran islam. Proses hilangnya kepercayan-kepercayaan asli tersebut melalui proses panjan, dengan interaksi yang intensif antara islam dan kebudayaan jawa. Proses tersebut bahkan sampai sekarang masih terus berlangsung setelah berjalan enam abad lebih. Upacar sesaji dan slametan sudah jarang dilakukan, diganti dengan sholat sunat dan ibadah-ibadah lain menurut ajaran Islam (Pokja Akademik, 2015: 19-20). 

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97874782241950127
Sadranan (sumber: www.republika.com)

  
b.      Akulturasi

Akulturasi adalah pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling berhubungan atau saling bertemu, unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabakan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Dalam mengkaji proses akulturasi ini, perlu diperhatikan beberapa hal yang terkait dengan proses tersebut. Menurut koentjaraningrat (1981) ada lima hal (Pokja Akademik, 2005: 16): (a) Keadaan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi mulai berjalan. (b) Individu-individu ysng membawa unsur kebudayaan asing itu. (c) Saluran-saluran yang dipakai oleh unsur kebudayaan asing untuk masuk ke  dalam kebudayaan penerima. (d) Bagian-bagian masyarakat penerima terkena pengaruh unsur kebudayaan asing tadi. (e) Reaksi dari individu yang terkena kebudayaan asing.

Sedangkan contoh pendekatan akulturasi yaitu, dalam konsep akulturasi ini Islam di posisikan sebagai kebudayaan asing dam masyarakat lokal sebagai penerima kebudayaan asing tersebut. Misalnya masyarakat jawa yang memiliki tradisi “slametan” yang cukup kuat, ketika islam datang maka tradisi tersebut masih tetap jalan dengan mengambil unsur-unsur islam terutama dalam do’a-do’a yang dibaca. Wadah slametanya masih ada teapi isinya mengambil ajaran islam. 


3.  Nilai-nilai tradisi umat Islam di Nusantara

Seiring dengan perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini, ditandai dengan begitu derasnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK), begitu juga dengan berbagai macam jenis seni dan budaya asing yang masuk ke Indonesia telah mempengaruhi berbagai prilaku pola pikir masyarakat. Fenomena degradasi moral dan ahlak telah melanda generasi muda bangsa.

Fenomena tersebut perlu dilakukan intervensi untuk meminimalisir dampak dengan menanamkan berbagai nilai-nilai agama melalui pendekatan seni dan budaya Islam. Berbagai langkah dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan seni budaya, antara lain program “Revitalisasi Seni Budaya Tradisional Islami”. Tujuan utama langkah tersebut adalah untuk menghidupkan kembali nilainilai seni budaya tradisional Islami di tengah-tengah masyarakat muslim yang telah digerus oleh budaya pop. 

Khazanah Seni budaya Islam nusantara melambangkan bahwa seni dan budaya Islam yang ada di nusantara ini sangat melimpah. Hasil-hasil penelitian tentang jumlah kesenian dan kebudayaan Indonesia menunjukkan negeri ini memiliki lebih dari empat puluh macam seni budaya tradisional islami. Seni budaya Islam terbagi menjadi beberapa katagori, antara lain: seni suara, seni tari, drama, seni kaligrafi, seni lukis dan seni pahat.

Seni suara terdiri dari seni shalawat yang mempunyai ciri penggunaan rebana/terbang, adanya puji-pujian dalam bahasa arab, susunan nadanya bernafaskan islam. Selain itu ada seni musik gambus dan rebana yang mempunyai ciri khas diiringi dengan alat musikseperti, gambus, kecapi petik, marawis, atau alat musik modern, syair bernafaskan islam, baik berupa nasihat, shalawat nabi baik dalam bahasa Indonesia, arab maupun daerah. Disamping itu tentunya ada seni qasidah, hadrah, nasyid, marawis, terbang ampat dan lain-lain.

Selain itu, seni budaya Islam juga mempunyai kekayaan seni tari yang sangat banyak antara lain tari saman dari Aceh yang begitu masyhur didunia internasional, selain itu ada tari zapin melayu yang diiringi irama gambus, diperagakan oleh laki-laki yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah hitam dan songket serta ikat kepala lacak/destar yang menjadi cirri khasnya. Kemudian tari seudati dari aceh yang diperankan oleh laki-laki dengan menari dan membuat bunyi tabuhan dengan alat music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan,Tari menak yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX raja Jogyakarta, tari menak mirip wayang orang tetapi tari menak diambil dari serat menak. Wayang Golek. Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi bacaan-bacaan baik jawa maupun arab yang dibaca berulang- ulang.

Lebih dari itu, Indonesia juga mempunyai berbagai macam khazanah budaya tradisional islami yang berasal dari berbagai kearifan lokal yang ada diberbagai daerah diantara berbagai macam kearifan lokal tersebut adalah mauludan,yaitu perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw yang umumnya diisi dengan berbagai acara dan nama tersendiri misal di keraton Yogyakarta, Surakarta, Cirebon menyelenggarakan sekaten dan grebek mulud yang diisi dengan mengarak sedekah raja berupa makanan dari kediaman raja ke masjid Agung lalu diberikan kepada rakyat. Ada pula Batasniah,yaitu pemberian nama pada anak, Batamat Alquran (Hataman Quran), Batamat Hadist Bukhari (Hataman Hadist), mamanda, zapin shalawat,berjanji, Membaca mukaddam Alquran, Maulid Barjanji Sariful anam, Basya'ir, Burdah, Aqikah, hataman al-quran, marawis, masak bubur asura, dan berbagai kearifan lokal lainnya.

Begitu banyaknya seni budaya dan kearifan lokal islami ini menunjukan bahwa khazanah budaya Islam Indonesia begitu kaya dan berlimpah. Karena itu, semua pihak perlu berupaya untuk melestarikan keunikannya melalui berbagai upaya dalam rangka menjaga dan meningkatkan kekuatan ukhuwah islamiyah umat Islam nusantara.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar