TEMA
: BAHAYA DAN CIRI-CIRI MUNAFIK
Telaah
saya dari beberapa referensi yang lewat yang telah saya paparkan, maka saya
paparkan lagi isinya sebagai berikut :
Secara
harfiah, kata munafiq berasal dari kata “nafakun”
yang salah satu artinya adalah lubang tikus di dalam tanah, yang memilki dua
pintu, pintu pertama terlihat, sedang pintu kedua tidak terlihat. Tikus itu
bisa masuk dari pintu yang terlihat lalu keluar dari pintu yang tidak terlihat.
Begitu pula seorang munafik seolah-olah masuk ke dalam Islam, tetapi dia keluar
dari Islam melalui pintu yang tersembunyi. Secara etimologi atau istilah,
munafik adalah orang yang menyembunyikan akidah kekafirannya dan menampakkan
keimanannya secara lahiriyah dengan kata-kata.
Berikut
ini hadis Rasulullah terkait dengan ciri-ciri atau tandatanda orang munafik. Hadis
dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda yang artinya: Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika
berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya dia
berkhianat (HR. Muslim). Sebagian ulama menganggap bahwa hadis ini musykil,
sulit untuk dijelaskan, karena sifat-sifat dusta, ingkar janji, atau khiyanat
mungkin saja ada pada diri seorang Muslim. Namun demikian para ulama bersepakat
bahwa orang yang membenarkan ajaran Islam dengan hati dan lisannya, tetapi
melakukan perbuatan-perbuatan tersebut tidak dinyatakan sebagai kafir ataupun
munafik yang akan dihukum kekal di neraka.
Meskipun
demikian para ulama berbeda pendapat megenai makna hadis ini. Sebagian besar
berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat orang munafik,
siapapun yang memiliki sifat demikian, dia menyerupai seorang munafik dan
berakhlak dengan akhlak seorang munafik, karena sesungguhnya kemunafikan adalah
menampakan apa yang berbeda dari apa yang disembunyikan.
Hadits
tersebut menegaskan tanda-tanda munafik adalah:
1. Dusta
Berdusta
adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada orang lain. Contoh berdusta
dalam kehidupan keseharian kita yaitu seperti saat menerima telepon lalu kita
katakan kepada si penelpon bahwa orang yang dicarinya tidak ada, padahal
sesungguhnya orang itu ada.
2. Ingkar
Janji
Apabila
janji yang telah disepakati tidak kita penuhi tanpa alasan yang dapat
dibenarkan, maka kita telah ingkat janji.
3. Khianat
Khianat
dapat dikatakan paling berat akibat buruknya dibandingkan dengan sifat dusta
dan tukang ingkar janji.
4. Melampaui
batas
Tidak
boleh melakukan tindakan yang melampaui batas seperti menyebar fitnah atasnya,
membeberkan aib atau keburukan orang yang sedang menjadi musuhnya kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
Saking
hinanya orang-orang munafik, Allah SWT-pun meng-khusukan satu surat dalam
Al-Qur’an yakni Qs. Al-Munafikun 1-11 yang berbunyi :
إِذَا جَاءكَ
الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
لَكَاذِبُونَ ﴿١﴾
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul
Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar
Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu
benar-benar orang pendusta.
اتَّخَذُوا
أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاء مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ ﴿٢﴾
Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai,
lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah
apa yang telah mereka kerjakan.
ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا
يَفْقَهُونَ ﴿٣﴾
Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya
mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci
mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.
وَإِذَا
رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ
كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ
الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ ﴿٤﴾
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka
menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan
mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa
tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh
(yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan
mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا
رُؤُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُم مُّسْتَكْبِرُونَ ﴿٥﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah
(beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka
mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri.
سَوَاء
عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَن يَغْفِرَ
اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٦﴾
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau
tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
هُمُ
الَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنفِقُوا عَلَى مَنْ عِندَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى
يَنفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنَّ
الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ ﴿٧﴾
Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang
Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang
(Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan
Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi,
tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.
يَقُولُونَ
لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ
لَا يَعْلَمُونَ ﴿٨﴾
akan mengusir orang-orang yang lemah dari
padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan
bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ
اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ﴿٩﴾
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
وَأَنفِقُوا
مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ
الصَّالِحِينَ ﴿١٠﴾
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu;
lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?"
وَلَن يُؤَخِّرَ
اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاء أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ ﴿١١﴾
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
(kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengenal apa yang kamu kerjakan.
Dalam
Qs. Al-Munafikun diatas ada satu ayat yang saya petik yang menunjukkan bahwa golongan
munafik adalah golongan penduduk bumi yang paling keji. Mereka sangat
membahayakan Islam dan kaum muslimin. Sebagaimana Allah SWT sebutkan pada ayat
ke 4 yang berbunyi :
وَإِذَا
رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِن يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ
كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُّسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ
الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ ﴿٤﴾
“Dan apabila kamu melihat
mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu
mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar.
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.
Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga
Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari
kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun: 4)
Golongan
munafik adalah segolongan manusia yang menyusup ke tengah barisan orang-orang
beriman. Mereka memiliki banyak topeng palsu untuk melindungi wujud asli mereka
demi menyukseskan misi penghancuran barisan kaum muslimin melalui jalur
internal. Golongan munafik yang berada dalam tubuh umat Islam menyimpan banyak
strategi dan siasat yang begitu licik tanpa peduli halal-haram. mereka adalah
mata-mata yang menyesatkan. Mereka adalah mata orang-orang kafir dan musuh
Islam yang sengaja ditanam. Mereka akan selalu mencari celah untuk merusak tatanan
kehidupan, mental spiritual, dan persatuan kaum muslimin.
Dan
salah satu karakter orang munafik adalah main enaknya sendiri. Ketika
kemenangan jatuh ke tangan kaum beriman, orang-orang munafik ini merapat kepada
mereka untuk mengharap bagian ghanimah, hal ini sesuai dengn Qs. Annisa 141 :
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ
فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ
نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ ۚ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلَنْ
يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan
terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan
dari Allah mereka berkata: ‘Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?’ Dan
jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata:
‘Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?’
Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141)
Karakter dan sifat orang
munafik juga adalah selalu merasa bahagia ketika umat beriman ditimpa musibah
dan ujian. Sebaliknya, kesedihan dan duka cita mereka tertumpah ketika
orang-orang beriman dan para mujahid fi sabilillahmendapat
kebahagiaan dan kemenangan.
إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ
تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا ۖ وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا
يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka
bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.
Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak
mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa
yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran: 120)
APAKAH KITA JUGA TERGOLONG ORANG MUNAFI ???
Kemunafikan akan nampak dalam sifat lahiriyah dan
tidak nampak pada batinnya. Seperti misalnya seseorang yang menampakkan dirinya
shalih ketika berada di khalayak ramai. Namun ketika tidak berada di keramaian,
ia jauh berbeda. Oleh karena itu Al Hasan Al Bashri mengatakan,
مِنَ النِّفَاقِ اِخْتِلاَفُ القَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَاخْتِلاَفُ
السِّرِّ وَالعَلاَنِيَّةِ ، وَاخْتِلاَفُ الدُّخُوْلِ وَالخُرُوْجِ
“Di antara tanda kemunafikan adalah berbeda antara
hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang tersembunyi dan sesuatu yang
nampak, berbeda antara yang masuk dan yang keluar.” (Jaami’ul ‘Ulum wal
Hikam, 2: 490)
Intinya sebagaimana kata Ibnu Rajab, kemunafikan ringan
adalah adanya perbedaan antara yang nampak dan yang tersembunyi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا
وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara,
dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat.”
(HR. Muslim no. 59)
Dalam riwayat lain disebutkan,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ
مُسْلِمٌ
“Tanda munafik itu ada tiga, walaupun orang
tersebut puasa dan mengerjakan shalat, lalu ia mengklaim dirinya muslim.”
(HR. Muslim no. 59)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ
فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى
يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ،
وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat
tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya,
maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku
tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta;
(3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan
berbuat zalim.” (HR. Muslim no. 58)
Adapun Kalau
dirinci, tanda kemunafikan ada lima:
1.
Jika
berbicara, dusta.
Di antara hadits yang menunjukkan dicelanya perbuatan
dusta adalah hadits ‘Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ
الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ
فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى
النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena
sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan
akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan
berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang
jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan
mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika
seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di
sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607)
Asalnya berbohong itu terlarang dikecualikan dalam
tiga hal. Ketika itu berbohong jadi rukhsoh atau keringanan karena ada maslahat
yang besar. Ada hadits yang menyebutkan hal ini,
أَنَّ أُمَّهُ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ عُقْبَةَ بْنِ أَبِى مُعَيْطٍ
وَكَانَتْ مِنَ الْمُهَاجِرَاتِ الأُوَلِ اللاَّتِى بَايَعْنَ النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- وَهُوَ يَقُولُ « لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِى يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ
وَيَقُولُ خَيْرًا وَيَنْمِى خَيْرًا ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَلَمْ أَسْمَعْ
يُرَخَّصُ فِى شَىْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِى ثَلاَثٍ
الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ
وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.
Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin ‘Abi Mu’aythin, ia di
antara para wanita yang berhijrah pertama kali yang telah membaiat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengabarkan bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
disebut pembohong jika bertujuan untuk mendamaikan dia antara pihak yang
berselisih di mana ia berkata yang baik atau mengatakan yang baik (demi
mendamaikan pihak yang berselisih, -pen).”
Ibnu Syihab berkata, “Aku tidaklah mendengar sesuatu
yang diberi keringanan untuk berdusta di dalamnya kecuali pada tiga perkara,
“Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau
istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).” (HR.
Bukhari no. 2692 dan Muslim no. 2605, lafazh Muslim).
2.
Jika berjanji, tidak menepati.
Ibnu Rajab menyebutkan bahwa mengingkari janji itu ada
dua macam :
a.
Berjanji dan
sejak awal sudah berniat untuk tidak menepatinya. Ini merupakan pengingkaran
janji yang paling jahat.
b.
Berjanji, pada
awalnya berniat untuk menepati janji tersebut, lalu di tengah jalan berbalik,
lalu mengingkarinya tanpa adanya alasan yang benar.
Adapun jika dia berniat untuk memenuhi janji tersebut,
tetapi karena alasan tertentu atau ada hal lainnya yang dapat dibenarkan, maka
dia tidak termasuk dalam sifat tercela ini.
Ada perkataan dari ‘Ali, namun dalam sanad perkataan
ini ada perawi yang majhul,
العِدَةُ دَينٌ ، ويلٌ لمن وعد ثم أخلف
“Janji adalah utang. Celakalah orang yang berjanji
namun tidak menepati.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 483)
Contoh sederhananya, kalau janji pada anak kecil
(seorang bocah) tetap harus ditepati. Az Zuhri mengatakan dari Abu Hurairah, ia
berkata,
من قال لِصبيٍّ : تَعَالَ هاك تمراً ، ثم لا يُعطيه شيئاً فهي كذبة
“Siapa yang mengatakan pada seorang bocah: “Mari sini,
ini kurma untukmu”. Kemudian ia tidak memberinya, maka ia telah berdusta.”
Namun riwayat ini, sanadnya terputus karena Az Zuhriy tidak mendengar dari Abu
Hurairah. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 485)
3.
Jika diberi amanat, khianat.
Allah Ta’ala berfirman,
يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللّهَ وَالرّسُولَ
وَتَخُونُوَاْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kalian mengkhianati
amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedang kalian mengetahui”
(QS. Al Anfal : 27).
Jika seseorang dipercaya untuk memegang suatu amanah,
maka dia wajib untuk menjaga amanah tersebut sebaik mungkin, sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
إِنّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدّواْ الأمَانَاتِ إِلَىَ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisaa’: 58).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanat pada orang yang memberikan
amanat padamu dan janganlah mengkhianati orang yang mengkhianatimu” (HR.
Abu Daud no. 3535, Tirmidzi no. 1264 dann Ahmad 3: 414. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Hadits ini shahih menurut
Syaikh Al Albani lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no.
423).
4.
Jika berselisih, dia akan berbuat zalim”.
Yang dimaksud dengan al-fujuur di
sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang
benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada
dusta.
Dalam hadits disebutkan,
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah
adalah penantang yang paling keras”. (HR. Bukhari no. 2457 dan Muslim no.
2668)
Jika seseorang mempunyai kemampuan bersilat lidah pada
saat berdebat -baik perselisihan itu berkenaan dengan masalah agama atau
masalah dunia- untuk mempertahankan kebatilan, dia menyuarakan kepada
orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai suatu yang benar, serta menyamarkan
yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebathilan, seperti itu merupakan
keharaman yang paling buruk serta kemunafikan yang paling busuk.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا
“Sesungguhnya di antara penjelasan (al-bayan) itu
adalah sihir (yang membawa daya tarik)”. (HR. Bukhari no. 5767)
5.
Jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi.
Allah ta’ala telah memerintahkan supaya menepati
janji, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ
الأيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpah itu)….” (QS. An Nahl: 91).
Dari Ibnu ‘Umar radliyallahu ‘anhuma,
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ
فُلَانٍ
“Bagi setiap pengkhianat memliki bendera pada hari
Kiamat kelak. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah pengkhianat si Fulan”.
(HR. Bukhari no. 3187 dan Muslim no. 1735)
Tanda
Munafik juga adalah Beda Lahiriyah dan Batin
Itulah tanda munafik, beda antara yang lahir dan
batin. Oleh karenanya sebagian ulama salaf mengatakan,
خُشُوْعُ النِّفَاقِ أَنْ تَرَى الجَسَدَ خَاشِعاً ، وَالقَلْبُ لَيْسَ بِخَاشِعٍ
“Khusyu’nya orang munafik, jasad terlihat khusyu’.
Namun hati tak ada kekhusyu’an.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 490)
Umar pernah berkhutbah di atas mimbar, lantas ia
mengatakan,
إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ المنَافقُ العَلِيْمُ ، قَالُوْا :
كَيْفَ يَكُوْنُ المنَافِقُ عَلِيماً ؟ قَالَ : يَتَكَلَّمُ بِالْحِكْمَةِ ،
وَيَعْمَلُ باِلجَوْر ، أَوْ قَالَ : المنْكَرِ
“Yang aku khawatirkan pada kalian adalah orang berilmu
yang munafik. Para sahabat lantas bertanya: “Bagaimana bisa ada orang berilmu
yang munafik?” Umar menjawab, “Ia berkata perkataan hikmah, namun sayangnya ia
melakukan kemungkaran.” (Idem)
Hudzaifah ditanya mengenai apa itu munafik, ia
menjawab,
الَّذِي يَصِفُ الإِيْمَانَ وَلاَ يَعْمَلُ بِهِ
“Ia menyifati diri beriman namun tak ada amalan.” (Idem)
Dari sini, para ulama menyebutkan bahwa pria yang
mengaku muslim namun tidak pernah terlihat shalat berjama’ah di masjid,
dinyatakan sebagai munafik.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ
مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ
الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan
shalat jama’ah hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena
bahayanya meninggalkan shalat jama’ah sedemikian adanya, ada seseorang sampai
didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa masuk dalam shaf.”
(HR. Muslim no. 654).
Bahkan tetangga masjid yang tak pernah terlihat di
masjid, juga disebut munafik. Ibrahim An Nakha’i rahimahullah mengatakan,
كَفَى عَلَماً عَلَى النِّفَاقِ أَنْ يَكُوْنَ الرَّجُلُ جَارَ المسْجِد ،
لاَ يُرَى فِيْهِ
“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika
ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid” (Fathul
Bari karya Ibnu Rajab 5: 458 dan Ma’alimus Sunan 1:
160. Lihat Minhatul ‘Allam, 3: 365).
Alasan Ulama Takut
Tertimpa Kemunafikan
Cerita
Hanzhalah dan Abu Bakr berikut ini,
عَنْ حَنْظَلَةَ الأُسَيِّدِىِّ قَالَ – وَكَانَ مِنْ كُتَّابِ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ – لَقِيَنِى أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ
كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ
اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ
فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَافَسْنَا
الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ
فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا. فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ
حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُلْتُ نَافَقَ
حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
وَمَا ذَاكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا
بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ
عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ
لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ
الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ
سَاعَةً وَسَاعَةً ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
Dari Hanzholah Al Usayyidiy -beliau adalah di antara
juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr
pernah menemuiku, lalu ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai
Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah kini telah jadi munafik.” Abu Bakr
berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?” Aku menjawab, “Kami jika
berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka
dan surga sampai-sampai kami seperti melihatnya di hadapan kami. Namun ketika
kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul
dengan istri dan anak-anak kami, sibuk dengan berbagai urusan, kami pun jadi
banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”
Kemudian aku dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami
berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan surga sampai-sampai
seolah-olah surga dan neraka itu benar-benar nyata di depan kami. Namun jika
kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan
pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu
bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau
kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan
kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat
tangan kalian di tempat tidurmu dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah
sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim no.
2750).
Mereka masih khawatir diri mereka munafik, padahal
keduanya adalah sahabat yang mulia, bagaimana lagi dengan kita-kita.
Demikianlah sifat para sahabat, mereka takut tertimpa
kemunafikan.
وقال ابنُ أبي مُلَيْكَة : أَدْرَكْتُ ثَلاَثِيْنَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ .
“Ibnu Abi Mulaikah pernah berkata: Aku telah mendapati
30 orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya
khawatir pada dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari no. 36)
Ada perkataan dari Imam Ahmad,
وسُئِلَ الإمامُ أحمد : مَا تَقُوْلُ فِيْمَنْ لاَ يَخَافُ عَلَى نَفْسِهِ
النِّفَاق ؟ فقال : وَمَنْ يَأمَنُ عَلَى نَفْسِهِ النِّفَاقَ ؟
Imam Ahmad pernah ditanya, “Apa yang kau katakana pada
orang yang tidak khawatir pada dirinya kemunafikan?” Beliau menjawab, “Apa ada
yang merasa aman dari sifat kemunafikan?”
Al Hasan Al Bashri sampai menyebut orang yang Nampak
padanya sifat kemunafikan dari sisi amal (bukan i’tiqod atau keyakinan), maka
ia disebut munafik. Sebagaimana ada perkataan Hudzaifah dalam hal itu. Seperti
ada perkataan Asy Sya’bi semisal itu pula,
مَنْ كَذَبَ ، فَهُوَ مُنَافِقٌ
“Siapa yang berdusta, maka ia adalah munafik.” (Jami’ul
‘Ulum wal Hikam, 2: 493)
Al Hasan Al Bashri berkata,
مَا خَافَهُ إِلاَّ مُؤْمِنٌ ، وَلاَ أَمَنَهُ إلِاَّ مُنَافِقٌ
“Orang yang khawatir terjatuh pada kemunafikan, itulah
orang mukmin. Yang selalu merasa aman dari kemunafikan, itulah senyatanya
munafik.”(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 491)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga
Allah menyelamatkan kita dari kemunafikan.
Wallohu a’lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar