PERKEMBANGAN
KEBUDAYAAN PADA MASA KHULAPAUR RASYIDIN
A.
Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Abu
Bakar Ash-Shiddiq (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H)
termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang
dikenal dengan sebutan assabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu
Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634
Masehi. Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama
2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit.
Abu
Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah
Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi
Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq
(artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal
dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Abu
Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 572, dari keluarga kaya dalam Bani
Taim. Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan
ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar
menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku
Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada
masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing,
dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu
Bakar" yang berarti, bapaknya unta.
Ketika
umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan
kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama
kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun
pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah
menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali
bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan
beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya
dan semakin berpengalaman dalam berdagang.
Video
Abu Bakar: https://www.youtube.com/watch?v=3wjQgq0CyIA
Bisnisnya
semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya
Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti
anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang
terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar
biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam
simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik
mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik
mereka.
Sebuah
cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta
Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus
urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala
tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang
membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap
acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa
kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan
yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan
jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan,
kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada
berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan
mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu
sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan
meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah
untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.
Setelah
kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh
teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan
dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Dalam bukunya Al-Bidayah wan
Nihayah, Ibnu Katsir berpendapat bahwa
wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah
budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama
yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu
itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam
yaitu Abu Bakar.
Dalam
kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak
oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia
berkata: Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu
hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia
berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga
engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau
telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu
kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung
masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang
pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi
kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk
masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran
Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad
bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk
agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang
berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih
dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak
tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan
membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak
yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah. Ketika
peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar
adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi
Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuan, Aisyah menikah dengan Nabi
Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama
masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk
untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai
indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi
SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar AshShiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi
yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah
kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan
Muhajirin di Tsaqifah bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya
menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau
khalifah Islam pada tahun 632 M.
Artikel/jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410572904
Abu
Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan
bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab
dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para
penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu
Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Oleh sebuah tim yang diketuai
oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para
penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti
tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian
disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar
bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri
dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini
menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.
Artikel/jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605886604
1. Strategi/Metode
Dakwah Abu Bakar
a. Metode
Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu
Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan
kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan
meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka
perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa,
keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya
memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu,
mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian
ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar
sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar
mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan
senjung. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah
katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah,
dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa
pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa
Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya
Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW,
maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian
sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah
mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari
kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia
dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah
bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara
umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.”
Selepas
dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian,
beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah
dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika
aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka
luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku
hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa
yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan
mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum
meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan,
dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan
ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi
Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada
kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan
shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
b. Metode
Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan
ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah.
Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab,
banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan
tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para
penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin
Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat
al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta,
dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak
berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa
Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu
banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan
dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan
kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk
mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari
sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar
Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha
pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf
Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci
al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan
umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena
itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh
khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan
seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan
tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan
dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak
lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
c. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan
secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan
situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan.
Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah
Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada
orang-orang yang membangkang.
Dakwah
Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat
dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang
tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat
berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama.
Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang
menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil.
Tampaknya perdebatan mereka
dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar
ash-Shiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa
kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi
Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka
lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”. Abu Bakar juga mengaskan
tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi
Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat
adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89). Abu Bakar juga
menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari
agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605902667
d. Metode
Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu
Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah
di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam
melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai
bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola
urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan
peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung
oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris
terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi
Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah
kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya
membuat agar bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan
kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Di
samping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk
lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan
yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan
itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin
Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk
memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan
tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain.
Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah
provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi,
2008:70).
e. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam
Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah.
“Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan
yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar
menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah
maupun setelah menjabat sebagai khalifah.
Selain
sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati.
Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum
Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan
meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu
Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun
bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa
gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji.
Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa
sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang
tidak mampu.
Inilah
bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi
miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada
mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi
Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu
sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan
orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu
Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia
memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605885785
2. Perkembangan
ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Abu Bakar
Pada
masa Abu Bakar As-Shidiq, ilmu pengetahuan Islam tidak berkembang maju, karena
disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas Nabi palsu, gerakan kaum
murtad, gerakan kaum munafiq, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun
demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu; memperbaiki
sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam
sampai ke Irak, persia dan Syiria.
Pada
masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang
berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah
menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah
maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid
ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan
diantara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menegah gurunya
belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para
pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas
kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.
Materi-Materi
Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadist
dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada
masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca
dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama
seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan sebagainya.
B.
Kepemimpinan
Umar bin Khatab;
Umar
bin al-Khattab lahir di Mekkah dari Bani Adi yang masih satu rumpun dari suku
Quraisy dengan nama lengkap Umar bin al-Khattab bin Abdul Uzza. Keluarga Umar
tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa
itu merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi. Umar bin Khattab dikenal
memiliki fisik yang kuat, bahkan ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar tumbuh
menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Beliau memiliki watak
yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Beliau termasuk pemuda
yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih
menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Sebelum memeluk Islam
beliau dikenal sebagai peminum berat, namun setelah menjadi Muslim Beliau tidak
lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali, meskipun saat itu belum diturunkan
larangan meminum khomr secara tegas.
Video:
https://www.youtube.com/watch?v=krvcBM8lSMo
Pada
masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar
bereaksi sangat antipati terhadap Nabi. Umar juga termasuk orang yang paling banyak
dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad
SAW. Pada puncak kebenciannya terhadap Nabi Muhammad SAW, Umar memutuskan untuk
mencoba membunuh Nabi. Namun dalam perjalanannya, Umar bertemu dengan salah
seorang pengikut Nabi yang bernama Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar
bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam. Karena kabar tersebut, Umar
menjadi terkejut dan kembali ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya.
Dalam riwayatnya, Umar menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca
Alquran surat Thoha ayat 1-8, Umar semakin marah dan memukul saudarinya.
Namun,
Umar merasa iba ketika melihat saudarinya berdarah akibat pukulannya, beliau
kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat
terguncang oleh isi Alquran, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar
menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi Mekkah
terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watang yang keras dan paling
banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW kemudian memeluk ajaran yang sangat
di bencinya. Akibatnya, Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia tidak lagi
dihormati oleh para petinggi Quraisy.
Pada
tahun 622, Umar ikut bersama Nabi Muhammad SAW serta para pegikutnya berhijrah
ke Yatsrib (Madinah). Umar juga terlibat dalam perang Badar, perang Uhud,
perang Khaybar serta penyerangan ke Syria. Umar bin Khattab dianggap sebagai
orang yang disegani oleh kaum muslimin pada masa itu selain karena reputasinya pada
masa lalu yang memang terkenal sudah terkenal sejak masa memeluk Islam. Umar
juga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad SAW dan
ajaran Islam pada kesempatan yang ada. Bahkan beliau tanpa ragu menentang
kawan-kawan lamanya yang dulu bersama sama ikut menyiksa para pengikut Nabi
Muhammad SAW.
Pada
masa Abu Bakar menjadi seorang khalifah, Umar bin Khattab menjadi salah satu
penasehat kepalanya. Setelah Abu Bakar meninggal pada tahun 634, Umar bin
Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam
sejarah Islam. Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khatab, kekuasaan Islam
tumbuh sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan
dinasti Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara
dan Armenia dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah di taklukkan oleh ke
Khalifahan Islam dibawah pimpinan Umar bin Khatab.
Umar
bin Khattab melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari
dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah
yang baru ditaklukkan. Umar memerintahkan agar diselenggarakan sensus di
seluruh wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 638, Umar memerintahkan untuk
memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di
Madinah.
Umar
bin Khattab dikenal memiliki kehidupan sederhana. Beliau tidak mengadopsi gaya
hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, beliau tetap hidup sangat
sederhana. Sekitar tahun ke-17 Hijriah yang merupakan tahun ke-4 ke
khalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya
mulai dihitung saat peristiwa Hijriah.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605886111
1.
Dinamika kepemimpinan Umar bin Khatab 1)
Agama
Penaklukan-penaklukan
yang terjadi pada masa Umar menyebabkan masyarakat ramai-ramai memeluk agama
Islam. Meskipun demikian, tentu saja tidak ada paksaan terhadap mereka yang
tidak mau memeluknya. Masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang
terdiri dari berbagai agama. Hal ini berpengaruh tehadap masyarakat Islam,
mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam, seperti: Nasrani, Yahudi, dan
Majusi Shabiah. Masyarakat Muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap
pemeluk agama lainnya. Kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk
melahirkan fahamfaham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun
pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti
ini.
Kehomogenan
masyarakat menuntut prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami,
karena masyarakat terbentuk dari orang-orang Arab, Persia dan Afrika. Sesuatu
yang esensial dari agama Islam-pun otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan
pada kehidupan orang-orang selain bangsa Arab. Meskipun begitu aktivitas ini
tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin
Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan
praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa
Arab adalah panduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan
hukum adat orang-orang pada umumnya.
2.
Dinamika Sosial
Keadaan
sosial juga mulai berubah. Perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada
masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah taklukan Islam. Mereka mengenal adanya
kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi
kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda
telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa sebelum datangnya Islam
mereka telah mengenal kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku
pada masa Umar bin Khattab, telah membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu:
Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang, dan kelas pemungut pajak:
pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.
Hal
ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi.
Meskipun pajak itu digunakan untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan
sarana-sarana sosial, tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan
penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi
istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah
orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai
kekayaan, seperti: Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham,
Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000100.000 dirham, Sa’ad Ibn Waqqash yang
punya villa di dekat Madinah, dan Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000
dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000. dirham.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952785057
Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak,
tentu akan membuat iri masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang
kebanyakan adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim
dan lain-lain ke wilayah taklukan. Daerah-daerah pedesaan berubah menjadi
perkotaan yang padat penduduk dan memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.
Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi,
bendungan, masjid dan benteng.
3.
Dinamika Ekonomi
a. Perdagangan,
Industri dan Pertanian
Meluasnya
daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat
berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah
taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non
muslim. Daerah-daerah yang sebelumnya tidak begitu menggeliat, mulai
memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang
juga menjadi sumber barang dagang. Peta perdagangan saat itupun berubah,
seperti: Isfahan, Ray, Kabul, dan Balkh.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952784953
Sumber
pendapatan rakyatpun beragam, mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin,
industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh
perorangan maupun negara atau daerah untuk kepentingan negara, seperti:
industri rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan
pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah (jalan dan irigasi). Pembangunan irigasi
juga sangat berpengaruh dalam pertanian dan perkebunan yang menghasilkan.
Lahan-lahan tersebut adalah hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik
perorangan.
b. Pajak
Seluruh
hal-hal di atas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat itu
ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang
diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah
itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak
Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku,
maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan
penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak adalah elit masyarakat yang
selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah
pusat. Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah (1) Pajak jiwa, pajak ini
berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan
penghitungan adalah tokoh masyarakat. (2) Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib
pajak adalah seluas 2400 m2, jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber
air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410570266
c. Dinamika
Politik dan Adminstrasi
Pemerintahan
Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru
di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah
kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan
begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah
lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.
Wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga
Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan,
Selatan hingga Tabristan dan Haran.
Pada
masa pemerintahannya, Umar bin Khattab membuat kebijakan politis dan
administratif, antara lain: (a) ekspansi dan penaklukkan, (b) desentralisasi
administrasi, (c) pembangunan fasilitasfasilitas umum, seperti masjid, jalan
dan bendungan, (d) pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar, (e) memusatkan
para sahabat di madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga, (f)
aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap
khalifah, (g) membangun kota kufah dan bashrah, (h) baitul Mal sebagai lembaga
perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara, (i)
menciptakan mata uang resmi negara, dan (j) membentuk ahlul halli wal aqdi yang
bertugas untuk memilih pengganti khalifah
Selain
itu, Umar juga membentuk beberapa lembaga, yaitu:
1) Diwan
al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
2) Diwan
al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak
pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
3) Nazarat
an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan
fasilitas-fasilitas umum.
4) Diwan
al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi
ketentaraan.
d. Dinamika
Intelektual.
Selain
menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhijrahnya nabi Muhammad
saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad
baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam berkaaitan
dengan Alquran maupun sunnah. Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah
mulai ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya
pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang
sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan
yang merata tentang sunnah nabi, atau karena kehati-hatian para sahabat untuk
menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah
yang bersifat kondisional. Selain beberapa alasan di atas, tentu saja faktor
lainnya ikut mewarnai beberapa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab,
seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor
sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605847368
Beberapa
ijtihad Umar pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan
zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan
zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan
Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah. Pada kasus lain adalah tentang
pemotongan tangan bagi pencuri. Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab
r.a tidak melaksanakan hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang
berkepanjangan pada tahun 18 H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan.
Selain itu dalam beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti
mencuri unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong
tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya
beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.
Ijtihad
Umar yang berbasis atas keberanian intelektual, selanjutnya berpengaruh kepada
dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang berbasis di
Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini
menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl
ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara
ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya
dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605847522
Dalam
bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qadhanya,
yakni surat yang berisi hukum acara peradilan, meski masih sederhana. Surat ini
ia kirimkan kepada Abu Musa alAsy’ari yang menjadi qadhi di Kufah. Dalam mata
kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini
dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
4.
Strategi dakwah Umar bin Khatab
Untuk
menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khatab menempuh
strategi dakwah sebagai berikut.
a. Pengembangan
Wilayah Islam
Pada
masa pemerintahan Umar bin Khatab, usaha pengembangan Wilayah Islam terus
dilanjutkan. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka jalan
bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun
16 H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di
pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre),
Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/638 M dengan diserahkan
sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khatab.
Khalifah
Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia
yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju
Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam
perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti
kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M. Madain tahun 18 H / 639
M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.
Khalifah
Umar bin Khatab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu
penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan
dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-orang Islam.
Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar
memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah
pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al
Arisy, lalu berturut-turut al Farma, Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams,
dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah.
b. Mengeluarkan
Undang-Undang
Di
antara jasa dan peninggalan Umar bin Khatab selama ia menjabat khalifah adalah
menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diadakan kebijakan
peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli,
mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.
c. Membagi
Wilayah Pemerintahan
Khalifah
Umar bin Khatab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah bertindak sebagai pemimpin
pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur yang
membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah.
5.
Perkembangan ilmu pengetahuan masa
kepemimpinan Umar bin Khatab
Pada
masa Umar bin Khattab, perkembangan Islam tidak sebatas pada perluasan
kekuasaan Islam dan masalah ketatanegaraan (politik). Pada masa ini juga
dicapai kemajuan-kemajuan seperti; pembagian daerah kekuasaan Islam, membentuk
Baitul Mal, dan dewan angkatan perang, menetapkan tahun hijriyah, serta
membangun masjid, seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-Aqsha, dan
Masjid Amr Ibnu ‘Ash. Pada masa Umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat
kepada Rasulullah dan memiliki pengaruh besar, dilarang keluar Madinah, kecuali
atas izin Khalifah dan hanya dalam waktu yang terbatas.
Dengan
demikian, penyebaran ilmu para sahabat besar terpusatkan di Madinah sehingga
kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan Islam. Meluasnya kekuasaan
Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar. Mereka yang baru
menganut islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat Nabi,
khususnya hadits, sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan
hanya ada dalam ingatan para sahahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan
al-Qur’an. Sejak masa ini, telah terjadi mobilitas penuntut Ilmu dari
daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai pusat ilmu agama Islam. Gairah
menuntut Ilmu tersebut kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan
disiplin ilmu keagamaan, seperti tafsir, Hadits, dan Fiqih.
Tuntutan
untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam pada masa
Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan
munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di
wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah
yang baru ditaklukan harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan
mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat
pengajaran Bahasa Arab. Pada masa Umar bin Khattab ia menginstruksikan kepada
penduduk kota agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai onta, memanah, dan
membaca dan menghafal syair-syair yang mudah dan pribahasa.
C.
Kepemimpinan
Utsman bin Affan;
Utsman
bin Affan, adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur Rasyidin
(khalifah rasyid) yang ke-3. Beliau dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki
dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan
ketiga dari Rasulullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau juga dikenal
sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak
bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.
Pada
saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya
tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum
muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga
tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti
Nabi Muhammad untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman
dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi
untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah ke Ka'bah,
lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah
Video:
https://www.youtube.com/watch?v=nOOJBKQkM1k
Pada
saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah
memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk,
Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham
sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya
perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala
membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga
35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada
masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah
wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk
memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan
yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman
bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah
mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat
pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka
diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua,
serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada
bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah
betul-betul mapan dan terstruktur.
Utsman
bin Affan adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram
(Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang
menjalankan haji. ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat
bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan
di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia,
Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang
kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk
mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf. Selama masa jabatannya, Utsman banyak
mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan
menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak
membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk
membunuh khalifah.
1.
Sistem pemerintahan masa kepemimpinan
Utsman bin Affan
a. Bidang
Politik Dalam Negeri
Lembaga
pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi menjadi berbagai
bagian, antara lain:
1) Pembantu
(Wazir/Muawwin).
Wazir/Muawwin adalah pembantu yang
diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab
kekhalifahan Islam. Tugas dari Wazir/Muawwin ini adalah membantu khalifah dalam bidang pemerintahan
(Muawwin Tanfidz) dan membantu
khalifah dalam bidang administrasi (Muawwin Tafwidz). Wazir/Muawwin pada
masa khalifah Utsman bin Affan adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi
pembantu saja, Marwan bin Hakam juga menjadi sektretaris negara (Murad, 2007:
110-119).
2) Pemerintahan
daerah/gubernur.
Awal
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat
oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin
Affan menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh
Umar bin Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama
satu tahun penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang
menyuruh untuk menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu
tahun (Syalabi, 2013: 336-338).
b. Hukum.
Pentingnya
masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal yang
mendasar, antara lain :
1) Menjaga
teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan apa yang
ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks yang ada.
2) Meletakkan
sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang semakin luas dan
menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam (Syalabi, 2013:
174-176).
3) Hakim-hakim
pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain: Zaid bin Tsabit yang bertugas
di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus, Ka’ab bin Sur bertugas di
Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la bin Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a, dan
Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir (Supriyadi, 2008: 91-93).
c. Baitul
Mal (keuangan).
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur
masalah keuangan. Bentuk peran Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan
negara. Tugas Baitul Mal mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para
pemimpin daerah (gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang
bekerja di pusat pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak,
dan masalahmasalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil
rampasan perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana
perang semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin
khalifah Utsman bin Affan (Syalabi, 2013: 70-72).
d. Militer.
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang
mampu memimpin kekuatan Islam seperti alWalid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said
bin al-Ash. Tokoh militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan
yang terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam
bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan
pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga dikarenakan
mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan militer pada waktu itu
membawa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan kepuncak
kejayaan.
e. Majelis
Syuro.
Majelis Syuro adalah orang-orang yang
mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan
khalifah. Orang non muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro
untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan
dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syuro dibagi menjadi tiga, yaitu; dewan
penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan umum.
f. Bidang
Politik Luar Negeri
Utsman bin Affan melaksanakan politik
ekspansi untuk menaklukkan daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray,
Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya
akan sumber daya alamnya, dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang
ditaklukkan Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh
wilayah tersebut. Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam
diantaranya: Armenia, Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan wilayah takklukan Islam semakin
bertambah luas dan semakin bertambah banyak.
g. Bidang
Ekonomi
Pada
masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang
dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip-prinsip politik
ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai
berikut.
1) Menerapkan
politik ekonomi secara Islam.
2) Tidak
berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.
3) Menetapkan
kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal.
4) Memberikan
hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
5) Menetapkan
kewajiban harta kepada kaum kafir dzamimi untuk diserahkan kepada Baitul Mal
dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzhalimi mereka.
6) Para
pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
7) Mengawasi
penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat menghilangkan
kesempurnaan nikmat umat secara umum (Syalabi, 2013: 137-139) .
Eksistensi
Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan
pengeluaran dalam bidang ekonomi (Syalabi, 2013: 146-167). Pemasukan dan
pengeluaran tersebut, antara lain.
a) Pemasukan
Keuangan, berupa: Zakat, Harta Rampasan Perang (Ghanimah), Harta Jizyah, Harta
Kharaj (Pajak Bumi), dan Usyur (Sepersepuluh dari barang dagangan)
b) Pengeluaran
Keuangan, berupa: Gaji Para Walikota dari Kas Baitul Mal, Gaji Para Tentara
dari Kas Baitul Mal, Kas Umum untuk Haji dari Baitul Mal, Dana Perluasan
Masjidil Haram dari Baitul Mal, Dana Pembuatan Armada Laut Pertama Kali, Dana
Pengalihan Pantai dari Syuaibah ke Jeddah, Dana Pengeboran Sumur dari Baitul
Mal, Dana untuk Para Muadzin dari Baitul Mal, dan Dana untuk Tujuan-tujuan
Mulia Islam
h. Bidang
Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab
masyarakat tidak diberi kebebasan untuk melakukan segala hal. Semua kaum
muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin dan
untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Pada
masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk
keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di
masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam
pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107).
i. Bidang
Agama
1) Mengerjakan
shalat.
Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan
mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang
dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa kebinggungan terhadap para
sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua
rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat.
Kebijakan yang diambil khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat
empat rakaat penuh di Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap
umat Islam (Syalabi, 2013: 187191).
2) Ibadah
Haji.
Khalifah Utsman bin Affan adalah salah
satu orang yang mengerti tetang hukumhukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga
melarang umatnya untuk beribadah haji jika untuk tidak sesuai hukum-hukum haji.
Larangan tersebut antara lain (Syalabi, 2013: 194-197).
3) Pembangunan
Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba
4) Pembukuan
Al-qur’an.
Penyusunan kitab suci Al-qur’an adalah
suatu hasil dari pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan
kitab suci Al-qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan
Alqur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu
bacaan.
5) Penyebaran
Agama Islam.
Penyebaran agama Islam pada masa khalifah
Utsman bin Affan salah satunya dilakukan dengan cara ekspedisi-ekpedisi ke
wilayah yang menjadi jajahan Islam. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk
menaklukan daerah saja, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam.
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama
Islam khalifah Umar bin Khatab menempuh jalan dan strategi dakwah sebagai
berikut:
a) Perluasan
Wilayah.
Pada masa khalifah Usman terdapat juga
beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan
usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha
perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya
armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain
wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan
Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar
kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para
pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka
enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.
b) Standarisasi
Al-Qur’an.
Pada masa Usman, terjadi perselisihan di
tengah kaum muslimin perihal secara baca Al Qur’an (qiraat). Perlu diketahui
terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara baca. Karena
perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan
oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan tersebut,
Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an.
Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan
demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam
menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya berdasarkan
cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar. Setelah
pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam,
Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushafmushaf
inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman
mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah
disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya
dibakar.
c) Pengangkatan
Pejabat Negara.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12
tahun. Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda
dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat
dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35
H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari orangorang yang
kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap
kepemimpinan Usman adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan
tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada
dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar
khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting. Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat
berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas
terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagibagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97409614584219138
d) Pembangunan
Fisik.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa
pada masa Usman tidak ada kegiatankegiatan yang penting. Usman berjasa
membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian
air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatanjembatan,
masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.
2.
Perkembangan ilmu pengetahuan masa
kepemimpinan Utsman bin Affan
Pada
masa Khalifah Utsman bin Affan, perkembangan ilmu pengetahuan Islam sudah
berkembang maju terbukti dengan hasil yang dicapai khalifah Utsman yaitu;
merenovasi masjid nabawi, usaha pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an,
pembentukan angkatan laut, dan perluasan wilayah Islam sampai ke Khurosan,
Armenia, Tunisia dan Azerbeijan. Pada masa khalifah Usman, pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam tidak berbeda jauh dengan masa sebelumnya.
Pada
masa ini pendidikannya melanjutkan apa yang telah ada. Sedikit perubahan telah
mewarnai pelaksaan pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat
dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa Khalifah
Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap didaerah daerah yang
mereka sukai. Disitu mereka mengajarkan Ilmu-ilmu yang dimiliki dari Rasul
secara langsung. Kebijakan ini besar sekali artinya bagi pelaksanaan Pendidikan
Islam didaerah-daerah.
Sebelumnya,
Umat Islam diluar madinah dan makkah, khususnya dari luar semenanjung Arab,
harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan lama untuk menuntut Ilmu
agama Islam di Madinah. Tetapi sebenarnya Sahabat-sahabat besar ke berbagai
daerah meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada shahabat-shahabat yang
tahu banyak Ilmu Islam didaerah mereka sendiri atau didaerah terdekat.
Usaha
kongkrit dibidang Pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman.
Khalifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun
begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar
biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar
untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan
agar mushaf yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit
bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits.
Penyalinan
ini dilatar belakangi oleh perselisihan dalam bacaan al-Quran. Menyaksikan
perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta
Khalifah untuk menyatukan bacaan al-Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan
tersebut sekaligus menyatukan bacaan al-Quran dengan pedoman apabila terjadi
perselisihan bacaan antara Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun,
hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena al-Quran itu diturunkan dengan
lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang
anggotanya adalah orang Quraisy.
Setelah
selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis Al-Qur’an untuk
menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan
Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam.
Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah
Habsah. Khalifahn Usman meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang
tertulis dimushaf yang dikirimkan kepada mereka.
Sedangkan
mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar
untuk menghindari perselisihan bacaan al-Quran serta menjaga keasliannya.
Fungsi al-Quran sangat fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh
karena itu, menjaga keaslian al-Quran dengan menyalin dan membukukannya
merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam dimasa mendatang.
Mushaf
al-Quran yang ada di Madinah, Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam memiliki jenis
yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan muncullah
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami
Al-Quran. Ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena adanya
beberapa dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi
kesalahan dalam membaca dan memahaminya. Oleh karena itu diperlukan
standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri.
D.
Kepemimpinan
Ali bin Abi Thalib;
Ali
dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya
bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih
diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada
yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Dia bernama asli
Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad
SAW. Assad yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk
mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara
kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama
Assad, Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi
Allah).
Ali
dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan
anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi
bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi nabi
Muhammad SAW. karena dia tidak punya anak lakilaki. Uzur dan faqir nya keluarga
Abu Thalib memberi kesempatan bagi nabi Muhammad SAW bersama istri dia Khadijah
untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas
jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak kecil hingga dewasa,
sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Nabi Muhammad
SAW. menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali
adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang
percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar
10 tahun.
Video:
https://www.youtube.com/watch?v=sP0u0WH7XvE
Pada
usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi Muhammad
SAW. karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini
berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti
bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaranpelajaran tertentu masalah ruhani
(spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah
'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan nabi
khusus kepada dia tetapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang
lain.
Karena
bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah
maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan
kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada
orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari nabi
kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (syariah) dan bathin
(tasawuf) menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani
dan bijak.
Pada
malam hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di kamar nabi
untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia
tidur menampakkan kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi
mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh
nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Setelah
masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri
Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup.
Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin
binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah
binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti
Imru'ul Qais (Sayyid Sulaiman Nadwi, 2015: 62).
Peristiwa
pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di
seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika
Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan
lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha
menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia,
sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya
Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih
melalui cara yang berbeda-beda.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410595869
Dalam
pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam:
1.
Tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan
Sunnah Rasulullah;
2.
Taat dan bertaqwa kepada Allah serta
mengabdi kepada negara dan sesama manusia;
3.
Saling memelihara kehormatan di antara sesama
Muslim dan umat lain;
4.
Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi
kepentingan umum; dan
5.
Taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak
lama setelah dia di bai’at, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan
Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Dengan demikian masa
pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar
kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun Ali menyatakan ia
berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan
kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan
menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen
khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir polisi dan menetapkan
tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan
Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus,
Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi
yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Sehingga terjadilah pertempuran
yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase),
tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya
golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali
Radhiallahu ‘anhu.
Hal
yang paling substansial menjadi perdebatan Setelah kepergian Rasulullah Saw
ialah persoalan kepemimpinan, khususnya tentang siapa yang berhak menjadi
pengganti beliau dalam melanjutkan kepemimpinan dan menjaga serta melestarikan
nilai-nilai yang telah diajarkan
peribadi agung ini dalam kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan.
Artikel/Jurnal:
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952808735
Beragam
gagasan dan konsepsi tentang kasus ini telah mewarnai perjalanan sejarah umat
terdahulu, mulai dari pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq di Balariung Saqifah melalui
musyawarah oleh segelentir kaum muslimin, penunjukan Abu Bakar kepada Umar bin
Khattab sebagai pengganti, penetapan dewan syura’ oleh Umar bin Khattab untuk
mengurus penggantinya (terpilih Usman bin Affan), dan baiat secara massal dari
publik kepada Ali bin Abi Thalib setelah Usman bin Affan.
Meski
dalam putaran roda waktu tersebut, sejarah Islam awal (pasca wafatnya
Rasulullah) telah diwarnai dengan beragam pola/skema penetapan kepemimpinan
(bahkan ada yang berujung pada konflik yang berkepanjangan), tapi paling tidak
terdapat satu hal yang menjadi perekat dari semuanya, yakni kesepakatan oleh
kaum Muslimin akan pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam Islam.
Konflik
internal yang kontras dalam catatan sejarah umat Islam awal ialah setelah
terbunuhnya Khalifah ke tiga (Usman bin Affan). Khawatir akan terjadinya fitnah
yang berujung pada perpecahan berlarut, maka masyarakat Madinah tidak
membiarkan kesenjangan ini, dan bergegas memilih Ali bin Abi Thalib sebagai
pemimpin pengganti, dan memang selaku kandidat terkuat menurut pengamatan dewan
syura’ bentukan Umar bin Khattab yang masih hidup. Bahkan para sejarawan
bersepakat bahwa Ali dipilih secara aklamasi, dan menuntut baiat
(pengakuan/legitimasi) di masjid secara terbuka dengan kesepakatan seluruh
hadirin (Mahmoud M. Ayub, 2004:129). Maka dari itu bisa dipahami bahwa Ali
adalah khalifah pertama dan satu-satunya yang terpilih secara umum dalam
sejarah kekhalifaan.
Kekhawatiran
kaum muslimin akan terjadinya fitnah dan konflik internal pasca terbunuhnya
Usman bin Affan, pun ternyata tidak dapat dibendung. Kaum muslimin
terkotak-kotakkan kedalam bebarapa kelompok, dan masing-masing dari mereka
membangun sistem pemikiran tersendiri. Tidak hanya sampai disitu, saling
mengintrik antara satu komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya pun
terkumandangkan, endingnya adalah pertentangan dan perang. Dan inilah fase
tantangan yang harus dihadapi oleh Ali bin Abi Thalib as.
Pada
masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam telah
sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat
luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal
dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks
Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib
menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang
mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian
Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk mengarang
pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang
dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka
orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam
membaca dan memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib
dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama.
Sumber
: http://ppg.siagapendis.com
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar