Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 17 Juli 2019

MODUL SKI KB 1 PPG PAI



PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN PADA MASA KHULAPAUR RASYIDIN

A.   Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan assabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit. 

Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"

Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 572, dari keluarga kaya dalam Bani Taim. Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta. 

Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.

Video Abu Bakar: https://www.youtube.com/watch?v=3wjQgq0CyIA

Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik mereka. 

Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.

Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir  berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar.

Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata: Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya. 

Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuan, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.

Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar AshShiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.

Artikel/jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410572904

Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

Artikel/jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605886604

1.     Strategi/Metode Dakwah Abu Bakar

a.      Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)

Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).

Kemudian ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan senjung. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.”

Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58). 

b.     Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)

Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).

Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya. 

c.      Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)

Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.

Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. 

Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ash-Shiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”. Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89). Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
 
Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605902667

d.     Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya membuat agar bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).

Di samping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan. 

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70). 

e.      Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun setelah menjabat sebagai khalifah.

Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.

Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605885785

2.     Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar As-Shidiq, ilmu pengetahuan Islam tidak berkembang maju, karena disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas Nabi palsu, gerakan kaum murtad, gerakan kaum munafiq, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu; memperbaiki sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam sampai ke Irak, persia dan Syiria.

Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menegah gurunya belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.

Materi-Materi Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadist dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan sebagainya. 

B.    Kepemimpinan Umar bin Khatab;

Umar bin al-Khattab lahir di Mekkah dari Bani Adi yang masih satu rumpun dari suku Quraisy dengan nama lengkap Umar bin al-Khattab bin Abdul Uzza. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi. Umar bin Khattab dikenal memiliki fisik yang kuat, bahkan ia menjadi juara gulat di Mekkah. Umar tumbuh menjadi pemuda yang disegani dan ditakuti pada masa itu. Beliau memiliki watak yang keras hingga dijuluki sebagai “Singa Padang Pasir”. Beliau termasuk pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Sebelum memeluk Islam beliau dikenal sebagai peminum berat, namun setelah menjadi Muslim Beliau tidak lagi menyentuh alkohol (khamr) sama sekali, meskipun saat itu belum diturunkan larangan meminum khomr secara tegas.

Video: https://www.youtube.com/watch?v=krvcBM8lSMo

Pada masa itu, ketika Nabi Muhammad menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadap Nabi. Umar juga termasuk orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW. Pada puncak kebenciannya terhadap Nabi Muhammad SAW, Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi. Namun dalam perjalanannya, Umar bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi yang bernama Nu’aim bin Abdullah dan memberikan kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam. Karena kabar tersebut, Umar menjadi terkejut dan kembali ke rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya. Dalam riwayatnya, Umar menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca Alquran surat Thoha ayat 1-8, Umar semakin marah dan memukul saudarinya.

Namun, Umar merasa iba ketika melihat saudarinya berdarah akibat pukulannya, beliau kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau menjadi sangat terguncang oleh isi Alquran, dan beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watang yang keras dan paling banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad SAW kemudian memeluk ajaran yang sangat di bencinya. Akibatnya, Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia tidak lagi dihormati oleh para petinggi Quraisy.

Pada tahun 622, Umar ikut bersama Nabi Muhammad SAW serta para pegikutnya berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar juga terlibat dalam perang Badar, perang Uhud, perang Khaybar serta penyerangan ke Syria. Umar bin Khattab dianggap sebagai orang yang disegani oleh kaum muslimin pada masa itu selain karena reputasinya pada masa lalu yang memang terkenal sudah terkenal sejak masa memeluk Islam. Umar juga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam pada kesempatan yang ada. Bahkan beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama sama ikut menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW.

Pada masa Abu Bakar menjadi seorang khalifah, Umar bin Khattab menjadi salah satu penasehat kepalanya. Setelah Abu Bakar meninggal pada tahun 634, Umar bin Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam. Selama di bawah pemerintahan Umar bin Khatab, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan Persia dari tangan dinasti Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah di taklukkan oleh ke Khalifahan Islam dibawah pimpinan Umar bin Khatab.

Umar bin Khattab melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Umar memerintahkan agar diselenggarakan sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 638, Umar memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Umar bin Khattab dikenal memiliki kehidupan sederhana. Beliau tidak mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, beliau tetap hidup sangat sederhana. Sekitar tahun ke-17 Hijriah yang merupakan tahun ke-4 ke khalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa Hijriah.

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605886111

          1.     Dinamika kepemimpinan Umar bin Khatab 1) Agama

Penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa Umar menyebabkan masyarakat ramai-ramai memeluk agama Islam. Meskipun demikian, tentu saja tidak ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau memeluknya. Masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama. Hal ini berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam, seperti: Nasrani, Yahudi, dan Majusi Shabiah. Masyarakat Muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap pemeluk agama lainnya. Kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk melahirkan fahamfaham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti ini.

Kehomogenan masyarakat menuntut prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena masyarakat terbentuk dari orang-orang Arab, Persia dan Afrika. Sesuatu yang esensial dari agama Islam-pun otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa Arab. Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah panduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.

         2.     Dinamika Sosial

Keadaan sosial juga mulai berubah. Perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah taklukan Islam. Mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini. Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab, telah membagi masyarakat kepada dua kelas, yaitu: Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang, dan kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.

Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi. Meskipun pajak itu digunakan untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan sarana-sarana sosial, tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk. Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti: Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham, Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000100.000 dirham, Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah, dan Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000. dirham.
Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952785057

Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan membuat iri masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim dan lain-lain ke wilayah taklukan. Daerah-daerah pedesaan berubah menjadi perkotaan yang padat penduduk dan memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi. Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi, bendungan, masjid dan benteng.   

         3.     Dinamika Ekonomi

a.      Perdagangan, Industri dan Pertanian

Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non muslim. Daerah-daerah yang sebelumnya tidak begitu menggeliat, mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang. Peta perdagangan saat itupun berubah, seperti: Isfahan, Ray, Kabul, dan Balkh.

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952784953

Sumber pendapatan rakyatpun beragam, mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah untuk kepentingan negara, seperti: industri rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah (jalan dan irigasi). Pembangunan irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian dan perkebunan yang menghasilkan. Lahan-lahan tersebut adalah hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik perorangan.

b.     Pajak

Seluruh hal-hal di atas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak adalah elit masyarakat yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah pusat. Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah (1) Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat. (2) Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2, jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.
Artikel/Jurnal: 
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410570266

c.      Dinamika Politik dan Adminstrasi
Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu. Wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.

Pada masa pemerintahannya, Umar bin Khattab membuat kebijakan politis dan administratif, antara lain: (a) ekspansi dan penaklukkan, (b) desentralisasi administrasi, (c) pembangunan fasilitasfasilitas umum, seperti masjid, jalan dan bendungan, (d) pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar, (e) memusatkan para sahabat di madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga, (f) aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah, (g) membangun kota kufah dan bashrah, (h) baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara, (i) menciptakan mata uang resmi negara, dan (j) membentuk ahlul halli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah
Selain itu, Umar juga membentuk beberapa lembaga, yaitu:
1)    Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
2)    Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
3)    Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
4)    Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ketentaraan. 

d.     Dinamika Intelektual.
Selain menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhijrahnya nabi Muhammad saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam berkaaitan dengan Alquran maupun sunnah. Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang sunnah nabi, atau karena kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional. Selain beberapa alasan di atas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberapa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi. 

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605847368

Beberapa ijtihad Umar pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah. Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri. Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18 H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.

Ijtihad Umar yang berbasis atas keberanian intelektual, selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.
Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97406410605847522

Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qadhanya, yakni surat yang berisi hukum acara peradilan, meski masih sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa alAsy’ari yang menjadi qadhi di Kufah. Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam. 

          4.     Strategi dakwah Umar bin Khatab
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khatab menempuh strategi dakwah sebagai berikut.

a.      Pengembangan Wilayah Islam
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, usaha pengembangan Wilayah Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Bakar, membuka jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khatab.
Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasan dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M. Madain tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.

Khalifah Umar bin Khatab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu gerbang al Arisy, lalu berturut-turut al Farma, Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah.

b.     Mengeluarkan Undang-Undang
Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khatab selama ia menjabat khalifah adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diadakan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli, mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.

c.      Membagi Wilayah Pemerintahan
Khalifah Umar bin Khatab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah bertindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah. 

          5.     Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Umar bin Khatab

Pada masa Umar bin Khattab, perkembangan Islam tidak sebatas pada perluasan kekuasaan Islam dan masalah ketatanegaraan (politik). Pada masa ini juga dicapai kemajuan-kemajuan seperti; pembagian daerah kekuasaan Islam, membentuk Baitul Mal, dan dewan angkatan perang, menetapkan tahun hijriyah, serta membangun masjid, seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Al-Aqsha, dan Masjid Amr Ibnu ‘Ash. Pada masa Umar, sahabat-sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah dan memiliki pengaruh besar, dilarang keluar Madinah, kecuali atas izin Khalifah dan hanya dalam waktu yang terbatas.

Dengan demikian, penyebaran ilmu para sahabat besar terpusatkan di Madinah sehingga kota tersebut pada waktu itu menjadi pusat keilmuan Islam. Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar. Mereka yang baru menganut islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat Nabi, khususnya hadits, sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam ingatan para sahahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-Qur’an. Sejak masa ini, telah terjadi mobilitas penuntut Ilmu dari daerah-daerah jauh menuju Madinah sebagai pusat ilmu agama Islam. Gairah menuntut Ilmu tersebut kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan, seperti tafsir, Hadits, dan Fiqih.

Tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar. Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang baru ditaklukan harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab. Pada masa Umar bin Khattab ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajarkan berenang, mengendarai onta, memanah, dan membaca dan menghafal syair-syair yang mudah dan pribahasa. 

C.   Kepemimpinan Utsman bin Affan;

Utsman bin Affan, adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur Rasyidin (khalifah rasyid) yang ke-3. Beliau dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasulullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau juga dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah ke Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah

Video: https://www.youtube.com/watch?v=nOOJBKQkM1k

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.

Utsman bin Affan adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan haji. ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf. Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

          1.     Sistem pemerintahan masa kepemimpinan Utsman bin Affan

a.      Bidang Politik Dalam Negeri

Lembaga pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi menjadi berbagai bagian, antara lain:
1)    Pembantu (Wazir/Muawwin).
Wazir/Muawwin adalah pembantu yang diangkat oleh khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab kekhalifahan Islam. Tugas dari Wazir/Muawwin ini adalah membantu khalifah dalam bidang pemerintahan (Muawwin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang administrasi (Muawwin Tafwidz). Wazir/Muawwin pada masa khalifah Utsman bin Affan adalah Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi pembantu saja, Marwan bin Hakam juga menjadi sektretaris negara (Murad, 2007: 110-119).

2)    Pemerintahan daerah/gubernur.
Awal pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin Affan menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh Umar bin Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama satu tahun penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang menyuruh untuk menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu tahun (Syalabi, 2013: 336-338).

b.     Hukum.

Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal yang mendasar, antara lain :
1)    Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum, terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks yang ada.
2)    Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara Islam yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah beraneka ragam (Syalabi, 2013: 174-176).
3)    Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain: Zaid bin Tsabit yang bertugas di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus, Ka’ab bin Sur bertugas di Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la bin Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a, dan Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir (Supriyadi, 2008: 91-93).

c.      Baitul Mal (keuangan).

Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah (gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan masalahmasalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil rampasan perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana perang semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin khalifah Utsman bin Affan (Syalabi, 2013: 70-72).

d.     Militer.

Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan Islam seperti alWalid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan kepuncak kejayaan.

e.      Majelis Syuro.

Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syuro dibagi menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan umum.

f.       Bidang Politik Luar Negeri

Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan, dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut. Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya: Armenia, Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan wilayah takklukan Islam semakin bertambah luas dan semakin bertambah banyak.

g.     Bidang Ekonomi

 Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip-prinsip politik ekonomi yang dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.
1)    Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
2)    Tidak berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau pajak.
3)    Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan kepada Baitul Mal.
4)    Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
5)    Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzamimi untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak menzhalimi mereka.
6)    Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
7)    Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum (Syalabi, 2013: 137-139) .
Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan pengeluaran dalam bidang ekonomi (Syalabi, 2013: 146-167). Pemasukan dan pengeluaran tersebut, antara lain.

a)     Pemasukan Keuangan, berupa: Zakat, Harta Rampasan Perang (Ghanimah), Harta Jizyah, Harta Kharaj (Pajak Bumi), dan Usyur (Sepersepuluh dari barang dagangan)
b)    Pengeluaran Keuangan, berupa: Gaji Para Walikota dari Kas Baitul Mal, Gaji Para Tentara dari Kas Baitul Mal, Kas Umum untuk Haji dari Baitul Mal, Dana Perluasan Masjidil Haram dari Baitul Mal, Dana Pembuatan Armada Laut Pertama Kali, Dana Pengalihan Pantai dari Syuaibah ke Jeddah, Dana Pengeboran Sumur dari Baitul Mal, Dana untuk Para Muadzin dari Baitul Mal, dan Dana untuk Tujuan-tujuan Mulia Islam

h.     Bidang Sosial

Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan untuk melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu, dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Pada masa khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107).

i.       Bidang Agama

1)    Mengerjakan shalat.
Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa kebinggungan terhadap para sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat. Kebijakan yang diambil khalifah Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di Mina dan Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam (Syalabi, 2013: 187191).

2)    Ibadah Haji.

Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti tetang hukumhukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya untuk beribadah haji jika untuk tidak sesuai hukum-hukum haji. Larangan tersebut antara lain (Syalabi, 2013: 194-197).

3)    Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba

4)    Pembukuan Al-qur’an.

Penyusunan kitab suci Al-qur’an adalah suatu hasil dari pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-qur’an ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Alqur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu bacaan.

5)    Penyebaran Agama Islam.

Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan salah satunya dilakukan dengan cara ekspedisi-ekpedisi ke wilayah yang menjadi jajahan Islam. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah saja, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam.

Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khatab menempuh jalan dan strategi dakwah sebagai berikut: 

a)     Perluasan Wilayah.
Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia. 

b)    Standarisasi Al-Qur’an.
Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal secara baca Al Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan tersebut, Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushafmushaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar.

c)     Pengangkatan Pejabat Negara.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari orangorang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagibagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97409614584219138

d)    Pembangunan Fisik.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman tidak ada kegiatankegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatanjembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah. 

          2.     Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Utsman bin Affan

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, perkembangan ilmu pengetahuan Islam sudah berkembang maju terbukti dengan hasil yang dicapai khalifah Utsman yaitu; merenovasi masjid nabawi, usaha pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an, pembentukan angkatan laut, dan perluasan wilayah Islam sampai ke Khurosan, Armenia, Tunisia dan Azerbeijan. Pada masa khalifah Usman, pelaksanaan Pendidikan Agama Islam tidak berbeda jauh dengan masa sebelumnya.

Pada masa ini pendidikannya melanjutkan apa yang telah ada. Sedikit perubahan telah mewarnai pelaksaan pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap didaerah daerah yang mereka sukai. Disitu mereka mengajarkan Ilmu-ilmu yang dimiliki dari Rasul secara langsung. Kebijakan ini besar sekali artinya bagi pelaksanaan Pendidikan Islam didaerah-daerah.

Sebelumnya, Umat Islam diluar madinah dan makkah, khususnya dari luar semenanjung Arab, harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan lama untuk menuntut Ilmu agama Islam di Madinah. Tetapi sebenarnya Sahabat-sahabat besar ke berbagai daerah meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada shahabat-shahabat yang tahu banyak Ilmu Islam didaerah mereka sendiri atau didaerah terdekat. 

Usaha kongkrit dibidang Pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman. Khalifah merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun begitu, satu usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan agar mushaf yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits.

Penyalinan ini dilatar belakangi oleh perselisihan dalam bacaan al-Quran. Menyaksikan perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta Khalifah untuk menyatukan bacaan al-Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan tersebut sekaligus menyatukan bacaan al-Quran dengan pedoman apabila terjadi perselisihan bacaan antara Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun, hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena al-Quran itu diturunkan dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang anggotanya adalah orang Quraisy.

Setelah selesai menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis Al-Qur’an untuk menyalin kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam. Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah Habsah. Khalifahn Usman meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis dimushaf yang dikirimkan kepada mereka.

Sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan al-Quran serta menjaga keasliannya. Fungsi al-Quran sangat fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian al-Quran dengan menyalin dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam dimasa mendatang.

Mushaf al-Quran yang ada di Madinah, Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam memiliki jenis yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan muncullah Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami Al-Quran. Ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena adanya beberapa dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca dan memahaminya. Oleh karena itu diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri.   

D.   Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib;

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad SAW. Assad yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi nabi Muhammad SAW. karena dia tidak punya anak lakilaki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi nabi Muhammad SAW bersama istri dia Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Nabi Muhammad SAW. menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar 10 tahun.

Video: https://www.youtube.com/watch?v=sP0u0WH7XvE

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari nabi Muhammad SAW. karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaranpelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan nabi khusus kepada dia tetapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.

Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (syariah) dan bathin (tasawuf) menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Pada malam hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di kamar nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia tidur menampakkan kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru'ul Qais (Sayyid Sulaiman Nadwi, 2015: 62). 

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98021043410595869

Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat Islam:
      1.     Tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah Rasulullah;
    2.     Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia; 
     3.     Saling memelihara kehormatan di antara sesama Muslim dan umat lain;
    4.     Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum; dan
    5.     Taat dan patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah dia di bai’at, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman. Namun Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Sehingga terjadilah pertempuran yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu.
Hal yang paling substansial menjadi perdebatan Setelah kepergian Rasulullah Saw ialah persoalan kepemimpinan, khususnya tentang siapa yang berhak menjadi pengganti beliau dalam melanjutkan kepemimpinan dan menjaga serta melestarikan nilai-nilai  yang telah diajarkan peribadi agung ini dalam kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan.

Artikel/Jurnal: http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/98077985952808735

Beragam gagasan dan konsepsi tentang kasus ini telah mewarnai perjalanan sejarah umat terdahulu, mulai dari pengangkatan Abu Bakar As-Shiddiq di Balariung Saqifah melalui musyawarah oleh segelentir kaum muslimin, penunjukan Abu Bakar kepada Umar bin Khattab sebagai pengganti, penetapan dewan syura’ oleh Umar bin Khattab untuk mengurus penggantinya (terpilih Usman bin Affan), dan baiat secara massal dari publik kepada Ali bin Abi Thalib setelah Usman bin Affan.
Meski dalam putaran roda waktu tersebut, sejarah Islam awal (pasca wafatnya Rasulullah) telah diwarnai dengan beragam pola/skema penetapan kepemimpinan (bahkan ada yang berujung pada konflik yang berkepanjangan), tapi paling tidak terdapat satu hal yang menjadi perekat dari semuanya, yakni kesepakatan oleh kaum Muslimin akan pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam Islam.

Konflik internal yang kontras dalam catatan sejarah umat Islam awal ialah setelah terbunuhnya Khalifah ke tiga (Usman bin Affan). Khawatir akan terjadinya fitnah yang berujung pada perpecahan berlarut, maka masyarakat Madinah tidak membiarkan kesenjangan ini, dan bergegas memilih Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pengganti, dan memang selaku kandidat terkuat menurut pengamatan dewan syura’ bentukan Umar bin Khattab yang masih hidup. Bahkan para sejarawan bersepakat bahwa Ali dipilih secara aklamasi, dan menuntut baiat (pengakuan/legitimasi) di masjid secara terbuka dengan kesepakatan seluruh hadirin (Mahmoud M. Ayub, 2004:129). Maka dari itu bisa dipahami bahwa Ali adalah khalifah pertama dan satu-satunya yang terpilih secara umum dalam sejarah kekhalifaan.

Kekhawatiran kaum muslimin akan terjadinya fitnah dan konflik internal pasca terbunuhnya Usman bin Affan, pun ternyata tidak dapat dibendung. Kaum muslimin terkotak-kotakkan kedalam bebarapa kelompok, dan masing-masing dari mereka membangun sistem pemikiran tersendiri. Tidak hanya sampai disitu, saling mengintrik antara satu komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya pun terkumandangkan, endingnya adalah pertentangan dan perang. Dan inilah fase tantangan yang harus dihadapi oleh Ali bin Abi Thalib as.

Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama.


@menzour_id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar