Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

TAFSIR, TAKWIL, TERJEMAHAN, AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT




TAFSIR, TAKWIL, TERJEMAH, AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

A.     Konsep Tafsir, Takwil, Tarjamah, Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
1. Tafsir
Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara - yufassiru - tafsiir yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga bermakna al-idhah (menjelaskan), albayan (menerangkan), al-kasyf (mengungkapkan). Sedangkan secara terminology terdapat beberapa pendapat, salah satunya menurut Dr. Shubhis Shaleh yang mendifinisikan tafsir sebagai berikut: yang artinya: “Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya serta menggali hukum-hukum dan hikmahhikmahnya”. Sedangkan menurut Ali al-Shabuniy bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Qur’an dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Begitu pula al-Kilabi berpendapat bahwa tafsir adalah menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
2.          Takwil
Ta’wil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwilu-takwiil yang memiliki makna al-ruju’ atau al’aud yang berarti kembali. Memperhatikan penggunaan kata takwil di dalam al Qur’an, maka secara terminologi al Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya memberikan definisi takwil sebagai berikut yang artinya : Memalingkan lafadz dari maknanya yang lahir kepada makna yang dikandung oleh lafadz tersebut selama makna yang dimaksud tersebut dipandang sesuai dengan al qur’an dan al sunnah.
3.  Terjemah
Terjemah diambil dari bahasa arab dari kata tarjamah. Bahasa arab sendiri memungut kata tersebut dari bahasa Armenia yaitu turjuman. Kata turjuman sebentuk dengan kata tarjaman dan tarjuman yang berarti mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain. Terjemah menurut bahasa juga berarti salinan dari satu bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Secara etimologi berarti juga‚ memindahkan lafal dari suatu bahasa kedalam bahasa lain.
4.  Muhkamat dan Mutasyabihat.
Kata Muhkam dari segi etimologi berasal dari akar kata hakama-yahkamu-hukman berarti menetapkan, memutuskan, memisahkan. Kemudian dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimu-ihkaam yang berarti mencegah. Al-Hukmu artinya memisahkan antara dua hal. Jika seseorang dikatakan hakim maka karena ia mencegah kezaliman dan memisahkan antara dua orang yang berselisih, membedakan antara yang hak dan yang batil, antara benar dan salah. 
Sedangakan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada  kesamaan antara dua hal.  Menurut Manna’ Al-Qaththan secara terminologi muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, mengandung satu makna, dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedang mutashâbih adalah ayat yang pada hakekatnya hanya diketahui maksudnya oleh Allah sendiri, mengandung banyak makna, dan membutuhkan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain.
B.     Menganalisis  Penerapan Tafsir, Takwil, Terjamah, Ayat-Ayat Muhkamat  Dan Mutasyabihat
1. Tafsir
Dalam melakukan penafsiran al Qur’an seorang mufassir  dituntut untuk menjelaskan maksud yang terkandung dari suatu ayat atau beberapa ayat atau surat di dalam al Qur’an. Maksud dari suatu ayat atau surat tersebut dapat dipahami dari susunan bahasanya dan lafadzlafadz yang digunakannya serta seluk beluk yang berhubungan dengan ayat atau surat tersebut, yaitu; kapan, di mana, ada peristiwa apa ketika ayat itu turun, berkenaan dengan apa dan siapa, kondisi masyarakatnya bagaimana, dan bagaimana penjelasan Nabi Saw terhadap ayat tersebut. Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ulumu al Qur’an, di dalamnya membahas tentang asbabun nuzul, makiyah dan madaniyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dst. Adapun syarat-syarat mufassir, yaitu penguasaan bahasa arab beserta cabang-cabangnya dan penguasaan terhadap ulumu al Qur’an. 
2. Takwil
Dalam al Qur’an beberapa kali menggunakan kata takwil dalam menjelaskan maksud dari sebuah pristiwa atau kisah, misalnya pada kisah Nabi Yusuf as (QS:12;100) dalam menjelaskan pristiwa tunduknya keluarga dan saudara-saudaranya kepadanya dinyatakan dengan kalimat haadzaa takwiilu rukyaaya min qobl  qod ja’ala robbii haqqo (ini adalah takwil mimpiku sebelumnya, sungguh Tuhan telah menjadikan mimpiku menjadi kenyataan). Demikian juga pada surat al Kahfi (78) tentang kisah seorang hamba Allah yang diberi ilmu dari sisi-Nya mengatakan  kepada Nabi Musa as dengan kalimat sa unabbi uka bitakwiili maalam tastathi’ alaihi sobro (aku akan menjelaskan takwil sesuatu yang engkau tidak dapat bersikap sabar terhadapnya).
3. Terjemah
Penerjemahan dibagi menjadi dua: terjemah lafdziyah dan terjemah tafsiriyah.
a.       Terjemah lafziyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
b.       Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib katakata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Membaca terjemah sebuah ayat al Qur’an dapat membantu pembaca untuk memahami maksud ayat tersebut, namun demikian membaca terjemah saja tanpa memahami seluk beluk bahasa al Qur’an yakni bahasa arab seringkali menjadikan pemahaman terhadap ayat tersebut kurang sempurna, atau bahkan dikuatirkan terjadi kesalahpahaman.
Kesalahpahaman  terhadap pembacaan terjemah secara umum dapat disebabkan beberapa hal:
1) Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemah  secara tepat  atau utuh ke dalam bahasa lain. Ini dikarenakan  setiap bahasa memiliki batas-batas makna masing-masing. Contoh kata; anta dan anti( mudzakkar dan muannats) tidak dapat diterjemah secara utuh dengan kata kamu, anda atau  engkau. Demikian juga misalnya kata insanun dan basyarun tidak dapat secara utuh diwakili oleh terjemah kata manusia.
2) Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan kata yang tepat dan keterbatasan penerjemah dalam penguasaan struktur bahasa yang digunakan.
3) Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa akan membentuk karakteristik bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa arab memiliki jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah.
Pola memiliki dua jumlah tersebut tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia. Karena itu apabila melihat berbagai kelemahan tersebut di atas, maka dalam penterjemahan al Qur’an  belum dapat dikatakan  mampu mewakili seluruh maksud ayat-ayatnya.
4. Muhkamat dan Mutasyabihat.
Analisis pada Qs. Ali Imran ayat 7, dalam ayat Alquran tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman tentang boleh tidaknya takwil atas ayat-ayat mutasyabihaat itu. Sebagian pendapat menyatakan bahwa semua ayat mutasyabihaat bisa ditakwil seluruhnya, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa sebagian saja yang boleh ditakwil itu pun bila memenuhi persyaratan takwil termasuk siapa saja yang berhak melakukannya.
Pada ayat yang berbicara tentang dzat Allah yang tercantum pada QS. An-Nuur: ayat 35 yang artinya (Allah adalah cahaya langit dan bumi) dengan tujuan agar dzat Allah itu bisa diketahui. Pemahaman seperti ini merupakan takwil yang terlarang, karena tidak sesuai dengan QS. Asy-Syura: ayat 42 yang artinya (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya).
Pada penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat lainnya yang dilakukan Prof. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi pada Q.S. Al-Baqarah/2: 225. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan bumi sebagaimana Al-Thabathaba’i dalam Tafsir   Al - Mizan menakwilkannya sebagai kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna ketakterhinggaan kekuasaan-Nya. Karena itu makna kursi pada ayat tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit dan bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu terkontrol dengan baik. Demikian juga makna keluasan yang dimaksud bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar