Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

SIFAT-SIFAT TERPUJI DI DALAM AL-QUR'AN AL-KARIM




SIFAT TERPUJI DI DALAM AL-QUR’AN

A.    Konsep Ikhlas, Murah Hati Dan Toleransi
1.          IKHLAS
Salah satu contoh sifat terpuji yang telah termaktub dalam al Qur’an ialah sifat ikhlas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ikhlas dapat diartikan sebagai hati yang bersih atau hati yang tulus. Ikhlas merupakan sebuah pangkal dan puncak dari segala tujuan. Dalam kata ikhlas terdapat sebuah kondisi di mana seseorang dapat mengosongkan diri dari berbagai kehendak dan keinginan yang dimiliki serta mengabaikan segala amal yang telah dilakukan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa ikhlas menurut bahasa ialah bersih dari kotoran. Sehingga seorang yang memiliki keikhlasan ialah orang yang benar-benar menyembah hanya kepada Allah semata dengan tanpa menyekutukan-Nya.
2.          MURAH HATI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia murah hati adalah suka (mudah) memberi; tidak pelit; penyayang dan pengasih; suka menolong; baik hatikebaikan hati; sifat kasih dan sayang; kedermawanan. Sifat hati yang mulia dan hangat berupa kesdiaan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain dengan memberi secara limpah, dengan tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan.
3.          TOLERANSI
Toleransi secara bahasa berasal dari Bahasa Inggris “Tolerance” yang berarti membiarkan. Dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau sikap toleran, mendiamkan membiarkan. Dalam bahasa Arab kata toleransi (mengutip kamus Al-Munawir disebut dengan istilah tasamuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang dada). Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi) adalah pendirian atau sikap yang termanifestasikan pada kesediaan untuk menerima berbagai pandangan dan pendirian yang beraneka ragam meskipun tidak sependapat.
Toleransi menurut istilah berarti menghargai, membolehkan membiarkan pendirian, pendapat, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang lain atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
B.    Menganalisis Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Ikhlas, Murah Hati Dan Toleransi
1.         IKHLAS
Berkenaan dengan pentingnya pemupukan sifat ikhlas tersebut, Allah telah bersabda dalam beberapa firman-Nya, salah satunya ialah : Surah Ghafir (QS.40: 14).
  Kajian Tafsirnya :
a.    Tafsir Jalalain
Berdasarkan tafsir Jalalain, disebutka bahwa maksud dari memurnikan (mengikhlaskan) ibadah kepada-Nya ialah memurnikan agama Allah dari segala macam kemusyrikan, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai keikhlasan ibadah kalian kepada Allah SWT.
b.    Tafsir Ibnu Katsir
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah telah memerintahkan kepada manusia untuk memurnikan (mengikhlaskan) penyembahan dan doanya hanya kepada Allah meskipun orang-orang kafir maupun orang-orang musyrik memiliki pendapat yang berbeda mengenai hal ini. Penjelasan ini kemudian diperkuat dengan adanya beberapa hadits yang relevan, diantaranya ialah yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad.
Berdasarkan beberapa penafsiran di atas, dapat difahami bahwa islam telah mengajarkan konsep keikhlasan melalui firman Allah yang menjelaskan tentang pentingnya kemurnian hati, niat dan amalan hanya mengharap ridla Allah SWT. Dengan hadirnya keikhlasan dalam menjalankan setiap amalan, maka seorang tidak akan lagi menghiraukan apapun yang mungkin akan mempengaruhi keikhlasannya tersebut, seperti tanggapan, komentar mapun tindakan orang lain yang mungkin tidak menyukainya.
Berikutnya juga dalam Al-Qur’an Surat Az Zumar Ayat 11, kajian tafsirnya sebagai berikut :
1)     Tafsir Jalalain
Dalam tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa penafsiran dari memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama ialah murni dari perbuatan syirik.
2)     Tafsir Al Mishbah
Dalam tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab tersebut dijelaskan bahwa penafsiran ayat di atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan “aku diperintahkan untuk meyembah Allah dengan penuh ikhlas dan tulus murni, tanpa ada kesyirikan dan riya’ atau pamrih”
3)     Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir ibnu katsir, dijelaskan bahwa pemaknaan atau penafsiran atas ayat di atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan bahwa “sesungguhnya aku hanya diperintahkan untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya” Berdasarkan penjelasan beberapa tafsir di atas, dapat difahami betapa pentingnya esensi keikhlasan dalam beribadah. Manusia sebagai hamba yang berkewajiban untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah, hendaknya dapat melaksanakan kewajiban tersebut dengan penuh kesadaran dan kemurnian hati. Sehingga ibadah dan amalan dapat diterima oleh Allah SWT.
2. MURAH HATI
Hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Abbas. Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa Nabi Saw melarang umatnya bersedekah kecuali untuk kaum Muslimin. Setelah itu turunlah ayat ini yang beliau diperintahkan Allah Swt untuk memberi sedekah kepada orang yang beragama apapun, yang datang meminta kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas), sebgaimana dalam Surah Fushishilat ayat 46 yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka [pahalanya] untuk dirinya sendiri”.
Al-Hasari AlBashri mengatakan, “Yaitu nafkah yang diberikan orang mukmin untuk dirinya sendiri. Dan seorang mukmin tidak menafkahkan hartanya melainkan dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala. Atha’ Al-Khurasani mengatakan: “Yakni, jika engkau memberikan sesuatu karena mencari keridhaan Allah Swt, maka pahala amal itu bukanlah urusanmu.” Ini merupakan makna yang bagus. Maksudnya adalah bahwa jika seseorang bersedekah dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka pahalanya terserah pada-Nya, dan tidak ada masalah baginya, apakah sedekah itu diterima oleh orang yang baik atau orang yang jahat, orang yang berhak menerima maupun orang yang tidak berhak menerima. Orang yang bersedekah ini tetap mendapatkan pahala atas niatnya.
Juga berdasarkan sebuah hadis pada shaheh Al-Bukhari nomor 1421 dan Muslim nomor 1022). Sayyid Quthub dalam tafsirnya fi Zilalil Qur’an menjelaskan bahwa kita memperhatikan juga dalam konteks ayat ini tentang keadaan orang-orang mukmin ketika menafkahkan hartanya, jangan kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Inilah keadaan orang-orang mukmin, bukan yang lainnya. Dia tidak menginfakkan hartanya melainkan mencari keridhaan Allah, bukan karena mengikuti hawa nafsu dan bukan pula karena tujuan-tujuan lain. 

3.    TOLERANSI
QS. Al-Kafiruun 1-2 yang artinya : “Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan beribadah kepada apa yang kamu ibadahi,” (hingga akhir). (QS. Al-Kafiruun: 1-2).
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan sebagai berikut: “(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi saw. diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya’ Idhafah yang terdapat pada lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua kondisi tersebut.”
Adapun menurut Quraish Shihab dalam Tafsirnya, ia menjelaskan makna dari ayat tersebut ialah ” Bagi kalian agama kalian yang kalian yakini, dan bagiku agamaku yang Allah perkenankan untukku.” Adapun asbabun nuzul surat Al kafirun ialah adanya kaum kafir Quraisy berusaha keras membujuk dan mempengaruhi Rasulullah saw. untuk mengikuti ajaran mereka. Kaum kafir Quraish menawarkan harta yang melimpah sehingga Rasulullah dapat menjadi orang terkaya di Makkah. Selain itu, Rasulullah juga dijanjikan hendak dikawinkan dengan wanita paling cantik, baik yang gadis maupun yang sudah janda, sesuai kehendak beliau.
Dalam upaya ini, kaum kafir Quraish mengatakan, “Inilah wahai Muhammad yang kami sediakan untukmu, agar kamu tidak memaki dan menghina tuhan kami dalam satu tahun!” Rasulullahpun menjawab, “Saat ini, aku belum bisa menjawab. Aku akan menunggu wahyu dari Allah Tuhanku lebih dahulu.”. karena terjadinya peristiwa ini, maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW  berupa surah Al-Kafirun. Melalui wahyu ini, Allah menunjukkan Rasulullah untuk menolak tawaran mereka. (HR. Thabrani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas).
 Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang-orang kafir Quraisy mengajukan tawaran kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad, sekiranya kamu tidak keberatan mengikuti agama kami selama satu tahun, maka kami akan berbalik mengikuti agamamu selama satu tahun pula.” Beradasarkan peristiwa inipun kemudian Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW, yaitu surah Al-Kafirun sebagai petunjuk jawaban yang harus diberikan Rasulullah.  Selanjutnya Rasulullah Saw  menyampaikan jawaban berdasarkan wahyu Allah tersebut secara terangterangan dengan kalimat: “selamanya tidak akan bertemu dalam satu titik agama kufur dengan agama Islam yang hak”. (HR. Abdurrazak dari Wahbin. Dan Ibnu Mundzir meriwayatkan bersumber dari Juraij).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar