Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM



INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DI DALAM AL-QUR’AN

A.   Konsep Integrasi Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an
Al Qur’an membicarakan semesta alam; langit, bumi, hewan, tumbuhan yang semua diciptakan untuk manusia maka manusia diperintahkan untuk menjaga, mengelola dan memanfaatkannya dengan baik. Mengenai cara dan tekhnik mengelola atau memanfaatkannya diserahkan kepada manusia sendiri. Karena itu al Qur’an tidak membicarakan secara spesifik bagaimana cara mengelola dan alat apa yang digunakannya, demikian itu supaya manusia berfikir karena sudah diberi potensi akal untuk dikembangkan afala ta’qilun (tidakkah kalian menggunakan akal), ini artinya manusia diperintah untuk mengembangkan tekhnologi.
Manusia dapat mengembangkan tekhnologi apapun dalam rangka mendukung dan menunjang proses kekhalifahannya di muka bumi. Namun al Qur’an memberikan rambu-rambu atau asas-asas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk melaksanakannya, agar tidak menyalahi dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt.
Adapun asas-asas tersebut adalah : Asas tauhid, Asas manfaat, Asas kemudahan, Asas keindahan, dan Asas keadilan; 
1.         Asas Tauhid
Di dalam al Qur’an tidaklah diperkenankan segala apapun berdampak kepada penyekutuan terhadap Allah Swt dan sehala apaun yang dilakukan semata-mata karena mengabdi kepada Allah Swt secara tulus. Hal ini sesuai dengan QS. An Nisa: 48. dan Al-Bayyinah : 5.
2.         Asas manfaat
Al Qur’an sangat menganjurkan agar segala upaya dan kreasi manusia  dilakukan dengan mempertimbangkan sisi kemanfaatannya. Hal ini sesuai dengan QS. al Ro’du, 13:17, juga Hadis Dari Abu Hurairah ra.
3.          Asas Kemudahan
Allah Swt Yang Maha Pengasih menginginkan agar manusia  dalam menjalankan tugasnya tidak mengalami kesulitan, karena itu Allah Swt menganjurkan agar manusia dapat melakukan hal-hal yang dapat memudahkan dan meringankannya. Senada dengan QS. Al Baqarah, 2: 185 dan QS. An Nisa’, 4: 28.
4.         Asas Keindahan
Ayat-ayat al Qur’an banyak sekali menyampaikan secara tersirat tentang keindahan, misalnya  penciptaan manusia yang dengan sebaik-baik bentuk, penciptaan binatang , penciptaan langit (badi’ussamaawaati), dst. Keindahan yang dimaksud oleh al Qur’an bukan hanya indah dari segi lahiriyah yang tampak oleh mata, namun keindahan yang disertai dengan keseimbangan dan keharmonisan, keindahan yang seimbang antara yang lahir  dan yang bathin.
5.         Asas Keadilan
Allah Swt memerintahkan secara tegas diperbagai ayat al Qur’an agar keadilan selalu ditegakkan diperbagai aspek kehidupan, termasuk bidang tekhnologi. Penggunaan tekhnologi hendaknya juga dalam rangka penegakan keadilan. Firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa: 135

B.   Manganalisis Karakteristik Ulul Albab. 
Siapakah ulul albab tersebut ? Seseorang disebut Ulul albab pada QS. Ali Imran : 190-191 tersebut harus memiliki dua syarat, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya; syarat pertama yaitu dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun. Syarat kedua yaitu dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta.
Dan pada seorang ululalbab memahami bahwa segala apa yang Allah ciptakakan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan dan tidak ada yang sia-sia.  Dalam konteks saat ini seorang ulul albab memiliki sifat dan sikap  seperti kritis, mau berusaha dan  berkreasi untuk kemanfaatan, kemaslahatan dan kelestarian kehidupan. Sifat dan sikap tersebut dapat dijelaskan berikut ini:
1.        Memiliki sikap kritis kalau di rinci rinci lagi ada tiga cirri utama; yaitu    berdzikir, memikirkan atau mengamati  fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian tersebut  dapat dipahami bahwa  berfikir kritis  memiliki tiga tuntutan besar:
a.   Berdzikir.
Seorang yang berfikir kritis dan cerdas, ciri pertama adalah selalu berdzikir kepada Allah swt baik siang dan malam, pada saat berdiri, duduk dan berbaring. Maknanya tiada waktu tanpa berdzikir, segala waktu diisi dengan dzikir baik dalam shalat maupun di luar shalat. Berdzikir bukan saja hanya ingat tetapi juga membaca kitab Allah, memahami isinya, menyebar luaskan dan mengamalkan isi kandungannya. Membelajari kitab suci dalam rangka memahami , menyebar luaskan dan menerapkan nilai-nilainya di tengah-tengah masyarakat yang sangat beragam kebutuhan dan problemanya.
b.   Berfikir Kritis.
Berfikir kritis berarti  mengamati, meneliti, menyimpulkan dan membuktikan kebenarannya. Mengamati ayat-ayat Tuhan  di alam raya ini baik dalam diri manusia  secara perorangan  maupun berkelompok, di samping juga mengamati fenomena alam. Mereka  berfikir tentang ciptaan langit dan bumi.
2.        Berusaha dan  berkreasi dapat berarti melakukan upaya-upaya kreatifitas pada hasilhasil penemuan ilmiah dan teknologi.
Keindahan alam dan keberhasilan sains dan tekhnologi yang dihasilkan dari proses berfikir dan berdzikir itu memperkuat keimanan kepada  Allah swt dan dalam  meningkatkan kepatuhannya kepada Sang Pencipta. Pemahaman terhadap penciptaan semesta yang agung disertai dengan selalu berdzikir menimbulkan sebuah kemampuan pada dirinya untuk melihat sebuah tanda wujudnya Allah Swt, keagungan-Nya dan kemahabesaran-Nya, sehingga terlontar dari dirinya ucapan subhaanak ( maha suci Engkau ya Allah).  Penjelasan seperti ini tergambar pada ayat 191.
Maka seorang ulul albab mengkhawatirkan terjadi suatu kezhaliman (pengrusakan) terhadap segala ciptaan Allah Swt dan tata aturan-Nya yang Maha Indah yang mungkin kezholiman itu dilakukan oleh dirinya maupun orang lain, di mana kezholiman itu dapat membawa masuk ke dalam api neraka.
Bagi seorang ulul albab ilmu pengetahuan apapun yang berhubungan dengan alam semesta ini hakekatnya adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang tunduk kepada sitem aturan yang telah dibuat-Nya. Sehingga semua ilmu itu hakekatnya hanya satu yaitu ilmu Allah Swt, dan manusia hanya diberi sedikit ilmu dari Allah Swt.
Dapat dipahami juga bahwa Allah Swt yang maha agung memilki ilmu yang maha luas, di mana untuk  mendapatkan pemahaman tentang Allah Swt atau dengan kata lain memahami tanda ( dalam ayat al qur’an disebut  ayat ) diperlukan ilmu Allah, karena itu belajar suatu ilmu adalah untuk lebih mengetahui tentang Allah Swt  dan agar mampu lebih banyak melakukan kemaslahatan dan kemanfaatan  dalam kehdupan sesuai petunjuknya, sehingga semakin bertambah ilmu seseorang akan menambah juga kedekatannya kepada Allah Swt dan kebaikannya dalam kehidupan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar