Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 27 Juli 2019

SEKILAS TENTANG RADIKALISME DALAM ISLAM




SEKILAS TENTANG ISLAM RADIKAL

A. Pengertian Islam Radikal

Secara bahasa, radikalisme berasal dari bahasa Latin, radix, yang berarti “akar”. Ia adalah paham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar untuk mencapai kemajuan. Dalam perspektif ilmu, radikalisme erat kaitannya dengan sikap atau posisi yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan cara menggantinya dengan sesuatu yang sama sekali baru dan berbeda.

Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang sedang berlangsung yang muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, atau bahkan perlawanan terhadap ide, asumsi, kelembagaan, atau nilai. Secara sederhana, radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh beberapa hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya, yaitu: Pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, sikap egois, yakni sikap yang membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Ketiga, sikap eksklusif,yakni sikap tertutup dan berusaha berbeda dengan kebiasaan orang banyak. Keempat, sikap revolusioner, yakni kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan

Dalam bahasa Arab,  kekerasan  dan radikalisme disebut dengan beberapa istilah, antara lain al-‘unf, at-tatha, rruf, al-guluww, dan al-irhab., Abdullah an-Najjar mendefiniskan al-‘unf dengan penggunaan kekuatan secara  (main hakim sendiri) untuk memaksanakan kehendak dan pendapat.

B. Indikator Islam Radikal

1.          Takfiri
Takfiri adalah sebutan bagi seorang Muslim yang menuduh Muslim lainya (atau kadang juga mencakup penganut ajaran Agama Samawi lain) sebagai kafir dan murtad. Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari kata kafir (kaum tidak beriman), dan disebutkan sebagai “orang yang mengaku seorang Muslim tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan diragukan keimanannya.
Dalam Islam memang ada orang yang boleh dikafirkan, ada juga yang tidak boleh dikafirkan. Ulama mengklasifikasikan kekufuran menjadi dua katagori :

a.   Kufur akbar yang mengeluarkan (manusia) dari Islam
b.   Kufur ashgar, tidak mengeluarkan dari Islam, meskipun diistilahkan kufur.

Dalam masalah pembagian kufur ini, ada keterangan paling mewakili, yaitu yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnul Qayim dalam kitabnya Ash-Shalâh. Beliau menuturkan, kufur terbagi (menjadi) dua jenis, yaitu:

1)  Kufur yang mengeluarkan dari agama. Beliau menerangkan kufur ini berlawanan dengan iman dalam semua aspek. Maksudnya, ketika ada seseorang yang melakukannya, maka imannya akan hilang. Misalnya mencaci Allah, memaki Nabi-Nya, menyakiti Nabi, bersujud kepada kuburan dan patung, melemparkan mushaf ke tempat kotor, atau contohcontoh serupa lainnya yang telah dipaparkan para ulama.
2)  Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Namun syari’at Islam menyebutkannya sebagai tindakan kekufuran, seperti perbuatan-perbuatan maksiat.

2.          Akidah Al-Walâ’ dan Barâ’
Dalam terminologi syari’at Islam, al-Walâ’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya. Jadi ciri utama wali Allah adalah mencintai apa yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci Allah, ia condong dan melakukan semua itu dengan penuh komitmen. Dan mencintai orang yang dicintai Allah, seperti seorang mukmin, serta membenci orang yang dibenci Allah, seperti orang kafir.

Sedangkan kata al-bara’ dalam bahasa  Arab mempunyai banyak arti, antara lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskandiri dan memusuhi. Kata barî’ berarti membebaskan diri dengan melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain. Allah Swt berfirman: “(Inilahpernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya.” (At-Taubah: 1) Maksudnya, membebaskan diri dengan peringatan tersebut.

3.          Bom Bunuh Diri
Serangan bunuh diri adalah suatu serangan yang dilakukan (para) penyerangnya dengan maksud untuk membunuh orang (atau orang-orang) lain dan bermaksud untuk turut mati dalam proses serangannya, misalnya dengan sebuah ledakan bom atau tabrakan yang dilakukan oleh si penyerang. Istilah ini kadang-kadang digunakan secara bebas untuk sebuah kejadian yang maksud si penyerang  tidak cukup jelas meskipun ia hampir pasti akan mati karena pembelaan diri atau pembalasan dari pihak yang diserang.

Dalam Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim Nabi Muhammad SAW meyebutkan bahwa tidak halal menumpahkan darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan bersaksi bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: (1) nyawa dibalas nyawa (qishash), (2) seorang lelaki beristri yang berzina, (3) dan orang yang memisahkan agama dan meninggalkan jama’ah (murtad)”.

Adapun terbunuhnya sebagian kaum muslimin akibat tindakan bom bunuh diri,  ini jelas tidak termasuk pembunuhan tanpa sengaja, sehingga hal itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan jihad. Ulama Ahlussunah tidak merestui aksi terorisme dalam bentuk apapun, dan tidak ada satu pun ulama yang merestui perbuatan demikian. Adapun yang difatwakan sebagian ulama mengenai bolehnya melakukan aksi bom bunuh diri itu dalam kondisi peperangan atau di medan perang melawan kuffar. Bukan dalam kondisi aman atau di neg-negeri yang tidak sedang terjadi peperangan atau yang orang-orang kafir dijamin keamanannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar