Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 27 Juli 2019

RANGKUMAN TENTANG TOLERANSI DALAM ISLAM


RANGKUMAN TOLERANSI DALAM ISLAM

A.      Toleransi dalam Islam

1. Pengertian Toleransi dalam Islam
Toleransi atau tasamuh adalah sikap baik dan berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya. Dengan sikap toleransi atau tasamuh yang luas dan terbuka, maka akan terbentuk suatu masyarakat yang saling menghargai, menghormati, dan terjalinlah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat, bangsa, negara, maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian masyarakat yang harmonis cenderung akan menghasilkan karya-karya yang besar yang bermanfaat bagi manusia. Toleransi dianjurkan dalam masalah muamalah dan hubungan kemasyarakatan bukan menyangkut masalah akidah dan  ibadah.

2. Bentuk-bentuk Toleransi dalam Islam
Ada beberapa bentuk toleransi dalam Islam, di antaranya:
a.      Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit, muslim ata nonmuslim, bahkan terhadap binatang sekalipun. Sesuai dengan Hadis HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244.
b.      Tetap menjalin hubungan kerabat  pada orang tua atau saudara non muslim. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala QS. Luqman: 15.
c.      Boleh memberi hadiah pada non muslim. Islam memperbolehkan umat Islam memberi hadiah kepada non muslim, agar membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin berdakwah dan atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.

3. Toleransi Antar umat Beragama
Toleransi pada konteks agama dan sosial budaya yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-golongan yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada suatu masyarakat. Misalnya toleransi beragama dimana penganut Agama mayoritas dalam sebuah masyarakat mengizinkan keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.

Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama menghargai manusia oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai. Sehingga terbina kerukunan hidup anatar umat beragama 

4. Persyaratan Pendirian Tempat Ibadah
Syarat dan prosedur pendirian rumah ibadah antara lain harus memenuhi syarat administratif (kelengkapan dokumen IMB dll), selain itu juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
a.      Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah.
b.      Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.
c.      Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Jika persyaratan 90 nama dan KTP pengguna rumah ibadat terpenuhi tetapi syarat dukungan masyarakat setempat belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat, sehingga hak setiap warga dalam menjalankan ibadahnya dapat terjamin.

B.      Ucapan Selamat Natal

Selamat Natal yang diucapkan seorang Muslim kepada penganut agama lain seperti agama Kristen misalnya dianggap haram oleh sementara orang dan dinilai sesat dan menyesatkan. Berita itu yang biasa terdengar di Indonesia, tetapi tidak demikian di kalangan ulama di Timur Tengah.Berikut tulisan ulama besar SuriahMustafa Az-Zarqa’ yang termuat dalam kumpulan fatwanya “Fatwa Mustafa Az-Zarqa”. Fatwa-fatwa itu dihimpun oleh Majed Ahmad Makky dan diantar oleh ulama besar Mesir kenamaan: Yusuf al-Qardhawy.

Untuk menjawab hukumnya, perlu dikupas ke dalam beberapa point:
1.  Tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal.
2.  Karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan hukumnya, maka masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi.

3.  Dengan demikian, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini. Dan berikut Khilafiyah para ulama:

a.        Sebagian ulama yang meng-haramkan, meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya.  Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranyaQS. Al-Furqan ayat 72.
b.        Sebagian ulama yan membolehkan, meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan ucapan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berlandaskan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8.
C.      Kawin Beda Agama

Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita non-muslim yang dimaksud dalam Hukum Islam adalah apabila Wanita Non-muslim tersebut adalah dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab terdahulu, dalam hal ini Wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini diperbolehkan (halal).  Berikut menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-MunÄ«r fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj :

1.  Wanita Kristen Halal Bagi Pria Muslim
Para Ulama Islam percaya agama Islam, Nasrani, dan Yahudi merupakan agama samawi.Sehingga mereka berpendapat, selain menikahi wanita Muslim, pria Muslim boleh menikahi wanita Kristen. Tapi wanita dari agama lain seperti Hindu, Budha, dll haram baginya. Mengapa pria Muslim boleh menikahi non-Muslimah? Alasanya, karena pria dianggap sebagai pemimpin rumah tangga dan  berkuasa penuh atas isterinya. Beberapa sahabatnya juga menikahi wanita Kristen. Seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah menikahi wanita Nasrani. Sedangkan Hudzaifah menikahi wanita Yahudi.

2.  Muslimah Menikah dengan Pria Non-Muslim
Perlu ditegaskan bahwa haram hukumnya seorang Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim secara mutlak, baik laki-laki itu dari golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) ataupun dari agama musyrik lainnya.Hal ini telah ditegaskan dalam Alquran dan merupakan ijmak (konsensus) para ulama Islam. Begitulah AllahSwt berfirman, QS al-Baqarah : 221.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar