Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 27 Juli 2019

KUMPULAN KASIL DISKUSI KB1 KB2 KB3 KB4 MODUL PAI KONTEMPORER PPG PAI



KB 1 :

Dalam Video Ada beberapa ayat yang disampaiakan Said Aqil Siradj, yang mungkin saya angkat beberapa masalah darinya, ayat tersebut ialah:

QS. Al-maidah 46


وَقَفَّيْنَا عَلَىٰ آثَارِهِمْ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ ۖ وَآتَيْنَاهُ الْإِنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ

Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.

QS.Al-Baqarah 193


وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.

Sementara Pada jurnal Modul PAI kontemporer KB 2, disana ada disebutkan bahwa orang-orang yang menetang organisasi Ahmadiyah termasuk organisasi fundamental-radikal, smentara Said Aqil menyebut orang yang zalim adalah orang yang melanggar termasuk para teroris.

Namun, menurut saya saya ambil contoh pada kasus “Ahmadiyah” apabila Ahmadiyah menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi akhir zaman, berarti mereka melanggar ketentuan dari “rukun Islam” yang telah di sepakati, artinya seharusnya mereka membentuk agama baru yakni agama Ahmadiyah jangan melebeli diri sebagai Islam. kan, hal itu tidak menjadikan masalah bagi Islam dan bagi mereka. Bagaimana menurut Bapak Ibu???

Pendapat saya:
Radikalismen yang menjurus kepada tindakan terorisme yang mana bisa mencelakai orang lain adalah tindakan yang tidak dibenarkan oleh agama apapun termasuk agama yang kita anut yakni Islam. Anggapan bahwa radikalismen yang bentuknya menjadi teroris adalah bisa dibenarkan adanya, alasanya ialah mereka ingin memporak-porandakan Islam dari dalam sehingga mereka merekrut pengikut dengan cara di hipnotis bahkan dibayar sampai jutaan rupiah sesuai isi video said aqil siradj tersebut.
Kalangan Non-muslim yang sangat anti Islam berusaha keras agar Islam tidak bisa bersatu, karena apabila Islam bersatu maka pihak anti Islam ini terbelakang dalam sgala hal.

Selanjutnya pendapat saya:
Selain itu, ada pemahaman tentang jihad yang keliru. Orang yang punya konsep pemahaman Islam yang literalis seperti mencuri potong tangan, berzinah dirajam dalam konteks modern seperti saat ini lebih mudah teradikalisasi. Kalau jihad mesti perang bukan menahan nafsu atau melawan diri sendiri, itu lebih mudah teradikalisasi. Itulah salah satu faktor-faktor yang berperan.
Sebagai Pendidik / Guru mari kita mencegah radikalisasi menyusup ke generasi muda terutama di sekolah-sekolah kita Bapak Ibu guru. Ada ide mengenai negara khilafah atau ide-ide radikal lainnya yang di gembar gemborkan, namu semua itu tidak akan diterima masyarakat Indonesia.

KB 2 :

Al-Rahnu/ Praktik gadai (rahn) yang dilakukan oleh masyarakat di kampung saya pada umumnya dipraktikkan dalam hal gadai sawah atau yang lebih dikenal dengan istilah “nanggep”. Praktik nanggep (gadai sawah) yang dilakukan oleh masyarakat disini secara umum hampir sama dengan praktik gadai sawah yang dipraktikkan oleh masyarakat lain pada umumnya yang mana sistem tersebut diadopsi secara turun temurun dari masyarakat terdahulu yang sudah menjadi hukum adat setempat, akan tetapi sistem praktik gadai sawah tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam, dan hal ini tentu saja perlu dicari usaha solutif untuk mengubah pola praktik semacam ini supaya sesuai dengan hukum Islam.

Tradisi nanggaep ini biasanya menyebabkan pengadai (pemilik sawah) rugi, karena penerima gadai sering mendapat keuntungan yang lebih besar dari uang yang dipinjamkan. selain itu tidak adanya ketetapan di antara kedua pihak tentang masa atau jangka waktu gadai tersebut, sehingga penerima gadai akan mengembalikan sawah gadai tersebut sampai pemiliknya mampu melunasi hutangnya. Dengan praktek semacam itu maka akan terjadi keuntungan yang lebih besar bagi penerima gadai tidak ada batas waktu terhadap gadai yang dilakukan, serta pemanfaatan atas barang jaminan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pihak yang menerima (memberi hutang), sedangkan pemberi (penerima hutang) dari barang gadai tersebut seolah-olah telah kehilangan haknya untuk memanfaatkan barang miliknya sendiri, namun hanya saja barang tersebut dijadikan jaminan. Barang yang menjadi jaminan keuntungan dari lahan tersebut, tetap menjadi laba bagi menerima barang/lahan gadai, apabila orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya.

Tentunya hal ini bukanlah sebuah transaksi yang saling menguntungkan, padahal praktek gadai merupakan transaksi yang tujuan utamanya untuk tolong menolong, seyogyanya gadai yang dijadikan sebagai bentuk transaksi supaya terjadi tolong menolong dan saling bantu membantu bisa dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki hubungan sosial mereka terutama hubungan yang kaya dengan yang miskin, bukanlah dijadikan sebagai transaksi atau akad profit untuk mencari keuntungan.

Hal ini tentunya sangat ironis mengingat tujuan dari sistem “nanggep” ini adalah untuk saling tolong menolong dimana pihak penerima gadai menolong pihak penggadai dengan memberikan sejumlah pinjaman kepada pihak penggadai yang sedang membutuhkan dana yang mendesak dengan menempatkan sawahnya sebagai jaminan. Bahkan tidak jarang pula ada beberapa kasus yang terjadi dimana pihak penggadai baru bisa menebus hartanya dengan mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu yang sangat lama atau bahkan bisa sampai ke generasi kedua, bahkan tidak jarang pula sawah tersebut harus dijual kepada pihak ketiga karena pihak penggadai tidak mampu melunasi pinjamannya sehingga untuk melunasi pinjaman tersebut dengan terpaksa harus dijual kepada pihak lain.

Solusinya menurut saya ; Praktik “nanggaep” (gadai sawah) yang selama ini dilakukan oleh masyarakat sudah seharusnya diubah karena tidak sesuai dengan prinsip syariah, terutama pada hal yang terkait dengan pemanfaatan barang yang digadaikan. Penerima gadai tidak boleh memanfaatkan dan mengambil manfaat dari barang yang digadaikan dan bagi pihak penggadai harus tepat waktu dalam pengembalian pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang disepakati supaya tidak merugikan pihak penerima gadai.

Usaha solutif yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh masyarakat setempat adalah harus ada niatan baik dari semua pihak baik itu dari pemerintah, ulama maupun masyarakat yang melakukan praktik “nanggep” (gadai sawah) untuk mengubah praktik “nanggep” (gadai sawah) ini supaya sesuai dengan prinsip syariah. Sudah sepatutnya pemerintah membuat peraturan yang jelas yang tertuang kedalam peraturan daerah dengan mengandeng para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat setempat untuk membuat payung hukum yang sesuai dengan prinsip syariah.

Wallohu a’lam...

KB 3 :

Masyarakat memiliki kesan bahwa LGBT sebagai sesuatu yang menular, dengan kata lain LGBT sebagai penyimpangan. Hal tersebut dianggap menyeramkan karena terkait dengan hubungan seksual yang menyimpang dan penyakit yang ditimbulkannya sangat parah yakni HIV Aids. Sebagian masyarakat yang lain melihat LGBT sebagai penyakit sosial karena bertentangan dengan atau melanggar norma-norma dan nilai-nilai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat kita.

Walaupun begitu, tidak selalu laki-laki yang feminin itu gay bahasa saya “BANTONG” (Banci), bisa sebaliknya karena ada gay yang sangat macho seperti laki-laki pada umumnya. Selain itu, mereka juga bisa diidentifikasi ketika berdua dengan laki-laki lain. Umumnya gay dapat teridentifikasi apabila mereka sedang bersama pasangannya atau sedang berinteraksi dengan lelaki lainnya. Misalnya bergandengan tangan atau ketika mereka sedang melakukan pendekatan ke lelaki lainnya tersebut. Nah, kebetulan di kampung saya ada nih, orangnya “Bantong”, mereka sering bersama-sama dengan sesama “bantong” tapi saya tidak berani dan tidak boleh menjustifikasinya sebagai homo atau gay.

Begitu juga Lesbian, juga dapat dikenali tetapi tidak semudah seperti gay. Mereka ada yang berpenampilan seperti laki-laki dengan ciri dan atribut laki-laki. Misalnya berambut pendek, macho, dan berpakaian seperti laki-laki. Selain itu, ada juga yang berpenampilan seperti perempuan pada umumnya.

Saya berpendapat bahwa LGBT ialah penyakit yang harus disembuhkan atau dipulihkan. Masyarakat melihat bahwa LGBT merupakan orang-orang yang harus diobati dan membutuhkan pertolongan, mereka perlu direhabilitasi untuk mendapatkan pemulihan agar mereka menjadi normal (heteroseks) kembali dan agar jumlahnya tidak bertambah banyak.

Di Masyarakat, tugas pemerintah dan tokoh agama harusnya memberikan pencerahan dan penjelasan secara persuatif kepada mereka betapa bahayanya LGBT bagi mereka, keluarga, orang lain dan lingkungan, bahkan hal tersebut melanggar norma agama atau syar’i.

Dilingkungan sekolah mungkin tidak bisa kita jumpai karena kita hanya menyampaikan materi kepada peserta didik kita, namun mari kita secara personil mencari kemungkinan ada peserta didik kita (murid) kita yang terindikasi ke perbuatan LGBT, maka inilah tugas kita mndidik dan membimbingnya secara keilmuan dan agama karena kita guru PAI dan Budi Pekerti. 

Akhirnya, semoga kita, keluarga kita, tetangga kita, murid-murid kita dan teman serta sahabat kita dijauhi dari yang namanya LGBT, amin...

KB 4 :

Terkait dengan bertetangga dengan orang yang beda agama, saya teringat ketika saya kos di Mataram, ketika itu saya bertetangga dengan orang-orang Bali yang beraga Hindu dan begitu pula ketika saya menempuh pendidikan s2 di Malang Jawa Timur yang mana saya dapat beasiswa dari kemenag pusa, kala itu saya kos dan bertetangga dengan orang-orang Nasrani, jadi banyak pengalaman yang saya dapatkan dari perbedaan tersebut dan menjalankan hidup mengamalkan tasamuh atau toleransi. Alhamdulillah, sebaliknya di kampung saya mayoritas agama masyaraky disini ialah 100 % agama Islam sehingga tidak ada yang membuat saya risih dan tidak enak, akan tetapi pertentangan dalam se-agama-pun tak kalah serunya terlebih dalam bertetangga, khilap dan perbedaan selalu menghiasi kehidupan saya.

Terkait dengan bertetangga ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dikatakan: "Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Muslim). Dalam kaitannya bertentangga maupun bergaul dengan sesama, Rasulullah memberikan penekanan bahwa etika pokok seorang muslim yang sempurna keislamannya adalah di saat ia mampu menjaga dirinya untuk tidak mendzalimi orang lain dalam bentuk apapun, baik oleh lisannya maupun tangannya.Memetik pesan Rasulullah dengan "merasa aman dari lisannya" bisa mencakup gangguan dengan bentuk ucapan maupun dengan gerakan lisan yang bersifat melecehkan atau merendahkan orang lain.

Sesungguhnya menjadi hak setiap orang tentunya untuk mempercayai bahwa agamanyalah yang paling benar. Namun, dalam waktu yang bersamaan, yang bersangkutan juga harus menghormati jika orang lain berpikiran serupa. Karena hal itu merupakan masalah pribadi, tidak banyak gunanya memaksa seseorang untuk memeluk suatu agama kalau tidak dibarengi dengan kepercayaan dan keyakinan penuh dari orang tersebut. Memeluk agama karena paksaan dan intimidasi merupakan kepemelukan agama yang pura-pura, tidak serius, dan bohong.

Sementara itu, sejumlah hukum agama seperti riddah (keluar dari ajaran Islam), kufr (kafir) yang oleh sebagian oknum dikatakan sebagai argumentasi untuk menolak ajakan toleransi, jelas merupakan kesalahan fatal dalam meletakkan hukum agama. Artinya, hukum Islam tidak diletakkan dalam proporsinya yang benar sebagai jalan atau Syir’ah/ Minhaj, untuk sampai kepada Tuhan. Dalam bahasa ushul fikih menyebutkan Syari’at bukanlah Ghayah melainkan Washilah. Dalam ushul fikih berbunyi: Al-Islam Murunatun Fi l-Wasa’il Wa Tsabatun Fi l-Ghayat artinya Islam bersifat lentur-elastis ketika berbicara tentang sarana pencapaian sebuah tujuan, namun sangat tegas ketika sudah menyangkut tujuan itu sendiri. Artinya disini saya hanya ingin mengatakan sesuai kaidah tadi, bahwa tujuan Ghayah dalam Islam yang merupakan sesuatu yang tegas dan tidak bisa ditawar-tawar adalah menjadikan agama ini sebagai “rahmatan lil ‘alamin”. QS. An-Nisa’ ayat 107.

Oleh karena itu, marilah kita wujudkan Islam yang rahmat bagi semua, melalui toleransi umat beragama sebagai sebuah sarana (Washilah), apalagi ketika Islam telah mempunyai konsep yang jelas, mudah, aplikatif, rasional dan telah terbukti oleh sejarah, bahkan sebagai sebuah ajaran yang Qath’iy yang mesti dijalankan.

Akhirnya kesimpulan yang dapat saya goreskan ialah marilah kita menjalankan ajaran agama kita dengan sungguh-sungguh dan secara kaffah jangan setengah-setengah, boleh kita menyerukan pendapat akan tetapi tidak boleh mamaksakan pendapat kita, baik dalam segala hal termasuk dalam memeluk agama “lakuk di nukum wa liyadiin” artinya bagimu agamamu dan bagiku agamaku QS. Al-Kafirun ayat 6, semoga bermanfaat.

Wallohu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar