Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 27 Juli 2019

KUMPULAN RESUME KB 3 DAN KB 4 MODUL PAI KONTEMPORER PPG PAI




RESUME MODUL PAI KONTEMPORER KB 3
GENDER DAN PERMASALAHANNYA

A. Permasalahan Dalam Gender
Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibangun dari interaksi sosial dan budaya. Sebagai contoh bahwa perempuan lebih dipahami sebagai seseorang yang feminim, lemah lembut, serta memiliki sifat-sifat keibuan. Sementara laki-laki lebih dipahami sebagai sosok seseorang yang maskulin, rasionalis, serta memiliki kekuatan yang lebih dari perempuan.
Dalam kehidupan sehari dapat ditemukan bahwa ada laki-laki yang memiliki sifat-sifat perempuan seperti lemah lembut dan keibuan. Perubahan tersebut berlangsung dari masa ke masa dan di berbagai tempat. Praktik ketimpangan gender terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:
1.    Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang mengakibatkan kemiskinan secara ekonomi.
2.    Subordinasi, yaitu pemahaman yang meyakini salah satu jenis kelamin dianggap lebih unggul dan urgen dibanding jenis kelamin lain.
3.    Stereotipe,  yaitu labeling (pelabelan) terhadap seseorang atau kelompok yang tidak sesuai dengan realita yang terjadi.
4.    Violence yaitu suatu bentuk serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang. 
5.    Beban ganda yaitutanggung jawab yang dipikul satu jenis kelamin tertentu secara berlebihan. 
Hal-hal tersebut di atas bermuara pada terjadinya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan di lingkungan keluarga dan maupun sosial masyarakat. Membahas tentang gender berarti memberikan ruang dan kesempatan yang sama antara laki-laki untuk berkontribusi dalam pembangunan, ekonomi, politik dan budaya.
B. Gender dalam Pandangan Islam
Mengenai kedudukan perempuan dalam pandangan Islam tidak seperti yang diduga dan dipraktikkan oleh sebagian anggota masyarakat, tidak pula seperti yang dituduhkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Islam. Ajaran Islam (Al-Qur’an), sangat memuliakan dan memberikan perhatian serta penghormatan yang besar kepada perempuan tidak ubahnya seperti halnya kepada laki-laki. Hal ini sesuai dengan firman AllahSwt telah dalam QS. al-Nisa’ 1, juga dalam QS. Al-Hujurat 13.
Oleh karena itu, laki-laki dan perempuan ditakdirkan untuk berpasangan atas dasar persamaan derajat, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, saling melengkapi dan saling memuliakan antara yang satu dengan yang lain yang dibangun di atas dasar prinsip keadilan, bukan untuk saling berhadapan dan saling merendahkan. Tidak ada kelebihan derajat laki-laki atas perempuan dan sebaliknya kecuali karena ketakwaannya kepada AllahSwt.
Kesalahpahaman di dalam memahami ajaran Islam tentang gender antara lain disebabkan karena orang tersebut tidak meletakkan masalah gender itu dalam Islam sebagai suatu sistem, melainkan ia melihat persoalan gender itu sebagai suatu aspek ajaran Islam yang terpisah dari aspek-aspek ajaran Islam yang lainnya. Jika hendak menilai ajaran Islam, seseorang harus melihat Islam sebagai suatu sistem.
C. Cadar Bagi Wanita
Madzhab Syafi’iyah menyatakan bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak wanita. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Demikian pula pendapat yang dianut oleh Imam Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.” Ibnul Mundzir menyandarkan pendapat ini kepada Imam Asy Syafi’i dalam Al Awsath (5/70. Syaikh ‘Amru bin ‘Abdil Mun’im Salim  mengatakan,“Sungguh sangat aneh sebagian orang yang menukil dari ulama Syafi’iyah dalam masalah ini, tidak bisa membedakan antara dua hal:
1.  Melihat wajah dan telapak tangan, itu boleh selama aman dari fitnah (godaan). Hal ini disepakati oleh ulama Syafi’iyah.
2.  Hukum menyingkap wajah dan kedua telapak tangan, telah terbukti di atas bahwa ulama Syafi’iyah membolehkan tanpa syarat. Mereka tidak bisa membedakan dua hal ini sampai akhirnya rancu.
D. LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Ada 4 istilah yang terangkum dalam singkatan LGBT ini yaitu:
1.        Lesbian artinya  wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual dengan sesama wanita.
2.        Gay adalah istilah yang digunakan bagi lelaki penyuka sesama lelaki.
3.        Biseksual adalah orang yang memiliki ketertarikan kepada lelaki sekaligus kepada perempuan, dan
4.        Transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir (waria/wadam).
Allah menyebutkan perilaku homoseksual (gay dan lesbi) dalam Al-Quran pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan ummat Nabi Luth As. Dari 27 ayat yang memuat kisah Nabi Luth As. dengan kaumnya, terdapat tiga ayat yang menyebut perilaku homoseksual (gay dan lesbi) dengan “fahisyah”. Selain pada kedua ayat di atas (Q.S. Al-A’raf (7): 80 dan Q.S. Al-Ankabut (29): 28 satu ayat lagi terdapat pada Q.S. An-Naml (27) 54.
Perbuatan tersebut  merupakan suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh seorang keturunan Adam dan belum pernah terlintas dalam hati mereka untuk melakukannya selain kaum Sodom. Semoga laknat Allah tetap menimpa mereka”. Sehubungan dengan firman Allah:  “Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia) ini sebelum kalian”.( Q.S Al-A’araf: 80).  Amr bin Dinar berkata: “Tidak seorang lelaki pun menyetubuhi lelaki kecuali kaum Luth yang pertama melakukannya”.
Prof. Dr. Abdul Hamid Al-Qudah, spesialis penyakit kelamin menular dan AIDS di Asosiasi Kedokteran Islam Dunia menjelaskan dampak-dampak yang ditimbulkan LGBT sebagai berikut:
a.  Dampak kesehatan
78 % pelaku homoseksual terjangkit penyakit-penyakit menular dan rentan terhadap kematian.
b.  Dampak sosial
Seorang gay akan sulit mendapatkan ketenangan hidup karena selalu berganti ganti pasangan.
c.  Dampak pendidikan
Penelitian membuktikan bahwa pasangan homo menghadapi permasalahan putus sekolah lima kali lebih besar dari pada siswa normal.
d.  Dampak keamanan
 Kaum homoseksual di Indonesia melalui riset dengan bantuan Google dalam kurun waktu 2014 hingga 2016, telah terjadi 25 kasus pembunuhan sadis dengan latar belakang kehidupan pelaku dan atau korban dari kalangan pelaku homoseksual.
E. Hukuman Homoseksual dan Cara Pencegahannya
Seluruh ulama sepakat (ijma’) atas keharaman homoseksual. Menurut ulama Syafi’iyah, hukuman hadd bagi pelaku homoseksual adalah sama dengan hukuman hadd zina. Jika pelakunya muhshan (sudah beristri atau bersuami) wajib dirajam sampai mati. Sedangkan jika pelakunya ghairu muhshan.  (belum beristri atau belum bersuami) di cambuk 100 kali dan diasingkan
Adapun menurut Imam Abu Hanifah, pelaku homoseksual hanya dihukum ta’zir karena tindakan homoseksual tidak sampai menyebabkan percampuran nasab. Sedang ta’zirnya adalah dimasukkan ke penjara sampai bertaubat atau sampai mati.
Untuk mencegah kejahatan yang sangat membahayakan ini, Islam memberikan beberapa ketentuan, antara lain:
1.  Merendahkan pandangan/menundukan pandangan.
2.  Berpakaian yang menutup aurat.
3.  Memperbanyak puasa sunnah.
4.  Memisahkan tempat tidur anak ketika ketika sudah berumur 10 tahun.
5.  Menghindari perilaku wanita menyerupai pria dan sebaliknya. Sikap tomboy wanita dan lemah gemulai seorang pria dilarang dalam Islam.
6.  Memilih teman pergaulan dan menghindari pergaulan bebas.
7.  Mewujudkan keluarga harmonis yang penuh ketenangan dan diliputi kasih sayang.
8.  Rajin dalam beribadah terutama shalat dan membaca Al-Quran.

RESUME MODUL PAI KONTEMPORER KB 4
TOLERANSI DALAM ISLAM

A.      Toleransi dalam Islam
1. Pengertian Toleransi dalam Islam
Toleransi atau tasamuh adalah sikap baik dan berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya. Dengan sikap toleransi atau tasamuh yang luas dan terbuka, maka akan terbentuk suatu masyarakat yang saling menghargai, menghormati, dan terjalinlah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat, bangsa, negara, maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian masyarakat yang harmonis cenderung akan menghasilkan karya-karya yang besar yang bermanfaat bagi manusia. Toleransi dianjurkan dalam masalah muamalah dan hubungan kemasyarakatan bukan menyangkut masalah akidah dan  ibadah.
2. Bentuk-bentuk Toleransi dalam Islam
Ada beberapa bentuk toleransi dalam Islam, di antaranya:
a.  Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit, muslim ata nonmuslim, bahkan terhadap binatang sekalipun. Sesuai dengan Hadis HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244.
b.  Tetap menjalin hubungan kerabat  pada orang tua atau saudara non muslim. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala QS. Luqman: 15.
c.  Boleh memberi hadiah pada non muslim. Islam memperbolehkan umat Islam memberi hadiah kepada non muslim, agar membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin berdakwah dan atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
3. Toleransi Antar umat Beragama
Toleransi pada konteks agama dan sosial budaya yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-golongan yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada suatu masyarakat. Misalnya toleransi beragama dimana penganut Agama mayoritas dalam sebuah masyarakat mengizinkan keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama menghargai manusia oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai. Sehingga terbina kerukunan hidup anatar umat beragama 
4. Persyaratan Pendirian Tempat Ibadah
Syarat dan prosedur pendirian rumah ibadah antara lain harus memenuhi syarat administratif (kelengkapan dokumen IMB dll), selain itu juga harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi:
a.    Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah.
b.    Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.
c.    Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Jika persyaratan 90 nama dan KTP pengguna rumah ibadat terpenuhi tetapi syarat dukungan masyarakat setempat belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat, sehingga hak setiap warga dalam menjalankan ibadahnya dapat terjamin.
B.      Ucapan Selamat Natal
Selamat Natal yang diucapkan seorang Muslim kepada penganut agama lain seperti agama Kristen misalnya dianggap haram oleh sementara orang dan dinilai sesat dan menyesatkan. Berita itu yang biasa terdengar di Indonesia, tetapi tidak demikian di kalangan ulama di Timur Tengah.Berikut tulisan ulama besar SuriahMustafa Az-Zarqa’ yang termuat dalam kumpulan fatwanya “Fatwa Mustafa Az-Zarqa”. Fatwa-fatwa itu dihimpun oleh Majed Ahmad Makky dan diantar oleh ulama besar Mesir kenamaan: Yusuf al-Qardhawy.
Untuk menjawab hukumnya, perlu dikupas ke dalam beberapa point:
1.    Tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal.
2.    Karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan hukumnya, maka masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi.
3.    Dengan demikian, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini. Dan berikut Khilafiyah para ulama:
a.    Sebagian ulama yang meng-haramkan, meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya.  Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranyaQS. Al-Furqan ayat 72.
b.    Sebagian ulama yan membolehkan, meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan ucapan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berlandaskan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8.
C.      Kawin Beda Agama
Pernikahan Pria Muslim dengan Wanita non-muslim yang dimaksud dalam Hukum Islam adalah apabila Wanita Non-muslim tersebut adalah dari golongan ahli kitab, artinya orang yang mengimani kitab terdahulu, dalam hal ini Wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini diperbolehkan (halal).  Berikut menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-MunÄ«r fi al-Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj :
1.  Wanita Kristen Halal Bagi Pria Muslim
Para Ulama Islam percaya agama Islam, Nasrani, dan Yahudi merupakan agama samawi.Sehingga mereka berpendapat, selain menikahi wanita Muslim, pria Muslim boleh menikahi wanita Kristen. Tapi wanita dari agama lain seperti Hindu, Budha, dll haram baginya. Mengapa pria Muslim boleh menikahi non-Muslimah? Alasanya, karena pria dianggap sebagai pemimpin rumah tangga dan  berkuasa penuh atas isterinya. Beberapa sahabatnya juga menikahi wanita Kristen. Seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah menikahi wanita Nasrani. Sedangkan Hudzaifah menikahi wanita Yahudi.
2.  Muslimah Menikah dengan Pria Non-Muslim
Perlu ditegaskan bahwa haram hukumnya seorang Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim secara mutlak, baik laki-laki itu dari golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) ataupun dari agama musyrik lainnya.Hal ini telah ditegaskan dalam Alquran dan merupakan ijmak (konsensus) para ulama Islam. Begitulah AllahSwt berfirman, QS al-Baqarah : 221.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar