Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Selasa, 16 Juli 2019

HUKUM BANK, RENTE, RIBA DAN FEE




BANK, RIBA DAN FEE

A.    Bank

Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau  orang lain. Dari pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang. Yang dimaksud dengan bank non Islam (convensional bank) adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman  modal) dan usaha-usaha yang produktif dengan sistem bunga. Contohnya  BNI , BRI. BCA dan sebagainya. 
Sedangan yang dimaksud dengan bank Islam  adalah suatau lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga. Contohnya  Bank Muamalat. Tujuan didirikannya bank Islam adalah untuk menghindari bunga uang yang diberlakukan oleh bank convensional. Dari definsi di atas maka dapat dibedakan antara bank convensional dengan bank Islam yaitu bank convensional memakai sistem bunga sedangkan bank Islam tidak. 
Sebagai pengganti sistem bunga, maka bank Islam menempuh cara-cara  sebagai berikut:
1. Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga).
2.  Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana).
3. Musyarakah/syirkah (persekutuan). Pihak bank dan penguasa sama-sama mempunyai andil  (saham) pada usaha patungan.
4. Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur).
5. Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposito di bank Islam.
6. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengelola zakat secara langsung.
7. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya.

B.  Riba

1.     Pengertian, hukum dan Jenisnya

Secara bahasa, kata riba berarti tambahan. Dalam istilah hukum Islam, riba berarti  tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu pengembalian uang pinjaman,  riba semacam ini disebut dengan riba nasiah. 
Menurut Satria Effendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam  kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam.
Uraian di atas memberikan kejelasan bahwa riba nasiah mengandung tiga unsur.
a.   Terdapat tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
b.   Tambahan itu tanpa resiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam.
c.   Tambahan itu disyaratkan dalam bentuk pemberian piutang dan tenggang waktu.
Selain riba nasiah seperti telah dijelaskan, dalam kajian fiqh dikenal juga riba dalam bentuk lain yang disebut dengan riba fadhal. Menurut Ibnu Qayyum, riba fadhal ialah riba yang kedudukannya sebagai penunjang keharaman riba nasiah. Dengan kata lain bahwa riba fadhal diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasiah yang sudah jelas keharamannya.

2.     Hikmah Keharaman Riba

Memperhatikan praktek riba dan segala konsekuensi yang diakibatkan, maka dapat diberkesimpulan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh praktek riba dapat merusak tatanan kehidupan seseorang baik secara personal maupun sosial yang diistilahkan dalam agama jauh dari keberkahan hidup.
Jika praktek riba dibiarkan tanpa usaha untuk mengembalikan kepada sistem perekonomian Islam yang terbebas dari sistem riba  maka sistem kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah akan tetap merajai sistem perekonomian dan di saat itu pula terjadi kegersangan  yang dahsyat bagi kehidupan manusia modern. Di sisi lain akan semakin kuatlah adigium yang menyatakan bahwa orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas.

3.     Ikhtilaf  Hukum Bunga Bank

Terhadap konsep bunga bank seperti tersebut terdapat perbedaan sikap para ulama dalam menghukuminya. Menurut penelitian penulis sedikitnya terdapat empat kelompok ulama tentang hukum bunga bank.
a.   Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la alMaududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman bunga bank,  keharamannya bersifat mutlak.
b.   Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif  seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang bersifat produktif  tidaklah termasuk haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini  membedakan antara riba dengan rente. Menurutnya riba itu sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal usaha yang menghasilkan keuntungan.
c.   Yang termasuk kepada kelompok ketiga antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang belaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda  sebagaimana yang dimaksud dalam ayat yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130)
d.   Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya).

C.    Bank dan Fee

Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank.
Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama  tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank, maka merekapun mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil manfaat dari sebuah transakasi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasonal.
Sedangkan ulama yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, merekapun mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar