
Khalifah Abu
Bakar Ash-Shiddiq
Abu
Bakar Ash-Shiddiq (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H)
termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang
dikenal dengan sebutan assabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu
Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634
Masehi. Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama
2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit.
Abu
Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah
Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi
Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq
(artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra
Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal
dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Abu
Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 572, dari keluarga kaya dalam Bani
Taim. Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan
ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar
menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku
Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada
masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing,
dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu
Bakar" yang berarti, bapaknya unta.
Ketika
umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan
kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama
kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun
pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah
menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali
bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan
beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya
dan semakin berpengalaman dalam berdagang.
Bisnisnya
semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya
Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti
anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang
terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar
biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam
simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik
mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik
mereka.
Sebuah
cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta
Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus
urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala
tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang
membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap
acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa
kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan
yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan
jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan,
kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada
berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan
mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu
sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan
meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah
untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.
Setelah
kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh
teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan
dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Dalam bukunya Al-Bidayah wan
Nihayah, Ibnu Katsir berpendapat bahwa
wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah
budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama
yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu
itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam
yaitu Abu Bakar.
Dalam
kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak
oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia
berkata: Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu
hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia
berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga
engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau
telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu
kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung
masuk Islam.
Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang
pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi
kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk
masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran
Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad
bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk
agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang
berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih
dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak
tuannya.
Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan
membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak
yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah. Ketika
peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar
adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi
Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuan, Aisyah menikah dengan Nabi
Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama
masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk
untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai
indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi
SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar AshShiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi
yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah
kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan
Muhajirin di Tsaqifah bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya
menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau
khalifah Islam pada tahun 632 M.
Abu
Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan
bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab
dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para
penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu
Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Oleh sebuah tim yang diketuai
oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para
penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti
tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian
disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar
bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri
dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini
menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.
1. Strategi/Metode
Dakwah Abu Bakar
a. Metode
Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)
Abu
Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan
kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan
meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka
perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa,
keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya
memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu,
mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).
Kemudian
ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar
sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar
mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan
senjung. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah
katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah,
dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa
pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa
Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya
Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW,
maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian
sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah
mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari
kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia
dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah
bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara
umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.”
Selepas
dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian,
beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah
dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika
aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka
luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku
hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa
yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan
mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum
meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan,
dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan
ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi
Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada
kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan
shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58).
b. Metode
Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)
Pengumpulan
ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah.
Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab,
banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan
tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para
penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin
Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat
al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta,
dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak
berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa
Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu
banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan
dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan
kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk
mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).
Dari
sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar
Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha
pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf
Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci
al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan
umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena
itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh
khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan
seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan
tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan
dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak
lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
c. Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)
Tangan
secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan
situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan.
Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah
Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada
orang-orang yang membangkang.
Dakwah
Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat
dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang
tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat
berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama.
Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang
menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka
dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar
ash-Shiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa
kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi
Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka
lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”.
Abu Bakar juga mengaskan
tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi
Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat
adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89). Abu Bakar juga
menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari
agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria.
d. Metode
Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)
Abu
Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah
di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam
melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai
bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola
urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan
peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung
oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris
terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi
Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah
kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya
membuat agar bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan
kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).
Di
samping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk
lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan
yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan
itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin
Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk
memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan
tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain.
Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin
Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah
provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi,
2008:70).
e. Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)
Dalam
Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah.
“Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan
yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar
menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah
maupun setelah menjabat sebagai khalifah.
Selain
sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati.
Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum
Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan
meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu
Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun
bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa
gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji.
Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa
sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang
tidak mampu.
Inilah
bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi
miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada
mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi
Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu
sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan
orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu
Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia
memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).
2. Perkembangan
ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Abu Bakar
Pada
masa Abu Bakar As-Shidiq, ilmu pengetahuan Islam tidak berkembang maju, karena
disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas Nabi palsu, gerakan kaum
murtad, gerakan kaum munafiq, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun
demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu; memperbaiki
sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam
sampai ke Irak, persia dan Syiria.
Pada
masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang
berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah
menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah
maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid
ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan
diantara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menegah gurunya
belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para
pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas
kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.
Materi-Materi
Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadist
dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada
masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca
dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama
seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan sebagainya.
Sumber : http://ppg.siagapendis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar