Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 17 Juli 2019

SEJARAH KEKHALIFAHAN PADA MASA ABU BAKAR AS-SIDDIQ




Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan assabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Dia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit. 

Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Nabi memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan Nabi kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"

Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 572, dari keluarga kaya dalam Bani Taim. Ayah Abu Bakar bernama Uthman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta. 

Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan kafilah dagang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah tersebut. Pada tahun 591, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.

Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya Uthman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik mereka. 

Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.

Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Muhammad menyatakan dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir  berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, Ali belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar.

Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Muhammad. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari Aisyah, ia berkata: Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. 

Melihat keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya. 

Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. 

Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuan, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.

Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar AshShiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.

Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. Setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

1.     Strategi/Metode Dakwah Abu Bakar

a.      Metode Dakwah Bil-Lisan (Pidato Abu Bakar ash-Shiddiq dalam Menggunakan Metode Dakwah)

Abu Bakar ash-Shiddiq yang begitu taat, pecinta yang begitu mengasih, menginginkan kehidupan yang baik untuk siapa pun. Hatinya cerdas yang berisi keinginan meluap untuk memberikan kebaikan kepada umat manusia, kebaikan yang mereka perlukan, bukan kekayaan yang ia miliki. Ketika memiliki harta dan wibawa, keduanya ia infakkfan tanpa perhitungan. Meskipun manusia tidak hanya memerlukan harta saja, juga tidak memerlukan wibawa semata. Sebelum semua itu, mereka lebih memerlukan pentunjuk cahaya (Muhammad Khalid, 2013:36).

Kemudian ketika Abu Bakar dibai’at di Saqifah, keesokan harinya beliau duduk di mimbar sedang Umar berdiri di sampingnya memulai pembicaraan Abu Bakar berbicara.Umar mulai mengucapkan pujian terhadap Allah sebagai pemilik segala pujian dan senjung. Kemudian Umar berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, aku telah katakan kepada kalian kemarin perkataan yang tidak ku dapati dalam kitabullah, dan tidak pula pernah diberikan Rasulullah padaku. Aku berpikiran bahwa pastilah Rasulullah aku hidup dan terus mengatur urusan kita maksudnya bahwa Rasulullah akan wafat belakangan setelah para sahabat wafat dan sesungguhnya Allah telah meninggalkan untuk kita kitabnya yang membimbing Rasulullah SAW, maka jika kalian berpegang teguh dengannya, Allah pasti akan membimbing kalian sebagaimana Allah telah membimbing Nabinya. Dan sesungguhnya Allah telah mengumpulkan seluruh urusan kita di bawah pimpinan orang yang terbaik dari kalian. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW dan yang orang yang kedua ketika ia dan Rasulullah bersembunyi di dalam gua. Maka berdirilah kalian dan berikanlah bai’at kalian kepadanya. Maka orang-orang segera membai’at Abu Bakar secara umum setelah sebelumnya dibai’at di Saqifah.”

Selepas dibai’at, Abu Bakar mulai berpidato dan setelah memuji Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku. Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’(Al-Hafizh ibnu katsir, 2002: 58). 

b.     Metode Dakwah Bit-Tadwin (Pengumpulan al-Quran)

Pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Quran yang gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Quran karena gugur di medan peperangan. Oleh karena itu Umar bin Khathab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang tertulis di berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pernah dilakasanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, karena alasan Umar bin Khabtab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat penghafal al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatir akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya. Abu Bakar menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Nabi Muhammad SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. (Rizem Aizid , 200-201).

Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia sekarang adalah usaha pengumpulan al-Qur’an. Upaya pengumpulan al-Qur’an ini kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam penyalinan ayat-ayat suci al-Qur’an hingga menjadi kitab al-Qur’an yang menjadi pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di permukaan bumi ini. Oleh karena itu, strategi/metode dakwah melalui pengumpulan al-Quran yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar melahirkan strategi dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang waktu yang relative panjang karena tak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya. 

c.      Metode Dakwah Bil-Yad (dengan Tangan)

Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Kata tangan dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar mengunakan kekuatan kekuasaan sebagai strategi dakwah kepada orang-orang yang membangkang.

Dakwah Memerangi Orang Ingkar Membayar Zakat. Abu Bakar ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat besar itu guna meminta saran dalam memerangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan mereka dalam menghadapi musuh bersama. 

Barangkali sebagian besar yang hadir berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal yang cukup sengit ini saling berlawanan dan berkepanjangan. Abu Bakar ash-Shiddiq terpaksa melibatkan diri mendukung golongan minoritas itu. Betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW, akan ku perangi”. 

Abu Bakar juga mengaskan tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata: “Demi Allah aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan sholat dengan zakat. Zakat adalah harta dikatakan kecuali dengan alasan” (Haekal, 2015:89). Abu Bakar juga menggunakan kekuatan kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah ke wilayah Iraw dan Syria. 

d.     Metode Dakwah Bil-Hal (Kelembagaan)

Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang telah di gariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah sebagai bendara umat ini (menteri keuangan) yang diserahkan mandate untuk mengelola urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin al-Khatab memegang jabatan peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung oleh Abu Bakar sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sebagai sekretaris terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib atau Utsman bin Affan. Kaum muslimin memberikan julukan khalifah Rasulullah kepada Abu Bakar sebagai pengganti resminya. Para sahabat melihat perlunya membuat agar bagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq bisa sepenuhnya fokus menjalankan kekhalifahan tanpa dibebani urusan kebutuhan hidup (Ash Shallabi, 2013: 263).

Di samping Baitul Mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar juga membentuk lembaga Pertahanan dan Keamanan yang bertugas mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan. 

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menujuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir (Dedi, 2008:70). 

e.      Metode Usawatun-Hasanah (Keteladanan)

Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu Bakar menerapkan metode ini dalam dakwah islamnya baik sebelum menjadi khalifah maupun setelah menjabat sebagai khalifah.

Selain sopan dan santun, Abu Bakar ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad SAW. dan meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpa pada diri Abu Bakar rasa gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji. Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin dan janda yang tidak mampu.

Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar ash- Shiddiq. Ia tawadu’ bukan hanya dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi. Abu Bakar pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad SAW. dan Islam. Abu Bakar merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia juga masih melakukan pekerjaan-pekerjan orang kecil seperti memerah susu, meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar yang rendah hati bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya (Hidayatullah, 2014:122).

2.     Perkembangan ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar As-Shidiq, ilmu pengetahuan Islam tidak berkembang maju, karena disibukkan dengan masalah-masalah seperti menumpas Nabi palsu, gerakan kaum murtad, gerakan kaum munafiq, dan memerangi yang enggan berzakat. Sekalipun demikian, banyak pula kemajuan yang dicapai pada masa ini yaitu; memperbaiki sosial ekonomi, pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dan memperluas wilayah Islam sampai ke Irak, persia dan Syiria.

Pada masa Abu Bakar lembaga pendidikan kuttab mencapai tingkat kemajuan yang berarti. Kemajuan lembaga kuttab ini terjadi ketika masyarakat Muslim telah menaklukan beberapa daerah dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Ketika peserta didik selesai mengikuti pendidikan di kuttab mereka melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni di masjid. Di masjid ini ada dua tingkat, yakni tingkat menengah dan tingkat tinggi. Yang membedakan diantara pendidikan itu adalah kualitas gurunya. Pada tingkat menegah gurunya belum mencapai status Ulama Besar, sedangkan pada tingkat tinggi para pengajarnya adalah ulama yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan integritas kesalehan dan kealiman yang diakui masyarakat.

Materi-Materi Pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadist dan mengumpulkannya, dan Fiqih. Adapun materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Abu bakar untuk lembaga pendidikan kuttab adalah belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, dan belajar pokok-pokok agama seperti, seperti cara wudlu, sholat, puasa dan sebagainya. 

Sumber : http://ppg.siagapendis.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar