
Kepemimpinan Utsman bin Affan
Utsman bin
Affan, adalah sahabat Nabi Muhammad yang termasuk Khulafaur Rasyidin (khalifah
rasyid) yang ke-3. Beliau dijuluki dzu nurain, yang berarti pemiliki dua
cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan
ketiga dari Rasulullah yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau juga dikenal
sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak
bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam.
Pada saat seruan
hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum
Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya
memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum
Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad untuk
hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah
untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan
bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah ke Ka'bah, lalu segera
kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah
Pada saat Perang
Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah memimpin perang,
Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman
mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan
pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang
tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli
mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000
dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut
dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.
Setelah wafatnya
Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih
khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali
bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas,
Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff,
Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan
diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat
itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman
yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang
pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram
24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan
dan terstruktur.
Utsman bin Affan
adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan
masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan haji.
ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus
untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid;
membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan,
Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya
yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan
Al-Quran dalam satu mushaf. Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti
gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan
orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati
pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.
1. Sistem
pemerintahan masa kepemimpinan Utsman bin Affan
a.
Bidang Politik Dalam Negeri
Lembaga
pemerintahan dalam negeri pada masa Utsman bin Affan terbagi menjadi berbagai
bagian, antara lain:
1)
Pembantu (Wazir/Muawwin).
Wazir/Muawwin adalah pembantu yang diangkat oleh
khalifah agar membantu tugas-tugas serta tanggung jawab kekhalifahan Islam. Tugas dari
Wazir/Muawwin ini adalah membantu
khalifah dalam bidang pemerintahan (Muawwin Tanfidz) dan membantu khalifah dalam bidang administrasi
(Muawwin Tafwidz). Wazir/Muawwin pada masa khalifah Utsman bin Affan adalah
Marwan bin Hakam. Bukan hanya menjadi pembantu saja, Marwan bin Hakam juga
menjadi sektretaris negara (Murad, 2007: 110-119).
2)
Pemerintahan daerah/gubernur.
Awal
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan para pemimpin daerah yang telah diangkat
oleh Umar bin Khattab telah menyebar ke berbagai dan kota Islam. Utsman bin
Affan menetapkan kekuasaan para gubernur sebelumnya yang sudah diangkat oleh
Umar bin Khattab. Masa para gubernur ini untuk memerintah lagi yaitu selama
satu tahun penuh. Kebijakan ini adalah kebijkan dari Umar bin Khattab yang
menyuruh untuk menetapkan pemimpin daerah masa Umar bin Khattab selama satu
tahun (Syalabi, 2013: 336-338).
b.
Hukum.
Pentingnya masa
khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat dalam dua hal yang
mendasar, antara lain :
1)
Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang
hukum, terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan mentaati teks
yang ada.
2)
Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi
negara Islam yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang tambah
beraneka ragam (Syalabi, 2013: 174-176).
3)
Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain:
Zaid bin Tsabit yang bertugas di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di Damaskus,
Ka’ab bin Sur bertugas di Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la bin Umayyah di
Yaman, Tsumamah di Sana’a, dan Utsman bin Qais bin Abil Ash di Mesir
(Supriyadi, 2008: 91-93).
c.
Baitul Mal (keuangan).
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan.
Bentuk peran Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas
Baitul Mal mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah
(gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat
pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan masalahmasalah
sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil rampasan perang, pajak
dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana haji, dana perang semua yang
mengurusnya dan mengaturnya adalah Baitul Mal atas izin khalifah Utsman bin Affan
(Syalabi, 2013: 70-72).
d.
Militer.
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin
kekuatan Islam seperti alWalid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh
militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang terjadi
setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam bidang militer
menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu. Kemajuan pemerintahan
Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12 tahun juga dikarenakan mampu menjaga
kedaulatan di daerah kekuasannya. Kemajuan militer pada waktu itu membawa
pemerintahan Islam dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan kepuncak kejayaan.
e.
Majelis Syuro.
Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum
muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang
non muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk menyampaikan
pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan
hukum Islam. Majelis syuro dibagi menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan
penasehat umum, dan dewan penasehat tinggi dan umum.
f.
Bidang Politik Luar Negeri
Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk
menaklukkan daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia,
Tabaristan, dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya
alamnya, dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam
pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah tersebut.
Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam diantaranya: Armenia,
Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan wilayah takklukan Islam semakin bertambah luas dan semakin bertambah
banyak.
g.
Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah
Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti sangat berkembang dengan maju
dan pesat. Utsman bin Affan menggunakan prinsip-prinsip politik ekonomi yang
dijalankan di pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.
1)
Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
2)
Tidak berbuat Zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan
cukai atau pajak.
3)
Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan
kepada Baitul Mal.
4)
Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
5)
Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzamimi
untuk diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta tidak
menzhalimi mereka.
6)
Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi
janji.
7)
Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda
yang dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum (Syalabi, 2013:
137-139).
Eksistensi
Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya pemasukan dan
pengeluaran dalam bidang ekonomi (Syalabi, 2013: 146-167). Pemasukan dan
pengeluaran tersebut, antara lain.
a)
Pemasukan Keuangan, berupa: Zakat, Harta Rampasan Perang
(Ghanimah), Harta Jizyah, Harta Kharaj (Pajak Bumi), dan Usyur (Sepersepuluh
dari barang dagangan)
b)
Pengeluaran Keuangan, berupa: Gaji Para Walikota dari Kas
Baitul Mal, Gaji Para Tentara dari Kas Baitul Mal, Kas Umum untuk Haji dari
Baitul Mal, Dana Perluasan Masjidil Haram dari Baitul Mal, Dana Pembuatan
Armada Laut Pertama Kali, Dana Pengalihan Pantai dari Syuaibah ke Jeddah, Dana
Pengeboran Sumur dari Baitul Mal, Dana untuk Para Muadzin dari Baitul Mal, dan
Dana untuk Tujuan-tujuan Mulia Islam
h.
Bidang Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak
diberi kebebasan untuk melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak
diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu
tertentu, dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Pada masa khalifah
Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya untuk keluar daerah.
Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba mudah daripada di masa Umar bin
Khattab yang dirasakan terlalu keras dan ketat dalam pemerintahannya (Amin,
2010: 105-107).
i.
Bidang Agama
1)
Mengerjakan shalat.
Pada tahun 29 H/650 M Utsman bin Affan mengerjakan shalat
empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang dilaksanakan oleh Utsman bin
Affan ini membawa kebinggungan terhadap para sahabatnya, ketika semua orang
mengerjakan shalat berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan
mengerjakan shalat sebanyak empat rakaat. Kebijakan yang diambil khalifah
Utsman bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di Mina dan
Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam (Syalabi, 2013:
187191).
2)
Ibadah Haji.
Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang
mengerti tetang hukumhukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang umatnya
untuk beribadah haji jika untuk tidak sesuai hukum-hukum haji. Larangan
tersebut antara lain (Syalabi, 2013: 194-197).
3)
Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid
Nabawi, dan Masjid Quba
4)
Pembukuan Al-qur’an.
Penyusunan kitab suci Al-qur’an adalah suatu hasil dari
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-qur’an
ini untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Alqur’an. Utsman
bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam dalam satu bacaan.
5)
Penyebaran Agama Islam.
Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin
Affan salah satunya dilakukan dengan cara ekspedisi-ekpedisi ke wilayah yang
menjadi jajahan Islam. Ekspedisi yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan
daerah saja, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam.
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah
Umar bin Khatab menempuh jalan dan strategi dakwah sebagai berikut:
a)
Perluasan Wilayah.
Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya
perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha
penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan
daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada
laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah
Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam
upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah,
khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak
yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar
pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.
b)
Standarisasi Al-Qur’an.
Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum
muslimin perihal secara baca Al Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih
dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara baca. Karena perselisihan
ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah
al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan tersebut, Khalifah Usman
memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah
yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan
dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam menyusun cara baca
Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya berdasarkan cara baca yang
dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah
beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan
Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushafmushaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman mengharuskan umat Islam
menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara
mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar.
c)
Pengangkatan Pejabat Negara.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada
paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di
kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia
70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman
dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari orangorang yang kecewa itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman
adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting.
Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat
banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap
kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagibagikan tanpa
terkontrol oleh Usman sendiri.
d)
Pembangunan Fisik.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman
tidak ada kegiatankegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan
untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
Dia juga membangun jalan-jalan, jembatanjembatan, masjid-masjid dan memperluas
mesjid Nabi di Madinah.
2. Perkembangan
ilmu pengetahuan masa kepemimpinan Utsman bin Affan
Pada masa
Khalifah Utsman bin Affan, perkembangan ilmu pengetahuan Islam sudah berkembang
maju terbukti dengan hasil yang dicapai khalifah Utsman yaitu; merenovasi
masjid nabawi, usaha pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an, pembentukan angkatan
laut, dan perluasan wilayah Islam sampai ke Khurosan, Armenia, Tunisia dan
Azerbeijan. Pada masa khalifah Usman, pelaksanaan Pendidikan Agama Islam tidak
berbeda jauh dengan masa sebelumnya.
Pada masa ini
pendidikannya melanjutkan apa yang telah ada. Sedikit perubahan telah mewarnai
pelaksaan pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan
Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa Khalifah Umar,
diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap didaerah daerah yang mereka
sukai. Disitu mereka mengajarkan Ilmu-ilmu yang dimiliki dari Rasul secara
langsung. Kebijakan ini besar sekali artinya bagi pelaksanaan Pendidikan Islam
didaerah-daerah.
Sebelumnya, Umat
Islam diluar madinah dan makkah, khususnya dari luar semenanjung Arab, harus
menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan lama untuk menuntut Ilmu agama
Islam di Madinah. Tetapi sebenarnya Sahabat-sahabat besar ke berbagai daerah
meringankan umat Islam untuk belajar Islam kepada shahabat-shahabat yang tahu
banyak Ilmu Islam didaerah mereka sendiri atau didaerah terdekat.
Usaha kongkrit
dibidang Pendidikan Islam belum dikembangkan oleh Khalifah Usman. Khalifah
merasa sudah cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun begitu, satu
usaha cemerlang telah terjadi dimasa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi
pendidikan Islam. Melanjutkan usulan Umar kepada Khalifah Abu Bakar untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Quran, Khalifah Usman memerintahkan agar
mushaf yang dikumpulkan dimasa Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama
Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits.
Penyalinan ini
dilatar belakangi oleh perselisihan dalam bacaan al-Quran. Menyaksikan
perselisihan itu, Hudzaifah bin Yaman melapor kepada Khalifah Usman dan meminta
Khalifah untuk menyatukan bacaan al-Quran. Akhirnya, Khalifah memerintahkan penyalinan
tersebut sekaligus menyatukan bacaan al-Quran dengan pedoman apabila terjadi
perselisihan bacaan antara Zaid bin Tsabit dengan tiga anggota tim penyusun,
hendaknya ditulis sesuai lisan Quraisy karena al-Quran itu diturunkan dengan
lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiga orang
anggotanya adalah orang Quraisy.
Setelah selesai
menyalin mushaf itu, Usman memerintahkan para penulis Al-Qur’an untuk menyalin
kembali beberapa mushaf untuk dikirim ke Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam.
Khalifah Utsman sendiri memegang satu mushaf yang disebut mushaf al-Imam.
Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ketempat penyimpanan semula, yaitu dirumah
Habsah. Khalifahn Usman meminta agar umat Islam memegang teguh apa yang
tertulis dimushaf yang dikirimkan kepada mereka.
Sedangkan
mushaf-mushaf yang sudah ada ditangan umat Islam segera dikumpulkan dan dibakar
untuk menghindari perselisihan bacaan al-Quran serta menjaga keasliannya.
Fungsi al-Quran sangat fundamental bagi sumber agama dan ilmu-ilmu Islam. Oleh
karena itu, menjaga keaslian al-Quran dengan menyalin dan membukukannya
merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam dimasa mendatang.
Mushaf al-Quran
yang ada di Madinah, Mekkah, Kuffah, Bashrah, dan Syam memiliki jenis yang sama,
yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan muncullah Ilmu
Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan memahami Al-Quran.
Ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena adanya beberapa
dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan dikhawatirkan terjadi kesalahan
dalam membaca dan memahaminya. Oleh karena itu diperlukan standarisasi bacaan
dengan kaidah-kaidah tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar