Pemaaf
Pemaaf berarti
orang yang rela member maaf kepada orang lain. Sikap pemaaf dapat dimaknai
sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menyisakan rasa benci dan
keinginan untuk membalasnya. Sebenarnya kata pemaaf, adalah serapan dari Bahasa
Arab, yakni al-‘afw yang berarti maaf, ampun, dan anugerah.
Maaf sejatinya
mudah difahami, tapi susah diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Hakiki maaf
adalah lupa, benar-benar lupa dari memori otak kita tentang kesalahan orang
lain yang berhubungan dengan kita.
Memaafkan
kesalahan si fulan berarti melupakan
kesalahan si fulan terkait dengan kita. Pemaaf berarti orang yang dapat
dengan mudah melupakan kejadian-kejadian buruk dan menyakitkan dirinya yang
dilakukan oleh orang lain, karena dorongan dari dalam jiwanya yang taat kepada
perintah Allah untuk bisa memaafkan siapapun.
Meski sifat pemaaf
itu sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, namun masih banyak orang
susah untuk memaafkan kesalahan orang lain. Jika demikian adanya yakni banyak
diantara kita yang masih sulit memaafkan, maka jangan diharap dendam dalam
masyarakat kita akan bisa hilang.
Dan jangan
berharap aka ada ketenangan dan ketentraman dalam masyarakat kita, kalau
diantara kita belum ada saling memaafkan. Sebab itu memaksakan diri untuk
belajar dan berlatih untuk memiliki sifat pemaaf itu sangat perlu. Kita perlu
belajar dan berlatih untuk bisa berlapang dada sebagai cerminan sifat pemaaf.
Dalam rangka
belajar untuk bersifat pemaaf, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah para Rasul
dan sahabatnya. Allah mengajarkan kepada
kita agar menjadi pribadi yang pemaaf, melalui kisah cerita, seperti kisah Abu
Bakar as-Shidiq yang menjadi sebab-sebab diturunkannya ayat berikut ini:
Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai
kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
member (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang
berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. An-Nur/24: 22)
Selain kisah
khalifah Abu Bakar, ada juga kisah dari Rasulullah SAW. Banyak kisah hidup
beliau yang dapat diambil sebagai pelajaran hidup, termasuk salah satu sifat
pemaafnya.
Seperti kisah seorang wanita Yahudi yang mencoba meracuni Rasulullah
dengan menabur racun dimakanan beliau, namun Rasulullah terselamatkan.
Hingga wanita itu
mengakui perbuatannya kepada Rasulullah, dan beliau memaafkan wanita itu tanpa
menghukumnya. Memberi maaf kepada orang lain yang bersalah merupakan cara
bagaimana kita bisa membangun kembali tatanan masyarakat yang rusak.
Terutama dalam
proses membangun keluarga diantara kita yang tentunya tidak luput dari
kesalahan-kesalahan baik bapak, ibu maupun anak. Allah Swt. berfirman:
Artinya: Hai
orang-orang beriman, sesungguhnya diantara pasangan-pasanganmu dan anak-anakmu
itu ada yang menjadi musuhmu. Maka hendaknya kalian berhati hati dalam
menghadapi mereka. Dan jika kalian bisa memaafkan, memperbaiki dan mengampuni
mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.
At-Taghabun/64:14)
Ishlah diantara
anggota keluarga yang telah disakiti rasanya susah untuk dilaksanakan, kalau
masing-masing diantara mereka mengatakan tidak ada maaf bagimu.
Sebagai orang
yang lebih mengerti di dalam keluarga, harus selalu waspada dengan anggota
keluarga yang lainnya.
Sebab diantara
mereka memang kadang ada yang mementingkan nafsunya dan mengikuti jalan setan.
Mereka itu semua pada hakekatnya adalah musuh kita orang yang beriman.
Mereka
biasnya keras kepala dan susah untuk menerima nasehat, sehingga kita perlu
banyak mengalah untuk menang dengan selalu memaafkan dan menasehati mereka
secara ikhlas.
Sebagai guru
dijaman sekarang ini, dimana adab dan akhlak yang mulia mulai tercerabut dari
sikap dan tingkah laku anak-anak sekolah.
Sikap pemaaf sangat diperlukan supaya
dapat menebar senyum dihadapan peserta didiknya. Sehingga menjadi panutan
mereka.
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar