KONSEP
PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
A. Sistem Khilafah
Menurut bahasa kata khilafah berasal dari bahasa Arab
yang berarti pemerintahan dan kepemimpinan. Sedangkan secara istilah, khilafah
berarti sistem pemerintahan yang diatur sesuai dengan ajaran Islam. Dalam sejarah kata khilafah digunakan untuk
sebutan bagi suatu pemerintahan pada masa tertentu seperti khilafah Abu Bakar,
khilafah Umar, Usman Ali dan sebagainya.
Berdasar
definisi di atas nampaknya terdapat hubungan timbal balik antara agama dan
negara dalam hal relasi saling ketergantungan. Meskipun antara memlihara agama
dan mengatur negara kelihatannya berbeda namun dalam ajaran Islam nampak
keduanya tidak bisa dipisahkan.
Politik membutuhkan agama begitu
sebaliknya agama membutuhkan politik, itulah khilafah dalam Islam.
Imam
al-Ghazaly pernah berkata agama adalah pondasi sedangkan pemerintahan adalah
tiangnya.. Tiang akan runtuh jika tidak
ada pondasi.Setiap sistem pemerintahan dapat
dipastikan mempunyai tujuan yang akan dicapainya tak terkecuali pemerintahan
dalam bentuk khilafah.
Menurut
Abu A’la al-Maududi, terdapat tiga tujuan utama pemerintahan dalam Islam.
Pertama, menegakkan keadilan dalam kehidupan
manusia dan menghentikan kezaliman serta menghancurkan
kesewenang-wenangan.
Kedua, menegakkan sistem yang Islami
melalui cara yang dimiliki oleh
pemerintah. Pemerintah berkuasa untuk
menyebarkan kebaikan serta
memerintahkannya (amar ma’ruf) sejalan dengan misi utama kedatangan Islam ke dunia.
Ketiga, menumpas akar-akar kejahatan dan
kemungkaran yang merupakan perkara yang paling dibenci oleh Allah swt.
Terkait
dengan istilah khilafah dengan Khalifah, banyak orang yang belum paham untuk
membedakan kedua macam istilah tersebut.untuk istilah khalifah ebagaimana telah disebut di atas bahwa khilafah adalah sistem
pemerintahan yang sah menurut ajaran Islam. Konsekuansi adanya khilafah
mengharuskan adanya seorang yang menjadi pemimpin khilafah.
Orang
yang memimpin khilafah dinamakan
khalifah. Khilafah dan khalifah merupakan rukun terpenting adanya sebuah
pemerintahan dalam Islam. Dari pengertian di atas kita dapat membedakan
antara khilafah dengan khalifah.
Khilafah adalah sistem pemerintahannya
sedangkan khalifah adalah pemimpinnya.
Dalam Islam seseorang layak menjadi khalifah jika memenuhi syarat-syarat,
yaitu: adil, berilmu, sanggup berijtihad, sehat mental dan fisiknya serta
berani dan tegas.
B. Pembentukan Khilafah
Dalam
sejarah Islam, pembentukan negara berdasar khilafah pernah dilakukan dengan
tujuan agar hukum-hukum yang berdasar kepada al-Qur’an dan Hadits diharapkan
dapat direalisasikan. Sistem yang berdasar kepada ajaran Islam tersebut
bentuknya telah berakhir dengan selesainya khilafah Turki Usmani di Turki.
Pada
perkembangan selanjutnya istilah pemerintahan berdasar khilafah nampaknya sudah
tidak lagi digunakan oleh negara-negara Islam di dunia. Yang dapat diamati
sekarang bahwa negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim sudah banyak
mengambil sistem pemerintahan lain seperti demokrasi yang dianut negera Mesir,
Irak Indonesia, Turki dan
sebagainya di samping terdapat juga yang
mengambil sistem negara kerajaan seperti Saudi Arabia, Maroko dan sebagainya.
Negara
berdasar khilafah seperti yang pernah pentas dalam sejarah Islam nampaknya
didasari oleh al-Qur’an surat al-Nur ayat 55, sebagai berikut:
Artinya:
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
(al-Nur/24: 55)
C. Dasar-Dasar Khilafah
Pemerintahan
dalam Islam senantiasa berpedoman kepada hukum al-Qur’an dan sunnah. Dalam
sejarah,, pemerintahan dalam Islam diselenggarakan berdasarkan kepada ketentuan
yang terdapat di dalam dua sumber utama tersebut seperti yang pernah terjadi
pada pemerintahan rasulullah dan khulafa al-Rasyidin Dasar-dasar tersebut antara lain:
1. Sifat jujur, ikhlas serta tanggung
jawab. Semuanya harus dimiliki oleh khalifah dalam melaksankan tugas kekhalifahan
untuk rakyatnya dengan tidak membedakan mereka baik dari keturunan, warna kulit
dan sebagainya.
2. Keadilan yang bersifat menyeluruh
kepada rakyat
3. Tauhid (mengesakan Allah) yang
mengandung arti taat kepada Allah, rasul-Nya dan pemumpin sebagai kewajiban bagi setiap orang beriman.
4. Adanya kedaulatan rakyat. Hal ini dapat
difahami dari adanya perintah Allah agar orang yang beriman taat kepada ulil
amri (pemimpin). Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 58 yang artinya “Wahai orangorang yang
beriman taatlah kamu kepada Allah, taatlah kepada rasul dan pemimpin diantara
kamu”.
Orang
yang sudah memenuhi kriteria seperti tersebut di atas maka berhak dan layak
untuk diangkat sebagai khalifah melalui seleksi yang cukup ketat. Keberadaan
khalifah secara logika dalam pemerintahan merupakan sebuah keharusan
karena ketiadaannya akan menjadikan
urusan pemerintahan tidak akan berjalan.
Dengan
demikian dalam sistem khilafah pengangkatan khalifah hukumnya bisa menjadi wajib kifayah. Khalifah
dapat diangkat oleh wakil rakyat yang
dipercaya yang disebut dengan ahlul hal wa al aqdi. Persoalan yang perlu
diketahui selanjutnya adalah bagaimana cara pengangkatan khalifah dalam Islam?.
Jika
kita perhatikan ayat alQur’an dan hadits tidak ada ketentuan atau cara untuk
memilih khalifah. Namun alQur’an menekankan azas musayawarah dalam mengambil
keputusan penting. Termasuk keputusan
penting adalah mengangkat khalifah.
a. Oleh karena itu untuk mengetahui cara
pengangkatan khalifah dapat kita lihat dalam perjalanan sejarah Islam. 1.
Pengangkatan khalifah melalui
pemilihan oleh para tokoh ummat.
Seperti pengangkatan Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah pertama yang diadakan
di Tsaqifah Bani Saidah.
b. Pengangkatan berdasarkan usulan
(wasiat) oleh khalifah sebelumnya seperti pengangkatan Umar bin Khattab sebagai
khalifah . Umar terpilih berdasarkan usulan Abu Bakar (khalifah pendahulunya)
yang kemudian disetujui oleh para sahabat lainnya. Nampaknya dua cara pemilihan
khulafa al-Rasyidin di atas lebih bersifat demokrasi.
c. Pengangkatan khalifah melalui pemilihan
yang langsung dilakukan oleh rakyat. Seperti pangangkatan khalifah Umar bin
Abdul Aziz dari Bani Umayyah.
d. Pengangkatan khalifah berdasarkan
persetujuan secara bulat oleh rakyat karena calon khalifah dinilai memiliki
jasa yang sangat besar seperti pengangkatan sultan Salim di Mesir.
e. Pengangkatan khalifah berdasarkan
keturunan. Bentuk ini dilakukan dalam sistem kerajaan yang pernah dipraktekkan
oleh dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiah dan kerajaan Saudi sekarang ini.
Dari
praktek pengangkatan khalifah
sebagaimana tersebut di atas maka sedikitnya terdapat tiga cara pengangkatan khalifah dalam Islam.
Pertama pemilihan langsung yaitu rakyat langsung memilih khalifah yang mereka
inginkan. Kedua pemilihan tidak langsung yaitu berbentuk perwakilan rakyat dan
ketiga adalah pengangkatan khalifah berdasarkan keturunan.
D. Baiat Khalifah
Kata
baiat berasal dari kata ba’a ( باع) yang berarti menjual. Dalam khilafah,
baiat mengandung janji setia antara rakyat dengan khalifah Hal ini sejalan
dengan pengertian yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun bahwa baiat adalah
perjanjian atas dasar kesetiaan. Orang yang berbaiat harus menerima seseorang
yang terpilih menjadi kepala negara sebagai pemimpinnya untuk melaksanakan
semua urusan orang Islam.
Dalam
baiat, rakyat berjanji setia untuk mentaati khalifah selama khalifah itu tidak
melakukan sesuatu yang melanggar hukum Allah. Demikian juga khalifah,
melaksanakan hak dan kewajibannya yaitu melaksanakan undang-undang demi
mewujudkan keadilan sesuai dengan undang-undang Allah dan Rasul-Nya.
E. Hak dan Kewajiban Rakyat
Dalam
sistem khilafah, rakyat sebagai kumpulan manusia yang dipimpin memiliki hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan secara adil. Apa hak dan kewajiban rakyat
setelah melakukan janji setia (baiat)?.
Berikut ini adalah hak-hak rakyat di
satu sisi. Tapi disi lain merupakan
kewajiban pemerintah
1. Hak keselamatan jiwa dan harta.
Dalam
hal ini pemerintah berkewajiban untuk melindungi keamanan hidup rakyatnya dan
harta benda yang mereka miliki sehingga
mereka bisa hidup dengan tenang. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt. dalam surat
al-Isra ayat 33
Artinya:
Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membununya kecuali
denagn alasan yang dibenarkan (QS. 17:33)
Ayat
yang berkaitan dengan dengan keselamatan hak milik. Allah berfirman
Artinya:
Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan cara yang batil (QS. 2:188)
2. Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan
pemerataan. Dalam hal ini pemerintah wajib menegakkan keadilan dan pemerataan
untuk rakyatnya. Hal ini ditegaskan oleh
al-Qur’an:
Artinya:
Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia agar menetapkannya dengan
adil (QS. 4:58)
3. Hak untuk menolak kezaliman dan
kesewenang-wenangan. Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi rakyatnya dari
prilaku zalim dan kesewenangwenangan. Hal ini ditegaskan oleh Allah
Artinya:
Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.
(QS.Al-Nisa/ 4:148) 4. Hak berkumpul dan menyatakan pendapat. Firman Allah swt.
Artinya:
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat, (QS. Ali Imran/3:105)
4. Hak untuk bebas beragama. Pemerintah
wajib untuk menjamin kebebasan beragama rakyatnya. Firman Allah swt:
Artinya: Tidak ada paksaan dalam bergama (Qs.
2/256)
5. Hak mendapatkan bantuan materi bagi
rakyat yang lemah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban untuk mebantu rakyat
yang lemah. Hal ini didasari oleh firman Allah swt:
Artinya:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian (Qs. 51:19)
F. Kewajiban Rakyat kepada Khalifah
Dalam
sistem khilafah, rakyat memiliki kewajiban terhadap khalifah yang sekaligus hak
khalifah kepada rakyatnya, yaitu:
1. Kewajiban taat kepada khalifah. Firman Allah swt.
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, rasulNya dan para
pemimpin di antara kamu. (Qs. Al-Nisa/4:59)
2. Kewajiban mentaati undang-undang dan
tidak berbuat kerusakan. Firman Allah swt.
Artinya:
Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan memperbaikinya (Qs.
Al-A’raf/7:85)
3. Membantu khalifah dalam semua usaha
kebaikan . Firman Allah swt:
Artinya:
Dan Tolong-menolonglah kamu semua dalam kebaikan (Qs.alMaidah / 5: 2)
4. Bersedia berkorban jiwa maupun harta
dalam mempertahankan dan membelanya.
Firman Allah swt.
Artinya:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Qs. AlTaubah/9:41)
5. Menjaga Persatuan dan Kesatuan. Firman
Allah swt.
Artinya:
Dan berpeganglah kamu semua kepada tali Allah (agama) dan janganlah kamu
bercerai berai. (QS. Ali-Imran/3:103)
G. Majlis Syura
Kata
“majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis dan kata syura. Majlis
artinya tempat duduk syura artinya bermusyawarah. Dengan demikian majlis syura
secara bahasa artinya tempat bermusyawarah (berunding).
Dikaitkan
dengan sistem pemerintahan, majlis syura
memiliki pengertian tersendiri yaitu suatu lembaga negara yang terdiri dari
para wakil rakyat yang bertugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis
ini memiliki tugas utama yaitu mengangkat dan memberhentikan khalifah.
Pada
masa Rasulullah istilah majlis syura belum ada. Namun praktek melaksanakan
musyawarah telah dilakukan oleh rasul sebagai seorang pemimpin negara..
Rasulullah sering memanggil para sahabatnya untuk berunding mengambil keputusan
dalam urusan negara dan masyarakat.
Demikian
juga yang dilakaukan oleh khulafa alrasyidin setelah rasul meninggal. Mereka
selalu bermusyawarah. Musyawarah merupakan
cara untuk mengambil keputusan. Karena dengan musyawarah sebuah
keputusan lebih kuat dan jauh dari kekeliruan karena antara yang satu
dengan yang lainnya saling melengkapi.
Allah
memerintahkan kepada kita untuk bermusyawarah dalam segala urusan terlebih pemimpin negara. Firman Allah swt.
Artinya:”
Bermusyawarahlah kamu kepada mereka dalam segala urusan .(Qs. Ali Imran/3:159)
H. Syarat-Syarat Menjadi anggota majlis
syura
Tidak
semua orang bisa menjadi anggota majlis syura. Mereka adalah orangorang yang
memiliki kemampuan intelektual dan memiliki sifat mental yang terpuji. Oleh karena itu imam al-Mawardi
merumuskan beberapa syarat untuk menjadi anggota majlis syura :
1. Berlaku adil dalam segala sikap dan
tindakan. Sikap ini mencerminkan bahwa anggota majlis syura adalah mereka memiliki sifat jujur dan bertanggung jawab.
2. Berilmu pengetahuan yang luas. Yaitu
memiliki kecerdasan intelektual yang tajam. Sehingga segala ucapan dan
perbuatannya didasari oleh ilmu bukan oleh hawa nafsu.
3. Memiliki kearifan dan. wawasan yang
luas. Anggota majlis syura dalam memutuskan sesuatu harus ditujukan
untuk kemsalahatan ummat bukan untuk
kepentingan dirinya sendiri.
Terkait
dengan kewajibannya, seseorang yang telah dipercaya menjadi majlis syura maka
ia memiliki kewajiban utama yaitu mengangkat dan meberhentikan khalifah.
Khalifah
yang diangkat oleh majlis syura adalah orang yang memiliki pengetahuan yang
luas, adil, bertanggung jawab, teguh dan
cakap dalam menjalankan pemerintahan dan sehat baik rohani dan jasmaninya.
Jika
dalam melaksnakan tugasnya seorang khalifah melanggar hukum Alah (maksiat) maka
Majlis Syura berkewajiban untuk memberhentikan khlaifah dari jabatannya dan
mengantinya dengan yang lain.
Tugas
lain dari majlis syura adalah Bermusyawarah dengan khalifah dalam menyelesaikan
berbagai persoalan yang menyangkut
kepentingan ummat
H.Ahlul
Halli wa al-Aqdi Secara bahasa ahlul halli wal aqdi mengandung arti orang yang
melonggarkan dan mengikat. Sedangkan dalam ilmu fiqh ahlul halli wal aqdi
diartikan orang yang dipilih sebagai wakil ummat untuk menyuarakan hati nurani
ummat.
Ahlul
halli wal aqdi adalah orang-orang pilihan. Mereka terdiri dari ulama, cerdik pandai dan
pemimpin yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat.
Ahlul
halli wal aqdi adalah wakil rakyat yang menjadi anggota majlis syura.
Mereka dipercaya oleh rakyat dan
keputusan mereka ditaati oleh rakyat. Imam al-Mawardi menyebut sebagai ahl
al-ikhtiyar yaitu golongan yang berhak memilih.
Penyebutan
ini sangat beralasan sebab tugas utama
ahlul hali walaqdi karena memilih dan memberhentikan secara langsung
seorang khalifah. Kalau di Indonesia ahlul halli wal aqdi disebut MPR (Majlis Permusyawaratan Rakyat).
Sumber
: http://ppg.siagapendis.com
@menzour_id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar