TOLERANSI
DALAM ISLAM
1. Pengertian
Toleransi dalam Islam
Kata
toleransiberasaldari tolerandalam KBBI diartikan menenggang atau menghargai pendirianyang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Dalambahasa Arab, toleran
adalah“tasâmuh”, yang berarti sikap baik dan berlapang dada terhadap
perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai dengan pendirian dan
keyakinannya. Umat manusia diciptakan dengan berbagai ras, bangsa, suku,
bahasa, adat, kebudayaan, dan agama yang berbeda. Menghadapi kenyataan
tersebut, setiap manusia harus bersikap toleran atau tasamuh.
Dengan sikap
toleransi dantasamuhyang luas dan terbuka, maka akan terbentuk suatu masyarakat
yang saling menghargai, menghormati, dan terjalinlah kehidupan yang harmonis
antar anggota masyarakat, bangsa, negara, maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian
masyarakat yang harmonis cenderung akan menghasilkan karyakarya yang besar yang
bermanfaat bagi manusia. Toleransi dianjurkan dalam masalah muamalah dan
hubungan kemasyarakatan bukan menyangkut masalah akidah dan ibadah.
Toleransi dalam
masalah ibadah dan akidah tertolak sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saat empat pemuka
kafir Quraisy yakni Al-Walid bin Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad ibnul
Muthalib, dan Umayyah bin Khalaf datang menemui Rasulullah seraya berkata,
“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian
(Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami, kita bertoleransi dalam segala
permasalahan agama kita. Apabila ada sebagian dari ajaran agamamu yang lebih
baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu.
Sebaliknya, jika ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu,
engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al-Qurtubi/14:425)
Sebagai jawaban
dari perkataan mereka, kemudian Allah menurunkan surat Al-Kafirun ayat 16 yang
menegaskan bahwa tidak ada toleransi dalam hal yang menyangkut akidah.AllahSwt
berfirman: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (TQS. Al-Kafirun: 6)
Sedangkan sikap toleransi dalam masalah muamalah dan
kemasyarakatan dijelaskan oleh Allah dalam Alqur’an surat Al-Mumtahanah ayat
8-9, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu
dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku
adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari
kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa
menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.” (TQS.
Al-Mumtahanah: 8-9)
Ibnu Katsir ra
berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak
memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di
antara mereka. Hendaklah kalian berbuat baik dan adil karena Allah menyukai
orang-orang yang berbuat adil.” (Tafsir Alqur’a al-Azhim, surat ke 7 ayat 247)
Inilah toleransi
yang diajarkan di dalam Islam.
Allah telah memerintahkan kepada
hamba-Nya untuk bertoleransi pada orang-orang di luar Islam. Namun demikian,
sikap toleransi tidak boleh dipraktikkan dalam hal yang menyangkut
akidah.Inilah ketentuan syariat yang berhubungan dengan toleransi.
2. Bentuk-bentuk
Toleransi dalam Islam
Ada beberapa
bentuk toleransi dalam Islam, di antaranya:
1)
Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin
maupun orang yang sakit, muslim ata nonmuslim, bahkan terhadap binatang
sekalipun. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dalam setiap hati yang basah( makhluk hidup yang diberi
makan minum) ada pahalanya” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244).
Lihatlah Islam mengajarkan peduli
sesama.
2)
Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim. Allah
Ta’ala berfirman,
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS.
Luqman: 15).
Dalam ayat di atas sekalipun seorang anak dipaksa syirik
oleh orang tua, namun tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.Lihat Asma’ binti Abi Bakr ra ketika ia berkata,
“Ibuku pernah mendatangiku di masa NabiSawdalam keadaan membenci Islam. Aku pun
bertanya pada Nabi untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab,
“Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah:
8)
3)
Boleh memberi hadiah pada non muslim. Islam
memperbolehkan umat Islam memberi hadiah kepada non muslim, agar membuat mereka
tertarik pada Islam, atau ingin berdakwah dan atau ingin agar mereka tidak
menyakiti kaum muslimin. Dari Ibnu ‘Umar ra. , beliau berkata,Yang artinya:
“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu
ia pun berkata pada Nabi shallallahuSaw, “Belilah pakaian seperti ini,
kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” NabiSaw
pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan
mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian RasulullahSaw didatangkan
beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun
berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan
bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?”
NabiSaw menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa
mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.”
Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk
Islam. (HR. Bukhari no. 2619). Umar bin
Khattab masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang non
muslim.
3. Toleransi Antar
umat Beragama
Manusia
merupakan makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Sebagai
makhluk sosial manusia diwajibkan mampu berinteraksi dengan individu / manusia
lain dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam
masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang
berbeda dengannya salah satunya adalah perbedaan kepercayaan / agama.Dalam
menjalani kehidupan sosial tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang
akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan agama
atau ras.
Dalam rangka
menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghargai dan menghormati, sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan pertikaian. Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah
disebutkan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya". Sehigga kita sebagai warga Negara sudah sewajarnya saling
menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi menjaga
keutuhan Negara dan menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat
beragama.
Toleransi
berasal dari bahasa latin dari kata "Tolerare" yang berarti dengan
sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu
perilaku atau sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang
menghormati atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah pada konteks agama dan sosial budaya
yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap
golongan-golongan yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada
suatu masyarakat. Misalnya toleransi beragama dimana penganut Agama mayoritas
dalam sebuah masyarakat mengizinkan keberadaan agama minoritas lainnya. Jadi
toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat yang
beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang
beragama lain.
Istilah
toleransi juga dapat digunakan dengan menggunakan definisi "golongan /
Kelompok" yang lebih luas, misalnya orientasi seksual, partai politik, dan
lain-lain. Sampai sekarang masih banyak kontroversi serta kritik mengenai
prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum konservatif atau liberal. Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan
bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing
merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama menghargai manusia oleh karena
itu semua umat beragama juga harus saling menghargai. Sehingga terbina
kerukunan hidup anatar umat beragama
4. Persyaratan
Pendirian Tempat Ibadah
Dalam pendirian
rumah untuk peribadatan, wajib memperoleh izin khusus. Dalam mendirikan sebuah bangunan wajib mendapatkan
izin tertulis dari pemerintah, izin
mendirikan bangunan dan lain-lain.
Terlebih lagi dalam pendirian rumah untuk peribadatan, wajib memperoleh izin
khusus. Ketentuan soal izin khusus ini
dijelaskan dalam sejumlah aturan, sebagai berikut. Dasar hukum tata cara
pendirian rumah ibadah terdapat dalam Peraturan bersama Menteri agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2006 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan
tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
Dalam peraturan
ini yang dimaksud dengan Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri
tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen. Akan tetapi masing-masing daerah memiliki peraturan
tersendiri, seperti misalnya di daerah khusus ibukota atau DKI yang telah
membuat aturan dalam Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 83
tahun 2012 tentang prosedur pemberian persetujuan pembangunan rumah ibadat.
Syarat dan prosedur pendirian rumah ibadah antara lain harus memenuhi syarat administratif
(kelengkapan dokumen IMB dll), selain itu juga harus memenuhi persyaratan
khusus, meliputi:
1) Daftar nama
dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang yang
disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah. a) Dukungan
masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala
desa.
2) Rekomendasi
tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Jika persyaratan 90
nama dan KTP pengguna rumah ibadat terpenuhi tetapi syarat dukungan masyarakat
setempat belum terpenuhi, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi
tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat, sehingga hak setiap warga dalam
menjalankan ibadahnya dapat terjamin (http://www.gresnews.com/berita/tips/113137-aturan-dan-prosedur-pendirian-rumah-ibadah/
)
SUMBER: PPG.SIAGAPENDIS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar