Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Jumat, 12 Juli 2019

HUKUM PERNIKAHAN SECARA ISLAM






Hukum Pernikahan


Penetapkan hukum nikah termasuk perkara yang selalu dikaitkan dengan kondisi orang yang akan melakukannya. Dengan demikian kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai illat hukumnya. Hal yang dapat dimaklumi bahwa kondisi  seseorang  itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya jika dilihat dari aspek gejolak seks dan kemampuan pemberian nafkah.


Berangkat dari perbedaan kondisi tersebut maka para ulama menghukumi nikah itu sesuai dengan illat (sebab) yang ditemui dari seseorang yang akan melangsungkan pernikahan. Memperhatikan berbagai macam  illat nikah maka hukum nikah dapat ditetapkan sebagai berikut:


1.Wajib, hukum ini layak dibebakan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah perzinahan. 


Hal ini diperkuat  oleh tuntunan agama bahwa menjaga diri dari perbuatan haram adalah wajib. Sedangkan bagi yang hanya memiliki  keinginan yang kuat  tapi belum mampu memberi nafkah, maka lebih baik ia menahan diri. Hal ini didasari oleh firman Allah swt:




Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. AnNuur: 33)
 
Salah satu cara untuk menjaga diri ketika gejolak nafsu bilogis yang memuncak bagi orang yang belum layak nikah karena belum mampu menafkahi seperti tersebut di atas.  disarankan agar ia memperbanyak puasa. Hal ini diperkuat oleh  Hadits Rasulullah saw berikut ini:


Artinya: “Hai para pemuda, siapa diantara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah dapat menahan pandangan dari maksiat dan dapat menjaga kemaluan dari berbuat zina. Namun bagi siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa karena puasa dapat membentengi dorongan sahwat.” (HR. Bukhari)
 
2.Sunah, hukum ini pantas  bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina. 

Maka bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah. Akan tetapi jika demikian kondisinya, nikah lebih baik baginya dari pada membujang karena dalam nikah terdapat ibadah yang banyak. Sedangkan  membujang (tidak nikah) itu seperti  para pendeta Nasrani yang dilarang oleh Rasulullah.



Artinya: “Nikahlah kamu sekalian karena aku akan berbanyak-banyak umat pada hari Qiamat dan janganlah kamu seperti pendeta Nasrani.”


Memperkuat anjuran nikah, Umar pernah berkata kepada Abi Zawaid, hanya sifat lemah atau melacurlah yang mencegahmu dari nikah. Berkata juga Ibnu Abbas bahwa tidak akan sempurna ibadah seseorang  sampai ia menikah. 


3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah  akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar