Hukum
Pernikahan
Penetapkan
hukum nikah termasuk perkara yang selalu dikaitkan dengan kondisi orang yang
akan melakukannya. Dengan demikian kondisi tersebut dapat dijadikan sebagai
illat hukumnya. Hal yang dapat dimaklumi bahwa kondisi seseorang
itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya jika dilihat dari aspek
gejolak seks dan kemampuan pemberian nafkah.
Berangkat
dari perbedaan kondisi tersebut maka para ulama menghukumi nikah itu sesuai
dengan illat (sebab) yang ditemui dari seseorang yang akan melangsungkan
pernikahan. Memperhatikan berbagai macam
illat nikah maka hukum nikah dapat ditetapkan sebagai berikut:
1.Wajib,
hukum ini layak dibebakan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya
terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah
perzinahan.
Hal ini diperkuat oleh
tuntunan agama bahwa menjaga diri dari perbuatan haram adalah wajib. Sedangkan
bagi yang hanya memiliki keinginan yang
kuat tapi belum mampu memberi nafkah,
maka lebih baik ia menahan diri. Hal ini didasari oleh firman Allah swt:
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak
mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan
mereka dengan karunia-Nya.” (QS. AnNuur: 33)
Salah satu cara untuk menjaga diri
ketika gejolak nafsu bilogis yang memuncak bagi orang yang belum layak nikah
karena belum mampu menafkahi seperti tersebut di atas. disarankan agar ia memperbanyak puasa. Hal
ini diperkuat oleh Hadits Rasulullah saw
berikut ini:
Artinya: “Hai para pemuda, siapa
diantara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah
dapat menahan pandangan dari maksiat dan dapat menjaga kemaluan dari berbuat
zina. Namun bagi siapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa karena puasa dapat
membentengi dorongan sahwat.” (HR. Bukhari)
2.Sunah,
hukum ini pantas bagi orang yang
merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu
menahan dirinya dari perbuatan zina.
Maka bagi orang seperti ini hukum nikah
menjadi sunah. Akan tetapi jika demikian kondisinya, nikah lebih baik baginya
dari pada membujang karena dalam nikah terdapat ibadah yang banyak.
Sedangkan membujang (tidak nikah) itu
seperti para pendeta Nasrani yang
dilarang oleh Rasulullah.
Artinya: “Nikahlah kamu sekalian karena
aku akan berbanyak-banyak umat pada hari Qiamat dan janganlah kamu seperti
pendeta Nasrani.”
Memperkuat
anjuran nikah, Umar pernah berkata kepada Abi Zawaid, hanya sifat lemah atau
melacurlah yang mencegahmu dari nikah. Berkata juga Ibnu Abbas bahwa tidak akan
sempurna ibadah seseorang sampai ia
menikah.
3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan
nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah akan mengkhianati isterinya atau suaminya,
baik dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan
perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar