Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang
mewancarai dan yang diwancarai.[1] Secara umum, yang dimaksud dengan wawancara adalah
cara menghimpun bahan keterangan yang dikakukan dengan melakukan tanya jawab
lisan secara sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.
Ada dua jenis
wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a. Wawancara
terpimpin (guided interview), yang juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic
interview), yaitu wawancara yang dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Jadi, dalam hal ini
responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah
disediakan oleh evaluator.[2]
b. Wawncara tidak
terpimpin (un-guided interview), yang sering dikenal dengan istlah
wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic
interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan
untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat
oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan
oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja
pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator
akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka
ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka
sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.[3]
Adapun tujuan dari
dilakukannya wawancara adalah sebagai berikut:
1) Untuk
memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu
2) Untuk
melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
3) Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
Dalam wawancara terdapat kelebihan dan kelemahan.
Diantara kelebihannya adalah:
a) Pewancara
sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat berkomunikasi
secara langsung, dengan peserta didik, sehingga informasi yang diperoleh dapat
diketahui objektivitasnya, juga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih
lengkap dan mendalam
b) Pelaksanaan
wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal
c) Data dapat
diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif
d) Dapat
memperbaiki proses dan hasil belajar
Sedang di antara kelemahan dari wawancara:
1) Jika jumlah
peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak menggunakan waktu,
tenaga, dan biaya
2) Adakalanya
wawancara terjadi berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan
3) Sering timbul
sikap kurang baik dari peserta didik yang diwancarai dan sikap overaction dari
guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara
pewancara dengan orang yang diwawancarai.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar