Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019

USAHA-USAHA MENOLONG ANAK YATIM


Usaha Usaha Menolong Anak Yatim

Kematian ibu atau bapa akan menyebabkan anak-anak merasa kekosongan dalam diri mereka. Hilangnya belaian kasih sayang dari orang tua serta tempat untuk berlindung, menjadikan anak-anak ini dihantui perasaan sedih. Selain kehilangan kasih sayang, keperluan hidup mereka juga tidak lagi seperti sebelumnya. Makan, minum, pakaian dan lain-lain juga turut berubah seiring dengan kepergian yang tersayang.

Realiti kehidupan masyarakat hari ini menunjukkan bahwa kebanyakan anak yatim yang tidak mendapat perhatian sewajarnya akan mengharungi kehidupan yang begitu sukar, perih dan menyedihkan. Sesungguhnya Islam adalah satu agama yang menitikberatkan soal kasih sayang. Ia menekankan kepada kita agar tidak menyisihkan dan mengabaikan anak yatim terutama yang datang dari keluarga yang serba kekurangan dan tidak berkemampuan. Anak-anak ini juga memerlukan belaian dan kasih sayang serta keperluan hidup seperti makan, minum dan pakaian seperti anusia yang lain. Ini supaya mereka dapat menjalani kehidupan yang mendatang dengan bahagia.

Salah satu upaya untuk menolong anak yatim yang dilakukan oleh yayasanyayasan ataupun organisasi-organisasi Islam di Indonesia adalah mendirikan Panti Asuhan yang dapat menampung sekian banyak anak yatim, dan kemudian yayasan atau organisasi tersebut mendapatkan dana dari para donatur untuk mencukupi kebutuhan anak-anak yatim yang ditampungnya, baik dalam hal makanan, pakaian, pendidikan maupun keperluan sehari-hari.

Pada dasarnya seluruh kaum muslimin mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengangkat harkat dan martabat anak-anak yatim di daerah tempat tinggalnya. Soal apakah mereka dibawa di rumah dan tinggal bersama atau tidak itu hanya teknis saja. Tapi prinsipnya tidak boleh kaum muslimin berdiam diri saja, ketika ada anak-anak yatim telantar dan tidak ada yang mengurus. Demikian dikemukakan Ketua Umum Gabungan Ormas Islam Bersatu (GOIB), H Andi M Sholeh kepada Harian Terbit, menjelang datangnya tanggal 10 Muharram yang selama ini dikenal sebagai hari anakanak yatim. Sholeh juga mengingatkan masalah penanganan anak-anak yatim harus menjadi tanggung jawab semua kaum muslimin. Anak-anak yatim dinisbatkan oleh Rasulullah sebagai anak-anak beliau. Karena itu kalau memang kita mencintai Rasulullah kita juga harus ikut mencintai mereka.

Lebih lanjut dia berharap agar pemeliharaan anak-anak yatim betul-betul dilaksanakan dengan semangat tolong menolong. Pengelolaan panti asuhan yang sekarang ini banyak ditemukan hendaknya dilaksanakan dengan prinsip-prinsip amanah. "Jangan sekali-sekali anak-anak yatim itu dijadikan komoditas untuk kepentingan diri sendiri, pengelola anak-anak yatim harus juga menjaga martabat dan harga diri anak-anak yatim tersebut. Artinya, janganlah memanfaatkan anak-anak yatim tersebut sebagai komoditas, dan dimanfaatkan untuk cari-cari sumbangan ke sana ke mari." Mengenai anak-anak yatim yang dikelola oleh panti asuhan, Sholeh mengatakan pengelola Panti Asuhan yang memelihara anak-anak yatim, hendaknya betul-betul orang yang ikhlas dan tidak memanfaatkan anak-anak yatim untuk kepentingan dirinya sendiri.

Justru sebaliknya, para pengelola panti asuhan itulah yang harus menghidupi anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah. Sholeh menyebutkan Alquran dan juga hadist Nabi banyak isyarat yang harus dilakukan oleh kaum muslimin terhadap anak-anak yatim. Karena itulah bagi mereka yang memelihara anak-anak yatim haruslah mengikuti pedoman yang sudah digariskan oleh Al-Quran dan keteladanan yang sudah diperlihatkan oleh Rasulullah. "Jika memang tidak mampu menghadapi godaan yang ditimbulkan oleh ulah anak-anak yatim yang dipelihara di rumah masing-masing boleh saja mereka menyantuni anak-anak yatim yang dipelihara di panti asuhan," Konsep panti asuhan sendiri, ujarnya tidak bertentangan dengan prinsip Islam dalam memelihara anak-anak yatim. Hanya saja persyaratannya pun sangat berat. Jangan sekali-sekali memanfaatkan anak-anak yatim itu untuk kepentingan diri sendiri.

Sangat disayangkan apabila ada orang yang menjadi pengurus panti asuhan, tapi memanfaatkan anak-anak yatim piatu. Begitu juga ketika mengadakan acara yang diperuntukkan membahagiakan anak-anak yatim, jangan sekali-sekali dikurangi jatah yang seharusnya dinikmati oleh anak-anak yatim. Artinya, kalau ada yang menyumbang untuk yatim, maka semuanya harus untuk anak yatim. Kalaupun mau untuk konsumsi, harus dicarikan jalan lain, selain dari sumbangan untuk yatim tersebut. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa memakan harta anak yatim termasuk dosa besar. Rasulullah saw bersabda:


Yang artinya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan”. Para sahabat bertanya “Apa dosa-dosa itu”? Rasulullah menjawab: “Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina terhadap orang-orang perempuan yang menjaga kehormatannya”.

Hadis di atas mensejajarkan dosa memakan harta anak yatim dengan dosa-dosa besar lainnya yang merusak keagamaan pelakunya. Hal itu dapat dimengerti bahwa perbuatan yang demikian jelas merupakan tindakan dzalim, sebab anak yatim yang seharusnya dibantu, tetapi malah sebaliknya harta benda miliknya malah dimakan orang lain.

Meskipun demikian, ibarat amil (panitia) yang melaksanakan pengumpulan dan pembagian zakat yang dibolehkan mengambil jatah dari zakat yang dikumpulkan, orangorang yang mengurus pemeliharaan anak-anak yatim diperbolehkan memperoleh harta yang diperuntukan bagi anak yatim, dalam jumlah yang sepatutnya, atau dalam istilah alQur’an bi al-ma’ruf atau billati hiya ahsan. Sebagaimana dapat kita baca pada surat alNisa ayat 6 dan al-An’am ayat 152 berikut ini:

Yang artinya: “…dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) kaya, maka hendaklah ia menahan diri (tidak memakan harta anak yatim) dan barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) miskin, maka bolehlah memakan harta itu menurut yang patut (bi al-ma’ruf) … (Al-Nisa:6)

Artinya: Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat), hingga sampai ia dewasa…(al-An’am: 152)

    
@menzour_id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar