Usaha
Usaha Menolong Anak Yatim
Kematian ibu atau bapa akan menyebabkan
anak-anak merasa kekosongan dalam diri mereka. Hilangnya belaian kasih sayang
dari orang tua serta tempat untuk berlindung, menjadikan anak-anak ini dihantui
perasaan sedih. Selain kehilangan kasih sayang, keperluan hidup mereka juga
tidak lagi seperti sebelumnya. Makan, minum, pakaian dan lain-lain juga turut
berubah seiring dengan kepergian yang tersayang.
Realiti kehidupan masyarakat hari ini
menunjukkan bahwa kebanyakan anak yatim yang tidak mendapat perhatian
sewajarnya akan mengharungi kehidupan yang begitu sukar, perih dan menyedihkan.
Sesungguhnya Islam adalah satu agama yang menitikberatkan soal kasih sayang. Ia
menekankan kepada kita agar tidak menyisihkan dan mengabaikan anak yatim
terutama yang datang dari keluarga yang serba kekurangan dan tidak berkemampuan.
Anak-anak ini juga memerlukan belaian dan kasih sayang serta keperluan hidup
seperti makan, minum dan pakaian seperti anusia yang lain. Ini supaya mereka
dapat menjalani kehidupan yang mendatang dengan bahagia.
Salah satu upaya untuk menolong anak yatim
yang dilakukan oleh yayasanyayasan ataupun organisasi-organisasi Islam di
Indonesia adalah mendirikan Panti Asuhan yang dapat menampung sekian banyak
anak yatim, dan kemudian yayasan atau organisasi tersebut mendapatkan dana dari
para donatur untuk mencukupi kebutuhan anak-anak yatim yang ditampungnya, baik
dalam hal makanan, pakaian, pendidikan maupun keperluan sehari-hari.
Pada dasarnya seluruh kaum muslimin
mempunyai tanggung jawab yang sama dalam mengangkat harkat dan martabat
anak-anak yatim di daerah tempat tinggalnya. Soal apakah mereka dibawa di rumah
dan tinggal bersama atau tidak itu hanya teknis saja. Tapi prinsipnya tidak
boleh kaum muslimin berdiam diri saja, ketika ada anak-anak yatim telantar dan
tidak ada yang mengurus. Demikian dikemukakan Ketua Umum Gabungan Ormas Islam
Bersatu (GOIB), H Andi M Sholeh kepada Harian Terbit, menjelang datangnya
tanggal 10 Muharram yang selama ini dikenal sebagai hari anakanak yatim. Sholeh
juga mengingatkan masalah penanganan anak-anak yatim harus menjadi tanggung
jawab semua kaum muslimin. Anak-anak yatim dinisbatkan oleh Rasulullah sebagai
anak-anak beliau. Karena itu kalau memang kita mencintai Rasulullah kita juga
harus ikut mencintai mereka.
Lebih lanjut dia berharap agar
pemeliharaan anak-anak yatim betul-betul dilaksanakan dengan semangat tolong
menolong. Pengelolaan panti asuhan yang sekarang ini banyak ditemukan hendaknya
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip amanah. "Jangan sekali-sekali anak-anak
yatim itu dijadikan komoditas untuk kepentingan diri sendiri, pengelola
anak-anak yatim harus juga menjaga martabat dan harga diri anak-anak yatim
tersebut. Artinya, janganlah memanfaatkan anak-anak yatim tersebut sebagai
komoditas, dan dimanfaatkan untuk cari-cari sumbangan ke sana ke mari."
Mengenai anak-anak yatim yang dikelola oleh panti asuhan, Sholeh mengatakan
pengelola Panti Asuhan yang memelihara anak-anak yatim, hendaknya betul-betul
orang yang ikhlas dan tidak memanfaatkan anak-anak yatim untuk kepentingan
dirinya sendiri.
Justru sebaliknya, para pengelola panti
asuhan itulah yang harus menghidupi anak-anak yatim dengan penuh kasih sayang
sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah. Sholeh menyebutkan Alquran dan juga
hadist Nabi banyak isyarat yang harus dilakukan oleh kaum muslimin terhadap
anak-anak yatim. Karena itulah bagi mereka yang memelihara anak-anak yatim
haruslah mengikuti pedoman yang sudah digariskan oleh Al-Quran dan keteladanan
yang sudah diperlihatkan oleh Rasulullah. "Jika memang tidak mampu
menghadapi godaan yang ditimbulkan oleh ulah anak-anak yatim yang dipelihara di
rumah masing-masing boleh saja mereka menyantuni anak-anak yatim yang
dipelihara di panti asuhan," Konsep panti asuhan sendiri, ujarnya tidak
bertentangan dengan prinsip Islam dalam memelihara anak-anak yatim. Hanya saja
persyaratannya pun sangat berat. Jangan sekali-sekali memanfaatkan anak-anak
yatim itu untuk kepentingan diri sendiri.
Sangat disayangkan apabila ada orang yang
menjadi pengurus panti asuhan, tapi memanfaatkan anak-anak yatim piatu. Begitu
juga ketika mengadakan acara yang diperuntukkan membahagiakan anak-anak yatim,
jangan sekali-sekali dikurangi jatah yang seharusnya dinikmati oleh anak-anak
yatim. Artinya, kalau ada yang menyumbang untuk yatim, maka semuanya harus
untuk anak yatim. Kalaupun mau untuk konsumsi, harus dicarikan jalan lain,
selain dari sumbangan untuk yatim tersebut. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa
memakan harta anak yatim termasuk dosa besar. Rasulullah saw bersabda:
Yang artinya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw
bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan”. Para sahabat bertanya
“Apa dosa-dosa itu”? Rasulullah menjawab: “Syirik, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina terhadap orang-orang
perempuan yang menjaga kehormatannya”.
Hadis di atas mensejajarkan dosa memakan
harta anak yatim dengan dosa-dosa besar lainnya yang merusak keagamaan
pelakunya. Hal itu dapat dimengerti bahwa perbuatan yang demikian jelas
merupakan tindakan dzalim, sebab anak yatim yang seharusnya dibantu, tetapi
malah sebaliknya harta benda miliknya malah dimakan orang lain.
Meskipun demikian, ibarat amil (panitia)
yang melaksanakan pengumpulan dan pembagian zakat yang dibolehkan mengambil
jatah dari zakat yang dikumpulkan, orangorang yang mengurus pemeliharaan
anak-anak yatim diperbolehkan memperoleh harta yang diperuntukan bagi anak
yatim, dalam jumlah yang sepatutnya, atau dalam istilah alQur’an bi al-ma’ruf atau
billati hiya ahsan. Sebagaimana dapat kita baca pada surat alNisa ayat 6 dan
al-An’am ayat 152 berikut ini:
Yang artinya: “…dan janganlah kamu makan harta anak yatim
lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya
sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) kaya,
maka hendaklah ia menahan diri (tidak memakan harta anak yatim) dan barangsiapa
(di antara pemelihara anak yatim itu) miskin, maka bolehlah memakan harta itu
menurut yang patut (bi al-ma’ruf) … (Al-Nisa:6)
Artinya: Dan janganlah kamu dekati harta
anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat), hingga sampai ia
dewasa…(al-An’am: 152)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar