Kebutuhan
Psikologis Anak Yatim
Orang-orang miskin dan anak yatim termasuk
dalam kelompok duafa (orang-orang yang lemah) posisinya, karena hidupnya
tergantung pada bantuan pihak lain. Anak anak yatim membutuhkan bimbingan dan
kasih sayang orang tua untuk perkembangan kepribadiannya.
Namun, mereka tidak
mendapatkan hal tersebut, karena ayah atau ibunya sudah meninggal. Maka,
diperlukan orang lain yang dapat menggantikan peran orang tua untuk menuntun
mereka ke jalan yang benar. Tanpa perhatian dan kasih sayang, anakanak yang
kehilangan orang tua itu, tidak dapat tumbuh secara seimbang antara jasmani dan
rohaninya, sehingga memungkinkan anak mengalami perkembangan yang timpang.
Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan
umat Islam untuk bersikap lembut dan penuh perhatian kepada anak yatim, yang
digambarkan dengan ''usapan atau belaian sayang pada kepala anak''. Dengan
usapan itu, anak akan merasakan kedamaian dalam hatinya.
Selama ini pengertian
menyantuni anak yatim cenderung pada kebutuhan fisiknya saja. Sedang yang
bersifat psikologis belum banyak dilakukan. Padahal anak-anak yatim yang
tinggal di panti maupun di rumahnya sendiri, mereka merindukan figur ayah/ibu
yang menjadi tempat curhat dan bermanja.
Oleh karena itu sebaiknya pemberian
bantuan untuk kebutuhan fisik, disertai pula dengan komunikasi pribadi yang
intens untuk memahami kebutuhan psikologis maupun pengembangan bakat minat anak
yang bermanfaat bagi masa depannya.
Yang termasuk dalam pengertian anak yatim,
tidak hanya yatim biologis (yang ayah/ibunya meninggal), tetapi ada pula yatim
psikologis yakni yang orang tuanya masih hidup, tetapi tidak pernah memberi
perhatian atau kasih sayang kepada anaknya, sehingga mereka telantar. Anak-anak
semacam ini, belum mendapat perhatian dari umat Islam sebagaimana yatim biologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar