Teori-teori Kebenaran
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang
kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles.
Plato melalui rnetode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap
sebagai teori pengetahuan yang paling
awal.
Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan
penyempurnaan-penyempurnaan sampai kini. Sebagaimana dikemukakan seorang filsuf
abad XX Jaspers sebagaimana yang dikutip oleh Hamersma (1985) mengemukakan
bahwa sebenarnya para pemikir sekarang ini hanya melengkapi dan menyempurnakan
filsafat Plato dan
filsafat Aristoteles.
Teori kebenaran selalu paralel dengan teori pengetahuan
yang dibangunnya. Teori-teori kebenaran[1]
yang telah terlembaga itu antara lain adalah:
a. Teori Kebenaran Korespondensi
b. Teori Kebenaran Koherensi
c. Teori Kebenaran Pragmatis
d. Teori Kebenaran Sintaksis
e. Teori Kebenaran Semantis
f. Teori Kebenaran Non-Deskripsi
g. Teori Kebenaran Logis yang berlebihan
- Teori Kebenaran Korespondensi
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran
tradisional (White, 1978), atau teori yang
paling tua, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Hornie (1952) dalam bukunya Studies
in Philosophy menyatakan "The Correspondence theory is an old
one". Teori ini menyatakan bahwa "that it is true that p if and
only if p" Hal ini sesungguhnya mengacu pada pendapat Aristoteles
sebagaimana diterangkan oleh White (1978) yang menyatakan "to say of
what is that it is or of what is not that it is not, is true".
Sehingga, menurut teori korespondensi ini sebagaimana dikemukakan oleh Moore
yang dikuti oleh Alan R. White "since p is true if and only it p, then
when what is said e.g. p is true". atau dengan kata lain sebagaimana
dikemukakan oleh Hornie (1952) bahwa "it affirms that our thoughts or
ideas are true or false according asthey agree (correspond), or do not agree,
with a fact such as I think
it to be". Hal yang demikian juga sesuai
dengan pendapat Kattsoff (1986) yang menyatakan bahwa "Kebenaran atau
keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan
oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau apa yang merupakan
fakta-faktanya.
Oleh karena uraian-uraian di atas itulah, maka dapat
disimpulkan bahwa teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang
paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoteles
yang menyatakan segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat
dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek (Ackerman, 1965).
Atau
dengan kata yang lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila
pengetahuan itu mempunyai saling kesesuaian dengan kenyataan yang
diketahuinya, Atau sebagaimana dikemukakan oleh Randal dan Buchler dalam
bukunya Philosophy an Introduction menyatakan bahwa "A belief is
called "true" if it "agrees" with a fact".
- Teori Kebenaran Koherensi
Teori kebenaran
lain yang dikenal tradisional juga adalah teori kebenaran koherensi. Teori
koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza,
Hegel, dan Bradley. Menurut
Teori koherensi sebagaimana dikemukakan oleh White (1978) yaitu:
"to say that what is said (usually called a judment, belief, or
proposition) is true or false is to say that it coheres or fails to cohere with
a system of other things which are said; that it is a member of a system whose
elements are related to each other by ties of logical implication as the
elements in a system of pure mathematics are related" (White, 1978).
Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya Elements of Philosophy
"... suatu proposisi cenderung
benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan
proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam
keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita".
Dengan
memperhatikan dua kutipan yang bernada sama maka dapat diungkapkan dengan
bahasa yang lebih sederhana bahwa teori kebenaran koherensi atau teori
kebenaran saling berhubungan
yaitu suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai
benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang
terdahulu yang bernilai benar. Sebagai
contoh kita sebagai bangsa Indonesia pasti memiliki pengetahuan bahwa Indonesia
diproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan
hari Jumat tanggal 17 Ramadhan.
Jika seseorang hendak membuktikannya tidak
dapat langsung melalui kenyataan dalam objektivanya, karena kenyataan itu telah
berlangsung 50 tahun yang lalu. Untuk membuktikannya, maka harus melalui
ungkapan-ungkapan tentang fakta itu yaitu melalui sejarah atau dapat
diafirmasikan kepada orang-orang yang mengalami dan mengetahui kejadiaan itu.
Dengan demikian kebenaran dari pengetahuan itu dapat diuji melalui
kejadian-kejadian sejarah, atau juga pembuktian proposisi itu melalui hubungan
logis jika pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya berkaitan dengan
pernyataan-pernyataan logis atau matematis.
- Teori Kebenaran Pragmatis
White (1978) dalam bukunya Truth; Problem in Philosophy, menyatakan
teori kebenaran tardisional lainya
adalah teori kebenaran pragmatik. Paham pragmatik sesungguhnya merupakan
pandangan filsafat kontemporer karena paham ini baru berkembang pada ahir abad XIX dan awal abad XX oleh tiga
filsuf Amerika yaitu C.S. Pierce, William James, dan John Dewey. Menurut paham
ini White lebih lanjut menyatakan bahwa:
"... an idea --a term used loosely by these philosophers to cover
any "opinion, belief, statement, or what not"-- is an instrument with
a particular function. A true ideas is one which fulfills its function, which
works; a false ideas is one does not."
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran
pragmatis ini yaitu bahwa penganut pragmatisme meletakan ukuran kebenaran
dalam salah satu macam konsekuensi. Atau,
proposisi itu
dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman, pernyataan itu
adalah benar.
Jadi menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi
bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konsekuensi-konsekuesi praktis
seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri.
Karena
setiap pernyataan selalu terikat pada hal-hal yang bersifat
praktis, maka tiada kebenaran yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab
pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam
perkembangannya pengalaman itu senantiasa berubah.
Hal itu karena dalam prakteknya
apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Atau dengan
kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan hanya dapat
menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan secara praktis.
- Teori Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal
tolak pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu
pernyataan atau tata-bahasa yang melekatnya. Dengan
demikian
suatu pernyataan memiliki nilai benar bila pernyataan
itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku.
Atau dengan kata lain apabila
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai
arti. Teori ini berkembang di antara para flsuf analisa bahasa, terutama yang
begitu ketat terhadap pemakaian gramatika seperti Friederich Schleiermacher
(1768-1834).
Menurut Schleiermacher sebagaimana dikutip oleh Poespoprojo
(1987), pemahaman adalah suatu rekonstruksi, bertolak dari ekpresi yang selesai
diungkapkan menjurus kembali ke suasana kejiwaan dimana ekspresi tersebut diungkapkan. Di sini terdapat dua momen yang saling terjalin dan berinteraksi, yakni momen tata bahasa
dan momen kejiwaan.
- Teori Kebenaran Semantis
Teori kebenaran semantik dianut oleh faham filsafat
analitika bahasa yang dikembangkan paska
filsafat Bertrand Russell sebagai tokoh pemula dari filsafat Analitika Bahasa.
Manurut teori kebenaran
semantik suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau
makna.
Apakah proposisi yang merupakan pangkal tumpunya itu mempunyai pengacu
(referent) yang jelas. Oleh karena itu teori ini memiliki tugas untuk menguak
kesyahan proposisi dalam referensinya itu.
Teori Kebenaran semantis, sebenarnya berpangkal atau
mengacu pada pendapat Aristoteles sebagaimana yang digambarkan oleh White
(1978) yaitu "To say of what is that it is or of what is not, is true", atau bahkan mengacu
pada teori tradisional korespondensi
yang mengatakan "... that truth consists in correspondence of what is
said and what is fact".
Dengan demikian, teori kebenaran semantik menyatakan
bahwa proposisi itu mempunyai nilai
kebenaran bila proposisi itu memiliki arti. Arti ini dengan menunjukkan makna
yang sesungguhnya dengan menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga arti
yang dikemukakan itu memiliki arti yang bersifat definitif (arti yang jelas
dengan menunjuk ciri yang khas dari sesuatu yang ada).
Di dalam teori kebenaran semantik
ada beberapa sikap yang dapat mengakibatkan apakah proposisi itu mernpunyai
arti yang esoterik, arbitrer, atau hanya mempunyai arti sejauh dihubungkan dengan nilai praktis dari subjek yang menggunakannya. Sikap-sikap
yang terdapat dalam teori ini antara lain adalah pertama, sikap epistemologis skeplik, maksudnya ialah suatu sikap kebimbangan
taktis atau sikap keragu-raguan untuk menghilangkan rasa ragu dalam memperoleh
pengetahuan.
Dengan sikap yang demikian dimaksudkan untuk mencapai suatu makna
yang esoterik yaitu makna
yang benar-benar pasti yang dikandung oleh suatu pernyataan. Kedua,
sikap epistemologik yakin dan ideologik, artinya adalah bahwa proposisi itu memiliki arti
namun arti itu bersifat arbitrer (sewenang-wenang)
atau kabur, dan tidak memiliki sifat pasti.
Jika mencapai kepastian, maka
kepastiannya itu hanyalah berdasar pada kepercayaan yang ada pada dirinya sendiri.
Ketiga,
sikap epistemologik pragmatik, yaitu makna dari suatu pernyataan yang amat tergantung
pada dan berdasar pada nilai guna dan nilai praktis dari pemakai proposisi,
Akibat semantisnya adalah kepastian yang terletak pada subjek yang menggunakan
proposisi itu.
- Teori Kebenaran Non-Deskripsi
Teori kebenaran non-deskripsi
dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu
statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung
peran dan fungsi pernyataan itu. White (1978) menggambarkan tentang kebenaran
sebagaimana dikemukakannya
bahwa pengetahuan akan memiliki nilai benar sejauh
pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Pernyataan itu juga merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakan secara
praktis dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itulah White (1978) lebih
lanjut menjelaskan: "The theory non-descriptive gives us an important
insight into function of the use of "true" and "false", but
not an analysis of their meaning".
- Teori Kebenaran Logik-yang-berlebihan (Logical-Superfluity Theory of Truth).
Teori ini dikembangkan oleh kaum Positivistik yang diawali oleh Ayer. Pada dasarnya
menurut teori kebenaran ini adalah bahwa problema kebenaran hanya merupakan
kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa --pernyataan-- yang hendak
dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing
saling melingkupinya.
Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi yang
bersifat logik dengan menunjukkan bahwa proposisi itu mempunyai isi yang sama,
memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita
membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan.
Hal yang demikian itu
sesungguhnya karena suatu pernyataan yang hendak dibuktikan nilai kebenarannya
sesungguhnya telah merupakan fakta atau data yang telah rnemiliki evidensi, artinya bahwa objek pengetahuan itu sendiri telah
menunjukkan kejelasan dalam dirinya sendiri (Gallagher, 1984).
Misalnya suatu lingkaran adalah bulat, ini telah
memberikan kejelasan dalam pernyataan itu sendiri tidak
perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu yang
terdiri dari rangkaian titik yang jaraknya sama dari satu titik
tertentu, sehingga berupa garis yang bulat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar