A. Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah maksudnya adalah suatu pengetahuan yang jelas dan
pasti kebenarannya
menurut norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah cenderung bersifat objektif, di
dalamnya terkandung sejurnlah pengetahuan menurut sudut pandang yang
berbeda-beda, tetapi saling bersesuaian.[1]
Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan
pengetahuan manusia (subjek yang mengetahui) mengenai objek. jadi, kebenaran itu ada pada seberapa jauh
subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula
dari banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai
ukuran kebenaran.
Dalam kaitan dengan filsafat, kebenaran menurut Maufur
merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat maupun ilmu pengetahuan. Kebenaran
memiliki anggapan dasar (asumsi) bahwa kebenaran itu berlaku atau diakui,
karena ia memang menggambarkan atau menyatakan realitas yang sesungguhnya.
Lantas, apa yang dimaksud
dengan kebenaran itu? Inilah pertanyaan yang lebih lanjut harus dihadapi di
dalam filsafat ilmu.[2]
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang ditulis oleh Purwadarminta menjelaskan bahwa
kebenaran itu adalah:
a.
Keadaan (hal dan
sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya),
misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita harus berani membela
kebenaran dan keadilan
b.
Sesuatu yang benar
(sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian adanya, dan sebagainya), misalnya
kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama
c.
Kejujuran, kelurusan
hati; misalnya tidak ada seorang pun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu
d.
Selalu izin,
perkenanan, misalnya dengan kebenaran yang dipertuan
e.
Jalan kebetulan,
misalnya penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.
Sejalan
dengan beragamnya makna kebenaran sebagaimana dikemukakan oleh Poerwadarminta
di atas, ada beberapa rumusan tentang kebenaran yang dikemukakan Michael
Williams. Menurutnya ada lima teori kebenaran[3],
yaitu
a. Kebenaran
koherensi
b. Kebenaran
korespondensi
c. Kebenaran
pragmatis
d. Kebenaran
performatif
e. Kebenaran
proporsi
a.
Kebenaran Koherensi
Menurut
teori ini, suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan tersebut koheren
atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Jadi suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut dalam keadaan
saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan lain yang benar, atau jika
makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman
kita.
Dengan kata lain, suatu proposisi itu benar jika mempunyai hubungan
dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Sebagai contoh,
bila kita beranggapan bahwa semua manusia pasti akan mati adalah pernyataan
yang selama ini memenag benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka
pernyatann bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula.
Sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
B. Kebenaran Korespondensi
Menurut
teori ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Pernyataan itu benar karena ada kesatuan yang intrinsik,
intensional terdapat kesesuaian antara apa yang ada di dalam pengetahuan
subjek. Jadi kebenaran itu adalah kesesuaian dengan fakta, keselarasan dengan
realitas, dan keserasian dengan situasi aktual.
Sebagai contoh, jika seorang
menyatakan bahwa “Kuala Lumpur adalah Ibu Kota Negara Malaysia”, pernyataan itu
benar karena pernyataan tersebut berkoresponden dengan objek yang bersifat
faktual, yakni Kuala Lumpur memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia. Sekiranya
ada orang menyatakan bahwa “Ibu Kota Negara Malaysia adalah Kelatan”, maka
pernyataan itu tidak benar, karena objeknya tidak berkoresponden dengan
pernyataan tersebut.
C. Kebenaran Pragmatis
Menurut
teori ini, suatu kebenaran suatu pernyataan diukur dengan menggunakan kriteria
fungsional. Suatu pernyataan benar, jika pernyataan tersebut memiliki fungsi
atau kegunaan dalam kehidupan praktis. Jadi, kebenaran menurut paham ini bukan
kebenaran yang dilihat dari segi atik baik buruk, tetapi kebenaran yang
didasarkan pada kegunaannya.
D. Kebenaran Performatif
Menurut
teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat sesuatu,
tetapi sebuah tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar, maka
cukup melakukan tindakan konsesi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap gagasan
yang telah dinyatakan. Dengan demikian, tindakan performatif tidak berhubungan
dengan deskripsi benar atau salah dari sebuah
keadaan faktual. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika memang dapat
diaktualisasikan dalam tindakan.
E. Kebenaran Proposisi
Menurut teori ini, suatu
pernyataan disebut benar apabila sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan
pada syarat formal proposisi. Dalam sumber lain, ada juga yang menambahkan
dengan bentuk kebenaran lain yang disebut dengan kebenaran sintaksis. Kebenaran
sintaksis adalah kebenaran yang mengacu pada keteraturan sintaksi atau
gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya.
Dalam paham kebenaran sintaksis ini suatu pernyataan dianggap benar apabila
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang dipersyaratkan
maka proposisi tersebut tidak memiliki arti.
Jadi, kebenaran sebagaimana dikemukakan di atas, memiliki
makna yang beragam dan
kompleks, sehingga dalam memaknai kebenaran ini akan sangat tergantung pada
situasi dan kondisi yang melatarinya, pengalaman, kemampuan, dan usia
memengaruhi kepemilikan epistemo tentang kebenaran. Sehingga wajar kalau AMW. Pranaka
(1987) kemudian mengelompokkan kebenaran ini ke dalam tiga jenis kebenaran[4], yaitu; l) kebenaran epistemologikal,
2) kebenaran ontologikal, dan 3) kebenaran semantikal.
Kebenaran epistemologikal adalah pengertian
kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti
ontologikal adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu
yang ada ataupun diadakan. Adapun kebenaran dalam arti semantikal adalah
kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa, yang
sering disebut dengan istilah sintaksis.
Kata "kebenaran" dapat digunakan sebagai
suatu kata benda yang konkret maupun abstrak (Abbas Hamami, 1983). Jika subjek
hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi
maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement.
Apabila subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti
memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan, dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran
tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri.[5]
Adanya berbagai macam kategori sebagaimana tersebut di atas,
maka tidaklah berlebihan jika pada saatnya setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki
persepsi dan pengertian yeng amat berbeda satu dengan lainnya.
Kebenaran, pertama-tama berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya
ialah bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui
sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah
pengetahuan itu berupa (1) pengetahuan biasa atau biasa disebut juga knowledge
of the man in the street atau ordinary knowledge atau juga common sense
knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki kebenaran yang sifatnya subjektif,
artinya amat terikat pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan
tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh
pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.[6]
Pengetahuan jenis kedua (2) adalah pengetahuan ilmiah,
yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan
menerapkan atau hampiran metodologis yang khas pula, artinya metodologi yang
telah mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis. Kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif, maksudnya kandungan
kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu
diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, kebenaran
dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil
penelitian yang paling akhir dan mendapatkan persetujuan adanya agreement dalam
suatu konvensi para
ilmuwan sejenis.
Pengetahuan jenis ketiga (3) adalah pengetahuan
filsafati, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi
pemikiran filsafati, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model
pemikian yang analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan filsafati adalah absolut-intersubjektif.
Maksudnya ialah nilai kebenaran yang terkandung jenis pengetahuan filsafat
selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat seorang
pemikir filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran dari filsuf kemudian yang
menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula.
Jika pendapat filsafat itu
ditinjau dari sisi lain artinya dengan pendekatan filsafat yang lain sudah
dapat dipastikan hasilnya akan berbeda atau bahkan bertentangan atau
menghilangkan sama sekali. Suatu contoh filsafat matematika/geometri dari
Phytagoras sampai kini masih tetap seperti waktu Phytagoras itu pertama kali
memunculkan pendapatnya itu abad VI Sebelum Masehi
Kebenaran jenis pengetahuan keempat (4) adalah kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama
memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri
oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan-pernyataan dalam
ayat-ayat
kitab suci agama memilki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan
untuk memahaminya itu. Implikasi makna kandungan kitab suci itu dapat
berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan waktu, akan tetapi
kandungan maksud ayat kitab suci itu tidak dapat dirubah dan sifatnya absolut.
Kebenaran yang kedua dikaitkan
dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah
seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah ia membangunnya dengan penginderaan atau sense experience, atau akal pikir
atau ratio, intuisi, atau keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat untuk
memperoleh pengetahuan melalui alat tertentu akan mengakibatkan karakteristik
kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan itu akan memiliki cara tertentu untuk
membuktikannya, artinya jika seseorang membangunnya melalui indera atau sense
experience maka pada saat ia membuktikan kebenaran pengetahuan
itu harus melalui indera pula, begitu juga dengan cara yang lain.
Seseorang
tidak dapat membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh cara intuitif
dibuktikannya dengan dengan cara lain cara inderawi misalnya. Jenis pengetahuan
menurut kriteria karakteristiknya dibedakan dalam jenis pengetahuan (1)
pengetahuan indrawi; (2) pengetahuan akal budi; (3) pengetahuan intuitif; (4)
pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif; dan pengetahuan-pengetahuan
yang lainnya. Sehingga implikasi nilai kebenarannya juga sesuai dengan jenis
pengetahuan itu.
Kebenaran pengetahuan yang ketiga
adalah nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan
terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antara
subjek dan objek, manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan itu,
subjekkah atau objek. Jika subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu
mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya nilai kebenaran
dari pengetahuan yang dikandunganya itu amat tergantung pada subjek yang
memiliki pengetahuan
itu. Atau jika objek amat berperan maka sifatnya objektif, seperti pengetahuan tentang alam
atau ilmu-ilmu alam.[7]
[1]
Susanto. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).
Cet. 3. Hlm. 85
[2]
Ibid. Susanto. Hlm. 86
[3]
Susanto. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013).
Cet. 3. Hlm. 86-89
[4]
Ibid. Susanto.Hlm. 88
[5]
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas
Gadjah Mada. Filsafat
Ilmu. (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,
2010). Hlm. 135
[6]
Ibid. Tim Dosen Filsafat.
Hlm. 136
[7]
Ibid. Tim Dosen. Hlm. 137-138
[8]
Ibid. Tim Dosen. Hlm. 138-145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar