Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

TEORI SIFAT DAN MAKNANYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM


1.    Pengertian Teori Sifat

Sifat-sifat didefinisi sebagai predisposisi- predisposisi yang diinferensi, yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang bersifat konsisten dan khas. Sedangkan menurut Allport, yang dikutip J. Winardi bahwa sifat-sifat adalah batu bangunan kepribadian, petunjuk-petunjuk untuk aktivitas dan sumber keunikan sang individu.[1] . Ada beberapa teori yang berkenaan dengan teori sifat, antara lain:
a. Teori-teori psikodinamik
Freud berpendapat bahwa adanya perbedaan individual dalam kepribadian, hal mana disebabkan orang-orang mengahadapi rangsangan fundamental mereka dengan cara yang berbeda.
Guna menitikberatkan perbedaan-perbedaan tersebut  Freud menggunakan sebuah analogi berupa pertempuran yang berkelanjutan antara dua kedua bagian dan kepribadian, yakni apa yang dinamakan “The Id “ dan “super ego”. Yang dimoderasi oleh ego.
Id  adalah bagian kepribadian yang primitif, yang berada di bawahh sadah, yakni gudang dari rangsangan-rangsangan yang fundamental.
Ia bekerja secara irrasional dan impulsif , tanpa mempertimbangkan apakah yang dikehendaki itu mungkin dapat tercapai atau tidak, atau secara moral dapat diterima.
Sebagian dari tugas ego adalah memilih tindakan-tindakan yang memenuhi tugas-tugas impuls Id, tanpa menimbulkna dampak yang tidak dikehendaki.
Seringkali terlihat gejala bahwa ego harus melakukan kompromis dan ia perlu berupaya untuk memuaskan Id dan super ego.

b.    Teori Humanistik
         Teori humanistik menekankan pada pentingnya fakta bagaimana manusia mempersepsi dunia mereka dan semua kekuatan yang mempengaruhi mereka.
Teori-teori sifat menyediakan sebuah katalog, yang melukiskan sang individu. Teori-teori psikodinamik mengintegrasi ciri-ciri manusia dan menerangkan sifat dinamik pengembangan kepribadian, sedang teori humanistik menitikberatkan pada person dan pentingnya aktualisasi diri bagi kepribadian.[2]  

2.      Makna Teori Sifat Dalam Pendidikan Islam

Pendidikan Islam berkembang dalam sejarah Islam sesuai dengan konteks jamannya mulai awal-awal kedatangan Islam sampai saat ini. Yang kedua pendidikan Islam dalam persfektif  Al Qur’an sumber pokok ajaran Islam. Dan pendidikan Islam sebagai way of live,  pendidikan Islam sebagai pandangan hidup. Dari ketiga term tersebut menunjukkan keluasan cakupan dan kajian pendidikan Islam  itu sendiri sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam mempersoalkan dan mengkaji pendidikan Islam itu sendiri.

Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan Islam diidentikkan dengan pendidikan agama dan keagamaan. Pendidikan agama yang dimaksud adalah pendidikan agama disekolah /madrasah dalam artian pendidikan agama pada lembaga pendidikan formal. Sementara pendidikan keagamaan yang dimaksud adalah pendidikan agama dipesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim dan semisalnya yang yang notabene adalah berada pada jalur pendidikan non formal.

Dalam pandangan Muhammad Attiyah Al Abrosi attarbiyah lebih tepat digunakan dalam konteks pendidikan Islam dari pada at tarbiyah, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.Tarbiyah berarti mendidik, sedang ta’lim berarti mengajar, mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat menggunakan potensi dan bakatnya dengan baik, sehingga mencapai kehidupan yang sempurna dimasyarakat.

 Oleh karena itu pendidikan mencakup pendidikan akal, kewarganegaraan, jasmaniyah, akhak, dan kemayarakatan. Sedangkan at ta’lim hanya merupakan salah satu bagian dari saran-sarana pendidikan yang bermacam itu. At ta’lim secara khusus hanya secara khusus hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kedalam fikiran dan mengisi ingatan-ingatan anak dengan masalah-masalah ilmu pengetauan dan seni. 

Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan atau diselnggarakan untuk mewariskan nilai-nilai Islam yang bersumber dari AlQur’an dan Al Hadits.    Sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam persfektif Islam?. Dalam Al Qur’an Surah Ali Imran Allah berfirman :

Artinya:Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.[3]

Dari ayat di atas, ada beberapa sifat yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin :
1). Lemah lembut
2). Menghindari ucapan keras dan kasar
3). Menghindari kekerasan hati
4). Al Afwu(pemaaf)
5). Memohonkan ampun
6). Bermusyawarah
7). Tekad kuat dan tidak ragu
8). Tawakkal kepada Allah.[4]

Sebagai umat Islam, sebagaimana diajarkan dalam Al Qur’an, dan sebagai dorongan naluri alamiyah kita, maka idola atau teladan kita yang utama adalah Rosulullah Muhammad SAW. Sesuai dengan Firman Allah SWT melalui Al Qur’an:
 
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[5]

   Perasaan cinta dan kagum lahir dari hati nurani dan kesadaran jiwa, bahwa budi kepada seseorang yang telah dengan tulus ikhlas, biasanya muncul tidak dengan seketika, tetapi muncul setelah melalui proses interaksi, baik interaksi yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Konteks kecintaan kita kepada Rosulullah, setiap orang, bahkan yang mengaku dirinya beragama Islam sekalipun akan setuju.


[1] Winardi, J., Manajemen prilaku organisasi, (jakarta 2007)  Kencana Prenada Media Group. Hlm 221
[2] Winardi, J.,  Manajemen Prilaku (jakarta) 2007 PrenandaMedia Group hlm. 224
[3]Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 188
[4] Djalaluddin,  Ahmad., Manajemen Qur’ani, (Malang: Malang Press, 2007) hlm. 45-51
[5] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 192

Tidak ada komentar:

Posting Komentar