1. Pengertian Teori Sifat
Sifat-sifat didefinisi sebagai predisposisi- predisposisi yang diinferensi,
yang mengarahkan perilaku seorang individu dengan cara-cara yang bersifat
konsisten dan khas. Sedangkan menurut Allport, yang dikutip J. Winardi bahwa
sifat-sifat adalah batu bangunan kepribadian, petunjuk-petunjuk untuk aktivitas
dan sumber keunikan sang individu.[1] . Ada beberapa teori yang berkenaan dengan teori sifat, antara
lain:
a.
Teori-teori psikodinamik
Freud berpendapat bahwa adanya perbedaan individual dalam
kepribadian, hal mana disebabkan orang-orang mengahadapi rangsangan fundamental
mereka dengan cara yang berbeda.
Guna menitikberatkan perbedaan-perbedaan tersebut Freud menggunakan sebuah analogi berupa
pertempuran yang berkelanjutan antara dua kedua bagian dan kepribadian, yakni
apa yang dinamakan “The Id “ dan “super ego”. Yang dimoderasi oleh ego.
Id adalah bagian
kepribadian yang primitif, yang berada di bawahh sadah, yakni gudang dari
rangsangan-rangsangan yang fundamental.
Ia bekerja secara irrasional dan impulsif , tanpa
mempertimbangkan apakah yang dikehendaki itu mungkin dapat tercapai atau tidak,
atau secara moral dapat diterima.
Sebagian dari tugas ego adalah memilih
tindakan-tindakan yang memenuhi tugas-tugas impuls Id, tanpa menimbulkna dampak
yang tidak dikehendaki.
Seringkali terlihat gejala bahwa ego harus melakukan
kompromis dan ia perlu berupaya untuk memuaskan Id dan super ego.
b.
Teori Humanistik
Teori
humanistik menekankan pada pentingnya fakta bagaimana manusia mempersepsi dunia
mereka dan semua kekuatan yang mempengaruhi mereka.
Teori-teori sifat menyediakan sebuah katalog,
yang melukiskan sang individu. Teori-teori psikodinamik mengintegrasi ciri-ciri
manusia dan menerangkan sifat dinamik pengembangan kepribadian, sedang teori
humanistik menitikberatkan pada person dan pentingnya aktualisasi diri
bagi kepribadian.[2]
2. Makna Teori Sifat Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam berkembang dalam sejarah Islam
sesuai dengan konteks jamannya mulai awal-awal kedatangan Islam sampai saat
ini. Yang kedua pendidikan Islam dalam persfektif Al Qur’an sumber pokok ajaran Islam. Dan pendidikan
Islam sebagai way of live, pendidikan
Islam sebagai pandangan hidup. Dari ketiga term tersebut menunjukkan
keluasan cakupan dan kajian pendidikan Islam
itu sendiri sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam mempersoalkan dan
mengkaji pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan Islam diidentikkan
dengan pendidikan agama dan keagamaan. Pendidikan agama yang dimaksud adalah
pendidikan agama disekolah /madrasah dalam artian pendidikan agama pada lembaga
pendidikan formal. Sementara pendidikan keagamaan yang dimaksud adalah
pendidikan agama dipesantren, madrasah diniyah, majlis ta’lim dan
semisalnya yang yang notabene adalah berada pada jalur pendidikan non formal.
Dalam pandangan Muhammad Attiyah Al Abrosi attarbiyah lebih tepat digunakan
dalam konteks pendidikan Islam dari pada at tarbiyah, keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar.Tarbiyah berarti mendidik, sedang ta’lim berarti
mengajar, mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara,
supaya dapat menggunakan potensi dan bakatnya dengan baik, sehingga mencapai
kehidupan yang sempurna dimasyarakat.
Oleh karena itu pendidikan mencakup
pendidikan akal, kewarganegaraan, jasmaniyah, akhak, dan kemayarakatan.
Sedangkan at ta’lim hanya merupakan salah satu bagian dari saran-sarana
pendidikan yang bermacam itu. At ta’lim secara khusus hanya secara khusus hanya
menyampaikan ilmu pengetahuan kedalam fikiran dan mengisi ingatan-ingatan anak
dengan masalah-masalah ilmu pengetauan dan seni.
Artinya:“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.[3]
Dari ayat di atas,
ada beberapa sifat yang semestinya dimiliki oleh seorang pemimpin :
1). Lemah lembut
2). Menghindari ucapan keras dan kasar
3). Menghindari kekerasan hati
4). Al Afwu(pemaaf)
5). Memohonkan ampun
6). Bermusyawarah
7). Tekad kuat dan tidak ragu
8). Tawakkal kepada Allah.[4]
Sebagai umat Islam, sebagaimana diajarkan
dalam Al Qur’an, dan sebagai dorongan naluri alamiyah kita, maka idola atau
teladan kita yang utama adalah Rosulullah Muhammad SAW. Sesuai dengan Firman
Allah SWT melalui Al Qur’an:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.[5]
Perasaan cinta dan kagum lahir dari hati
nurani dan kesadaran jiwa, bahwa budi kepada seseorang yang telah dengan tulus
ikhlas, biasanya muncul tidak dengan seketika, tetapi muncul setelah melalui
proses interaksi, baik interaksi yang terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Konteks kecintaan kita kepada Rosulullah, setiap orang, bahkan yang
mengaku dirinya beragama Islam sekalipun akan setuju.
[1] Winardi, J., Manajemen prilaku organisasi, (jakarta
2007) Kencana Prenada Media Group. Hlm
221
[2] Winardi, J., Manajemen Prilaku (jakarta) 2007 PrenandaMedia
Group hlm. 224
[3]Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman
Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 188
[4] Djalaluddin, Ahmad., Manajemen
Qur’ani, (Malang: Malang Press, 2007) hlm. 45-51
[5] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman
Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 192
Tidak ada komentar:
Posting Komentar