Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

TEORI KONTINGENSI DAN APLIKASINYADALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM


1.      Pengertian Teori Kontingensi

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, seseorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

Jadi, Kontingensi / Situasional merupakan Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahannya dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia..

Menurut Fledler sebagaimana dikutip Baharuddin bahwa teori kontingensi adalah teori kemungkinan variabel-variabel yang berhubungan dengan kepemimpinan dalam pencapaian tugas merupakan suatu yang sangat menentukan pada gerak akselerasi pencapaian tujuan organisasi. Dalam memunculkan teori ini, perhatian Fledler adalah pada perbedaan gaya motivasional dari pemimpin.[1]

Teori kemungkinan dalam kepemimpinan membicarakan tentang variabel kemungkinan sebagai variabel yang memengaruhi hubungan antara gaya kepemimpinan dan respon anak buah kepada gaya kepemimpinan.

 Menurut model kepemimpinan ini, terdapat tiga variabel utama yang cenderung menentukan apakah situasi menguntungkan bagi pemimpin atau tidak. Ketiga variabel utama tersubut adalah sebagai berikut :

a.    Hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota kelompok (hubungan pemimpin dan anggota).
b.    Kadar struktur tugas yang ditugaskan keapada kelompok untuk dilaksnakan (struktur tugas).
c.    Kekuasaan dan kewenangan posisi yang dimiliki (kuasa posisi).[2]

Teori kontingensi adalah sebuah teori yang menggantungkan pada situasi yang dihadapi atau bersifat situasional. pesan pokok pada teori kontingensi ini adalah bahwa tidak ada satupun cara terbaik dalam perorganisasian (there is no best way to organize).

Menurut teori kontingensi, ciri-ciri lingkungan mempengaruhi kemampuan satu organisasi untuk mencapai sumber-sumber daya dan untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan sumber-sumber daya maka para manager harus mengijinkan departemen-departemennya untuk mengorganisasi dan mengendalikan kegiatan-kegiatan mereka dengan cara sedemikian rupa hingga memungkinkan mereka mencapai sumber daya dalam batas-batas kendala-kendala yang ada pada lingkungan dimana mereka berada.

2.     Aplikasi Teori Kontingensi Dalam Kepemimpinan Pendidikan Islam

Jika dikaitkan dengan teori kontingensi kepemimpinan, sebagaimana yang disimpulkan oleh Fledler, bahwa pemimpin yang mempunyai motivasi kerja umumnya menunjukkan kinerja terbaik dalam kondisi yang paling baik, baik dalam kondisi dimana kekuasaan, kontrol dan pengaruhnya sangat tinggi, ataupun dalam kondisi yang tak menentu, dimana kontrol, kekuasaan dan pengaruh yang rendah.  

 Pemimpin yang mempunyai motivasi hubungan cenderung menunjukkan kondisi terbaik ketika dia mempunyai kekuasaan, kontrol dan pengaruh yang cukup baik. Ini artinya para pemimpin yang berorientasi pada tugas cenderung berprstasi baik dalam situasi kelompok yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan sekalipun.[3]

Salah satu cara mengaplikasikan teori kontingensi dalam Islam ialah dengan cara Memilih pemimpin yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Mengutip firman Allah SWT surat al-Maidah ayat 55 yang berbunyi:
 
Artinya: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).[4]

Sesuai dengan ayat di atas ada beberapa kriteria seseorang bisa dipilih menjadi pemimpin, antara lain :

a)    Beriman kepada Allah SWT. karena ulil amri adalah penerus kepemimpinan Rosulullah SAW. Sedangkan rosulullah adalah pelaksana kepemimpinan Alla SWT. Maka yang pertama kali harus dimiliki oleh penerus kepemimpinan beliau adalah keimanan (kepada Allah, Rosulnya dan rukun iman yang lainnya). Tanpa keimanan kepada Allah dan Rasulnya bagaimana mungkin ia dapat diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah dipermukaan bumi ini. 

b)   Mendirikan shalat. Shalat adalah ibadah vertikal kepada Allah SWT. Seorang pemipin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan yang baik dengan Allah SWT. Diharapkan nilai-nilai kemulyaan dan kebaikan dalam shalat dapat tercermin dalam kepemimpinannya. Misalnya nilai kejujuran. Apa wudlu seorang imam shalat batal, sekalipun tidak diketahui orang lain dia akan mengundurkan diri dan siap digantikan orang lain, karena dia sadar dia tidak berhak lagi menjadi iman.

c)    Membayar zakat. Zakat adalah ibadah mahdhah yang merupakan simbol kesucian dan kepedulian sosial. Seorang pemimpin yang berzakat ditetapkan diharapkan selalu berusaha menyucikan hati dan hartanya. Ia tidak akan mencari dan menikmati harta dengan cara yang tidak halal. Lebih dari itu ia memiliki kepedulian sosial yang tinggi terhadap kaum dhuafa’ dan kaum mustadhafin. Ia akan menjadi pembela orang-orang lemah.

d)   Selalu tunduk patuh kepada Allah SWT. Dalam ayat di atas juga disebutkan pemimpin itu haruslah orang yang ruku’  (wahum rooki’un). Ruku’ adalah simbol kepatuhan kepada Allah dan Rasul Nya yang secara yang secara konkrit dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim yang kaffah (totalitas) baik dalam aspek akidah, ibadah, akhlaq maupun muamalah.[5]

Dalam Islam kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan untuk memiliki pemimpin, bahkan perkumpulan dalam kecil sekalipun. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. Yang artinya “dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata Rasulullah bersabda, Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu menjadi pemimpin”. (HR. Abu Dawud). 

Kepemipinan dalan hadits di atas, masih bersifat general bisa kepemimpinan negara, organisasi sosial, organisasi politik, perusahaan, perkatoran, maupun pendidikan. Mahdi sebagaimana dikutip mujamil Qomar menjelaskan bahwa kepemimpinan yang palin spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbawiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan berusaha membangkitkannya terkait erat dengan dengan pemenuhan kepemimpinan pendidikan yang benar.[6]
 
Ali Muhammad sebagaimana dikutip Mujamil Qomar, menjelaskan macam sifat kondusif yang harus dimiliki oleh pemimpin berikut ini:
1)        Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaan atau organisasinya.
2)        Menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk bertawakkal kepada Allah. (QS. Ali Imran : 159).
3)        Membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah (muraqabah) sehingga terbina sikap ikhlas dimanapun kita berada, kendati tidak ada yang mengawasi kecuali Allah.
4)        Memberikan santunan sosial ( tafakul ijtima’) kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak. (QS. Al Hajj:41).
5)        Mempunyai power dan pengaruh yang dapat memerintah serta mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan mencegah kemungkaran. (QS. Al Hajj:41).
6)        Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan (QS. Al Baqarah : 205).
7)        Bersedia mendengar nasehat dan tidak sombong, karena nasehat dari orang yang ikhlas, jarang sekali kita peroleh (QS. Al Baqarah : 205).[7]



[1] Baharuddin, Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik (Yogjakarta, Arruz Media, 2012) hlm . 63.
[2] Baharuddin, Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik, (Yogyakarta: Arruz Media, 2012).  hlm. 64
[3] Baharuddin, Kepemimpinan Pendidikan Islam Antara teori dan Praktik, (Yogyakarta: Arruz Media 2012). hlm . 64.
[4] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departeman Agama RI (Jakarta 2000) hlm. 455
[5] Rivai, Veithzal ,. Islamic Leadership, (jakarta: Bumi Aksara 2009), hlm 12.
[6] Mujamil, Qomar,.  Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga 2007), hlm .270 
[7] Mujamil, Qomar., Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga 2007), hlm .278.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar