Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Senin, 10 Juni 2019

TAWURAN DI SEKOLAH


TAWURAN PELAJAR DI DALAM SEKOLAH

   Tawuran (tubir) adalah bentuk dari kekerasan antar geng atau kelompok dalam masyarakat urban di Indonesia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Tawuran).

  Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan sudah masuk ke dalam jantung pendidikan kita karena tawuran tidak hanya terjadi di luar sekolah saja bahkan sudah merambah samapai ke dalam sekolah. 

   Para siswa sekarang sudah mulai membuat kelompok-kelompok kecil di sekolahnya yang mereka buat berdasarkan “banjar” ataupun berdasarkan alamat rumah mereka sehingga apabila ada anggotanya yang di ganggu kelompok lain mereka akan saling tantang dan terjadi perkelahian antar kelompok atau disebut tawuran di dalam sekolah yang sepatutnya tidak terjadi.


Adapun tindakan guru dalam kasus ini sangat bimbang untuk memberikan hukum fisik atau non-fisik. kalau di hukum fisik takutnya dengan HAM yang selalu menghantui guru untuk memukul, mencubit atau menjewer (tindakan tegas) walaupun tujuannya untuk mendidik dan mendisiplinkan anak didiknya, sedangkan hukuman dengan nom-fisik atau dengan kata-kata biasanya masuk lewat telingan kanan dan keluar melalui telinga kiri dan cenderung meremehkan.

Kasus ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam Undang undang ini jelas menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Maka untuk meminimalisir kasus tersebut maka penting pendidikan itu melibatkan kelurga dan masyarakat sebagaimana termaktub dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Regulasi inilah yang menjadi rujukan dalam membuat kebijakan serta memenej pendidikan di tingkat Nasional sampai tingkat satuan pendidian demi tercapainya tujuan pendidikan yang dihajatkan.

Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1935, telah mencetuskan Tri Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Kemitraan Tri Sentra Pendidikan diharapkan dapat membangun ekosistem pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi dan berakhlakul karimah.

Untuk mengatasi dan mengantisipasi sebagai solusi terhadap problem atau masalah yang di paparkan tersebut di atas maka peran pendidikan sangat di butuhkan baik pendidikan formal yakni sekolah sebagai lembaga pendidikan resmi maupun pendidikan in-formal atau pendidikan keluaraga sebaga lembaga pendidikan yang pertama dan utama, harus saling bersinergi, saling mendukung dan saling menyokong satu sama lain.

  Oleh karenanya keluarga, masyarakat dan guru haruslah memeberika teladan positive serta memberikan nasehat dan mengingatkan anak supaya menghindari, menjauhi dan tidak akan pernah untuk melaukan perbuatan-perbuatan tercela sebagai mana kasus yang terjadi seperti paparan yang telah disebutkan di atas. Karena dengan teladan dan nasehat sejak dini kemungkinan besar segala problem negatif yang merusak anak bangsa bisa di antisipasi sejak dini.

#savependidikanindonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar