Tawuran (tubir) adalah bentuk dari kekerasan antar geng atau kelompok dalam masyarakat urban di Indonesia. (https://id.wikipedia.org/wiki/Tawuran).
Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan sudah masuk ke dalam jantung pendidikan kita karena tawuran tidak hanya terjadi di luar sekolah saja bahkan sudah merambah samapai ke dalam sekolah.
Para siswa sekarang sudah mulai membuat kelompok-kelompok kecil di sekolahnya yang mereka buat berdasarkan “banjar” ataupun berdasarkan alamat rumah mereka sehingga apabila ada anggotanya yang di ganggu kelompok lain mereka akan saling tantang dan terjadi perkelahian antar kelompok atau disebut tawuran di dalam sekolah yang sepatutnya tidak terjadi.
Adapun tindakan guru dalam kasus ini sangat
bimbang untuk memberikan hukum fisik atau non-fisik. kalau di hukum fisik
takutnya dengan HAM yang selalu menghantui guru untuk memukul, mencubit atau
menjewer (tindakan tegas) walaupun tujuannya untuk mendidik dan mendisiplinkan
anak didiknya, sedangkan hukuman dengan nom-fisik atau dengan kata-kata
biasanya masuk lewat telingan kanan dan keluar melalui telinga kiri dan
cenderung meremehkan.
Kasus ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan,
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Dalam Undang undang ini jelas menyatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Maka untuk meminimalisir kasus tersebut maka
penting pendidikan itu melibatkan kelurga dan masyarakat sebagaimana termaktub
dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Regulasi inilah yang
menjadi rujukan dalam membuat kebijakan serta memenej pendidikan di tingkat
Nasional sampai tingkat satuan pendidian demi tercapainya tujuan pendidikan
yang dihajatkan.
Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1935, telah mencetuskan Tri
Sentra Pendidikan, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan
pemuda. Kemitraan Tri Sentra Pendidikan diharapkan dapat membangun ekosistem
pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan karakter dan budaya berprestasi dan
berakhlakul karimah.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi sebagai solusi terhadap
problem atau masalah yang di paparkan tersebut di atas maka peran pendidikan
sangat di butuhkan baik pendidikan formal yakni sekolah sebagai lembaga
pendidikan resmi maupun pendidikan in-formal atau pendidikan keluaraga sebaga
lembaga pendidikan yang pertama dan utama, harus saling bersinergi, saling
mendukung dan saling menyokong satu sama lain.
Oleh karenanya keluarga, masyarakat dan guru haruslah memeberika teladan positive serta memberikan nasehat dan mengingatkan anak supaya menghindari, menjauhi dan tidak akan pernah untuk melaukan perbuatan-perbuatan tercela sebagai mana kasus yang terjadi seperti paparan yang telah disebutkan di atas. Karena dengan teladan dan nasehat sejak dini kemungkinan besar segala problem negatif yang merusak anak bangsa bisa di antisipasi sejak dini.
#savependidikanindonesia
Oleh karenanya keluarga, masyarakat dan guru haruslah memeberika teladan positive serta memberikan nasehat dan mengingatkan anak supaya menghindari, menjauhi dan tidak akan pernah untuk melaukan perbuatan-perbuatan tercela sebagai mana kasus yang terjadi seperti paparan yang telah disebutkan di atas. Karena dengan teladan dan nasehat sejak dini kemungkinan besar segala problem negatif yang merusak anak bangsa bisa di antisipasi sejak dini.
#savependidikanindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar