Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN


A.      Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan

Filsafat abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic, karena sekolah-sekolah  yang ada sudah mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat . Pada abad ini perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama, sehingga pokus kajiannya lebih banyak membahas dan membicarakan Theocentris (Tuhan). 

Secara histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah sangat berkembang pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa. Karena pada saat di Eropa muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut, sampai pada titik belenggu kehidupan pemikiran manusia. 

Gereja memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk pemikiran tentang teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama. Kendati demikian ada saja  pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad, dan kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai puncaknya pada akhir abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.[1]

             Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah pemikir besar yang berpengaruh terhadap pemikiran yang berkembang. Pada Agustinus pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas dari iman kristiani.

 Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan menerangi roh manusia. [2] Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri. 

Pada zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat). 

Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma agama.

Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles. Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai Sang Komentator. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman.[3]

Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut Skolastik karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan akal budi. 

Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu mengabdi terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme).[4]
 
Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat mandat dari otoritas Gereja.[5] Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja, itu sebabbnya N. opernicus di hokum oleh kerajaan atas perintah gereja.



[1] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008),  hlm. 99.
[2] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 51
[3] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t  (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 53
[4] Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 19
[5] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.  69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar