A. Sejarah
Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan
Filsafat
abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic,
karena sekolah-sekolah yang ada sudah mengajarkan hasil dari
pemikiran filsafat . Pada abad ini
perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh agama, sehingga pokus kajiannya
lebih banyak membahas dan membicarakan Theocentris
(Tuhan).
Secara
histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah
sangat berkembang pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa.
Karena pada saat di Eropa muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode
selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut, sampai pada titik belenggu
kehidupan pemikiran manusia.
Gereja
memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk
pemikiran tentang teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan
penyelidikan terhadap agama. Kendati demikian ada saja pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan
tersebut, dan mereka dianggap orang yang murtad,
dan kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai puncaknya pada akhir
abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.[1]
Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah
pemikir besar yang berpengaruh terhadap pemikiran yang berkembang. Pada
Agustinus pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan
pemikiran filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat yang
mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau lepas dari iman kristiani.
Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang
penting dan sebagai maenstream yaitu
rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan penerangan dari rasio Ilahi.
Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan menerangi roh manusia. [2]
Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat masih dipelajari dalam
hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari
walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada
zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini
dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini
adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas
Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik
Barat).
Tokoh-tokoh
Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes
(185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokohtokoh
dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa
Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat
dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma agama.
Zaman
Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles.
Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf
Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes
(Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles
demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan
Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai Sang Komentator.
Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman.[3]
Kristiani
menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa
Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut
Skolastik karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah
biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat
internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara iman
dengan akal budi.
Pada
masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu
kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu
mengabdi terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad
Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap perkembangan ilmu,
dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N.
Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika
mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah
matahari (Heleosentrisme).[4]
Teori
ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme
(Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh
Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat mandat dari otoritas
Gereja.[5] Oleh karena itu dianggap menjatuhkan
kewibawaan Gereja, itu sebabbnya N. opernicus di hokum oleh kerajaan atas
perintah gereja.
[1]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 99.
[2] Suterdjo A.
Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 51
[3] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 53
[4] Bakhtiar,
Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta:
Rajawali Pers, 2014), hlm 19
[5] Hakim, Atang
Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat
Umum. (Bandung: Pustaka Setia,
2008), hlm. 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar