A. Sejarah
Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno
Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas
dari belajar atau mengkaji sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat
dalam mempelajari sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi yang
ada dalam ruang dan waktu yang melandasi suatu fenomena.
Dengan
fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan akibat yang saling terkait.
Oleh karena itu dalam kajian filsafat belajar sejarah filsafat merupakan metode
bahkan merupakan subject matter sebagaimana
,yang dijelaskan Wiramhardja: “sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal
dan banyak digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan metode
yang sangat penting dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject matter itu sendiri”. [1]
Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari
dengan dasar kategori waktu mengenai pemikira secara kronologis, yang di
dalamnya antara lain, tempat kejadian, lingkungan sosial, kebudayaan yang
melingkupiya. Dengan mempelajari berbagai latar belakang yang merupakan bagian
dari kronologi maka kita akan mengetahui watak dari pemikiran berdasarkan
pereode sejarah tertentu.
Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya
dapat dipahami jika dilihat dari perkembangan sejarahnya. Pemikiran para
filosof besar seperti Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya dapat
dimengerti dari aliran aliran yang mendahului mereka. Aliran yang satu biasanya
tesis dan yang lainnya merupakan sintesis, atau bisa jadi merupakan reaksi dari
pemikiran yang lain pada masa yang berbeda. Dan dari seluruh perjalanan
pemikiran filsafat itu menjadi sangat terlihat juga persoalan-persoalan manakah
yang selalu tampil kembali bagi setiap kurun waktu[2].
Maka untuk
mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu atau dalam sejarah
filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani
Kuno atau Filsafat Alam (600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300
SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada masa Abad Pertengahan pada masa
Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII M). pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian
masuk pada zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism
atau Kontemporer (1950 -…M) .[3]
1.
Pra
Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut
didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya
pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan
alam- mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu. Pandangan
para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa hanya
ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi,
Tuhan atau sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.[4]
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir
ulang dan tidak mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada
mitos-mitos, legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa
pengetahuan bisa didapatkan melalui proses
pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah
Thales (624 – 545 SM) berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua
kehidupan adalah air. Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi
walaupun begitu Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa
permulaan yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang.
Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi azali yang abadi,
tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. [5]
2. Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih
berkutat pada wilayah kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada
pemikiran dan keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah mengarah kepada
manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai berkembang
dialektis- kritis untuk menunjukkan kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama
dari tiga filsafat besar dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi
oleh kondisi kaum “sophis” cerdik
cendekia yang dalam mengajarkan pengetahuannya meminta imbalan. Dan pada masa
hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai oleh para “sophis” yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa
menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan
keahlian dalam pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran objektif yang tidak
tergantung pada saya atau kita. Setiap orang bisa berpendapat benar dan salah
tergantung pada pengujian rasionya.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari
pengetahuan diri, manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan merupakan
upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia menjelaskan
gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam dan lingkungan
yang kemudian akan mengarah pada perkembangan method ilmu pengetahuan. Socrates
berpendapat bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang
bijak, dan dipersiapkan dengan baik dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk
masyarakat. [6]
Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan
transenden yang ada di balik pergerakan ini. Sampai dia di suruh bunuh diri
meminum racun karena pandangannya dianggap meracuni kepercayaan umum yang saat
itu masyarakat mempercayai kuil dan dewa-dewa.
Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid
Socrates. Menurutnya dunia yang tampak ini sebuah bayangan atau refleksi dari
dunia yang ideal. Bahkan kebenaran dan
definisi lahir bukan dari hasil dialog melainkan hasil bayangan dari dunia ide.
Menurutnya dunia ide adalah realitas yang sebenarnya. Untuk menjelaskan tentang pemikiran
filosofisnya Plato membagi realitas menjadi dua yakni pertama dunia ide. Kedua dunia
baying-bayang dan dunia yang tampak ini adalah di dalamnya.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang
sangat berpengaruh sama sebagaimana Plato, namun Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan
kecenderungan berfikir yang saintific.
Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam kesadaran yang belum pernah dialami
oleh indra. Seluruh pemikiran dan gagasan yang masuk ke dalam kesadaran kita
melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar sebelumnya.[7]
Manusia memiliki akal pembawaan untuk
mengorganisasikan seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-kategori atau
kelompok-kelompok. Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui “bentuk”
dan “substansi” nya. [8]
Selain pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika,
bahkan Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika
tradisional, sebab nanti berkembang logika modern.
[1] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat. (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 43.
[2] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi
Aksara 2009) hlm. 186.
[3] Suterdjo A. Wiramihardjo. Pengantar Filsafat. (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 45
[4] Burhanudin Salam. pengantar Filsafat (Jogyakarta: Bumi
Aksara 2009) hlm. 187.
[5] Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz
Media:2008) hlm. 43 – 46.
[6]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 57
[7]
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga
Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008), hlm. 60
[8] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti
(Bandung: Mizan. Cet X. 2013) hlm. 176 – 184
Tidak ada komentar:
Posting Komentar