Umat Islam memandang Muhammad saw bukan
hanya sebagai pembawa agama terakhir (Rasul) – yang sering disebut orang
sebagai pemimpin spiritual, tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama,
pemimpin negara, komandan perang, qadi (hakim), suami yang adil, ayah yang
bijak sekaligus pemimpin bangsa Arab dan dunia. Peran yang sangat komplek ini
telah diperankan dengan baik oleh Nabi Muhammad saw., sehingga menjadi dasar
bagi umatnya sampai akhir zaman. Hal ini menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad
saw. sebagai pemimpin umat sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan
beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan
yang baik (uswatun hasanah).[1]
Pada
dasarnya Islam memandang bahwa setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga
setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal
untuk meneladani kepemimpinan Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan
Allah SWT., untuk itu Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik
berdasarkan sabda dan perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan
menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Hal ini sesuai dengan firman Allah
surat An-Nisa’:64, yang artinya:
“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”. (Q.S. An-Nisa:64). [2]
Firman
Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam mematuhi dan
taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga menerangkan bahwa
setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini dari dahulu sampai kepada Nabi
Muhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah karean tugas risalah
mereka adalah sama yaitu untuk menujukan umat manusia kejalan yang benar dan
kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.
Diterangkan
pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap
orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan
kemungkaran terhadap Allah. “Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya
telah berkata : dia yang tat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak
patuh padaku berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti
mentaati Aku, dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku” (HR.
Muslim).
Baik dari surat An-Nisa’ ayat 64 maupun
hadits diatas menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin
yang harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan orang pada
pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pada orang tua semata-mata karena
izin Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar