Dalam perkembangannya studi Islam di dunia terutama
di barat terjadi karena adanya kontak dengan dunia muslim, salah satunya yakni
lewat kontak perguruan tinggi. Selain itu juga dengan adanya penyalinan
karya-karya ilmiah dari manuskrip-manuskrip Arab kedalam bahasa Latin. Berkat
penyalinan karya-karya manuskrip-manuskrip Arab itu, terbukalah jalan bagi
perkembangan cabang-cabang ilmiah di Barat.
Sebelum muslim memasuki universitas-universitas di
Barat, ahli Islam di Barat didominasi para orientalis. Maka buku-buku dan artikel-artikel
tentang pemikiran-pemikiran dibidang Islam pun didominasi dan merupakan hasil
pemikiran para orientalis. Seiring dengan adanya sarjana muslim yang belajar di
Barat dan menulis dengan bahasa Barat tentang Islam, maka ahli keIslaman pun muncul
dari sejumlah muslim.[1]
Kajian Islam di Barat telah mengalami perubahan.
Penelitian dan kajian yang dilakukan Barat terhadap masyarakat Muslim kini
dilakukan di tengah kehadiran Islam dan dunia Islam yang hidup dan berubah,
tidak sekedar catatan masa silam. Peningkatan apresiasi terhadap Islam di
kalangan sarjana Barat inilah yang kemudian memunculkan apa yang oleh sebagian
orang disebut sebagai Orientalisme Baru.[2]
Kebangkitan Orientalisme baru itu membuka peluang
lebih besar bagi terciptanya interaksi dan pertukaran keilmuan yang lebih
dinamis dan positif di antara sarjana-sarjana Barat non-Muslim dengan
sarjana-sarjana Muslim. Bahkan, riset dan pemikiran sekarang dilakukan secara
bersama dalam suasana dialogis.
Perkembangan seperti ini memunculkan pergeseran
keseimbangan dalam beberapa disiplin kajian Islam di antara sarjana-sarjana
Muslim dengan non-Muslim. Tak kurang terdapat sarjana Muslim yang begitu
menonjol sehingga mempengaruhi seluruh sarjana lain dalam kajian-kajian yang
mereka lakukan. Meski terjadi perkembangan positif, kritik terhadap studi Islam
di Barat tetap ada. Setidaknya ada 3 (tiga) kritik yang dikemukakan cukup keras
baik dari kalangan sarjana Muslim maupun non-Muslim.
1. Kajian-kajian
tentang Islam yang dilakukan di Barat cenderung bersifat esensialis, yakni
menjelaskan seluruh fenomena masyarakat-masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan
Muslim dalam kerangka konsep tunggal dan tidak berubah. Dengan kata lain,
cenderung menggeneralisasi fenomena yang berlaku pada masyarakat Muslim
tertentu pada kurun waktu tertentu pula sebagai hal yang umum bagi seluruh
masyarakat dan kebudayaan Muslim.
2. Kajian-kajian
tentang Islam di Barat dimotivasi oleh kepentingan-kepentingan politis.
Kajian-kajian tentang Islam dilakukan untuk melanggengkan dominasi Barat terhadap
masyarakat-masyarakat Muslim, antara lain, dengan menciptakan citra yang tidak
benar dan distortif tentang Islam dan masyarakat Muslim.
3. Kajian-kajian
tentang Islam di Barat merupakan upaya untuk melestarikan kebenaran-kebenaran
yang dicapai atas nama kehidupan intelektual dan akademis, yang padahal tidak
atau hampir tidak mempunyai kaitan dengan kenyataan yang hidup.
Fakta realitas yang sering didiskusikan adalah bahwa
kajian outsider berkaitan erat dengan pengalaman Barat dan Sarjana Muslim
sendiri dalam menafsirkan dan memahami Islam.[3]
Persoalan yang dipermasalahkan adalah apakah para pengkaji Islam dari outsider
benar-benar objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan, dan memiliki validitas
ilmiah dilihat dari optik insider? penulis sendiri sepakat dengan pendapat
Abdur Rouf yang menyatakan menolak validitas para pengkaji outsider karena
mereka mengkaji Islam atas dorongan kepentingan kolonial guna melanggengkan
dominasi politik dan ekonomi atas daerah taklukkannya.
Karena itu, studi Islam dalam kerangka argumen itu
berarti “kajian ketimuran” (oriental studies) yang sebenarnya dilakukan oleh
intelektual Eropa untuk mahasiswa di universitas Eropa.[4]
Untuk itu, studi Islam dalam perspektif outsider penuh bias, kepentingan, dan
barat sentris. Membaca karya para outsider tentang Islam harus dilakukan dengan
kritis dan penuh hati-hati.
Apalagi bila yang dikaji adalah teks-teks suci yang
untuk dapat memahaminnya diperlukan keyakinan dan ini tidak dimiliki para
pengkaji outsider. Penulis banyak menemukan prasangka dan bahaya dalam studi
Islam Barat. Misalnya adalah analisis studi Islam yang didasarkan pada
prasangka budaya, agama, dan prasangka intelektual yang didasarkan pada
supremasi budaya (cultural supremacy).
Penulis sangat jelas menunjukkan keresahannya atas
kerja para Pengkaji Barat atas Islam yang menurutnya memojokkan Islam dan tanpa
menghiraukan apa yang disuarakan oleh para Sarjana dan umat Muslim sendiri atas
dirinya. Dengan kata lain, para Sarjana dan umat Muslim seakan tidak ada dan
juga mungkin disengaja untuk ‘ditiadakan’. Islam hanya dilihat sebagaimana
batu, kayu atau benda mati lainnya yang tidak mempunyai hasrat, keinginan,
impian, dan pendapat untuk mendefinisikan dirinya.
Dalam pada itu, juga sangat ditekankan akan perlunya
seorang outsider mendapatkan suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang Islam
secara utuh sesuai dengan pemaknaan dan penghayatan yang dialami oleh para penganutnya (insiders). Namun juga perlu
Outsiders menyampaikan dan menginformasikan pengamatan mereka kepada khalayak
secara ilmiah dan menggunakan bahasa khalayak tersebut. Dari sini, sudah nampak
adanya keniscayaan bias kultural dalam proses komunikasi itu. Orang yang
mendapat informasi dari penelitian si peneliti luar itu tentu akan memahaminya
melalui praasumsi-praasumsi budayanya.
[2] Muthabaqani menyatakan, bahwa istilah orientalis
muncul lebih dahulu dari pada orientalisme. A.J. (1905-1969) dalam kajiannya
menyebutkan istilah orientalis muncul tahun 1638, yang digunakan oleh seorang
anggota gereja Timur (Yunani). Pada tahun 1691, istilah orientalis digunakan
oleh Anthony Wood untuk menyebut Samuel Clarke sebagai orientalis yang cerdas,
karena mengetahui beberapa bahasa Timur. Sedangkan Orientalisme menurut Edward
Sa’id adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada pemahaman
dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari,
diungkap, dan diaplikasikan. Lihat Zaid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer
(Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014), hlm. 229-230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar