Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Jumat, 14 Juni 2019

OBJEK ILMU PENGETAHUAN DAN CARA MEMPEROLEHNYA


Objek Ilmu pengetahuan dan cara Memperolehnya

Obyek ilmu pengetahuan dapat dibagi dalam dua bagian pokok yaitu alam materi dan alam non materi. Sains mutakhir mengarahkan pandangan kepada alam materi, sehingga mereka membatasi ilmu pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka tidak mengetahui adanya realita yang tidak dapat dibuktikan dalam materi. Pada dasarnya potensi yang dimiliki oleh manusia untuk mengetahui sesuatu terdiri atas tiga macam, yaitu 1) indera, 2) akal, 3) hati.[1]
 
         Sebagaimana yang termaktub dalam surat an-Nahl: 78

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”



1. Pengamatan Melalui Indera
Al-Qur’an menjelaskan adanya pengetahuan yang diperoleh melalui indera dengan cara mengamati. Dalam surat al-Ankabut : 20, Allah SWT menyuruh manusia untuk berjalan di muka bumi dan memerhatikan percipataan manusia. Dalam surat Yunus : 101, Allah SWT memerintahkan manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan memerhatikan apa yang ada di bumi.
Namun tidak semua pengetahuan yang hendak diketahui dapat diperoleh dengan indera. Karena keterbatasan kemampuan inderawi, manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang ada dibalik penangkapan indera tersebut. Karena itu, Allah SWT mengecam orang-orang yang hanya mengandalkan inderanya untuk memeroleh pengetahuan lebih dalam, Allah SWT berfirman : “dan ingatlah ketika kamu berkata, “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang. Karena itu, kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya,” (QS al-Baqarah : 55).


2.   Pengamatan Melalui Akal
Keterbatasan dan kelemahan indera, disempurnakan oleh akal. Akal dapat mengoreksi kesalahan pengetahuan inderawi sebab akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui objek-objek abstrak yang logis. Seperti halnya pengetahuan bahwa Allah SWT itu Maha Kuasa dan Maha Penyayang diperoleh dengan menggunakan akal, bukan dengan menggunakan indera.


3.   Pengamatan Melalui Suara Hati
Selain indera dan akal, potensi yang dimiliki manusia untuk mengetahui pengetahuannya adalah potensi hati. Atau menurut Imam al-Ghazali yang disebut dhamir. Potensi ketiga ini dapat memberi peluang kepada manusia untuk memeroleh pengetahuan dengan lebih baik.  Jika akal hanya dapat mengetahui objek abstrak yang logis, potensi hati dapat mengetahui objek abstrak yang supra logis (ghaib).  
Al-Ghazali menjelaskan bahwa pengetahun yang diterima para nabi dan Rasul Allah, bukanlah melalui indera dan akal, melainkan melalui hati yang disebut wahyu. Sebagaimana dalam firman-Nya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. asy-Syu’ara : 52).


Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah Swt. inilah yang disebut ilmu laduni. 

Dalam ilmu pengetahuan kealaman atau sains natural, orang mengumpulkan pengetahuan itu dengan mengadakan pengamatan atau observasi, pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuhan, maupun yang tak bernyawa seperti bintang, matahari, gunung, lautan, dan benda-benda yang mengelilingi kita.[2] Secara lebih rinci pengamatan-pengamatan benda disekitar kita dapat penulis paparkan pada bagian hakikat ilmu pengetahuan. Dimana hakikat tersebut mempunyai keterpaduan antara sains dengan Al qur’an. Seperti:

(1)Pandangan terhadap Alam Semesta)

1.      Pandangan klasik: Pada dasarnya pandangan ini mengatakan bahwa langit yang begitu luas dengan benda-benda didalamnya, dianggap mengelilingi bumi. Akan tetapi pendapat ini dibantah oleh Galileo yang mengatakan bahwa semua benda langit berputar mengelilingi matahari.

2.      Pandangan modern: Dari perhitungan mengenai perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi yang teramati, para fisikawan kosmolog menarik kesimpulan bahwa semua galaksi di alam ini semula bersatu padu dengan galaksi Bimasakti, kira-kira 15 milyar tahun yang lalu.[3] Dahulu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.

3.      Pandangan Al qur’an: Hasil penelitian modern ternyata senada dengan firman Allah : “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]

(2) Diselamatkannya Jasad Fir’aun[4]

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS. Yunus :92]. 

Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya. Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.

Injil dan Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam, tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil dan Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).




[1] Kevin Khomaeni, “Pandangan Al Qur’an terhadap Ilmu Pengetahuan”, www http://dirasahislamiyah.blogspot.com/2013/01/pandangan-al-quran-terhadap-ilmu.html.
[2] A. Baiquni. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. (Jakarta : Pustaka ITB. 1983). hlm.1
[3] Imam syafi’i, op.cit., hlm. 89.
[4] Nizami, “Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan”, www.Syiar Islam.com. Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar