Objek Ilmu pengetahuan dan
cara Memperolehnya
Sebagaimana yang termaktub dalam surat an-Nahl: 78
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
1. Pengamatan Melalui
Indera
Al-Qur’an menjelaskan
adanya pengetahuan yang diperoleh melalui indera dengan cara mengamati. Dalam
surat al-Ankabut : 20, Allah SWT menyuruh manusia untuk berjalan di muka bumi
dan memerhatikan percipataan manusia. Dalam surat Yunus : 101, Allah SWT memerintahkan
manusia untuk memperhatikan apa yang ada di langit dan memerhatikan apa yang
ada di bumi.
Namun tidak semua
pengetahuan yang hendak diketahui dapat diperoleh dengan indera. Karena
keterbatasan kemampuan inderawi, manusia tidak dapat menjangkau hal-hal yang
ada dibalik penangkapan indera tersebut. Karena itu, Allah SWT mengecam
orang-orang yang hanya mengandalkan inderanya untuk memeroleh pengetahuan lebih
dalam, Allah SWT berfirman : “dan ingatlah ketika kamu berkata, “Hai
Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang. Karena itu, kamu disambar halilintar, sedang kamu
menyaksikannya,” (QS al-Baqarah : 55).
2. Pengamatan Melalui Akal
Keterbatasan dan
kelemahan indera, disempurnakan oleh akal. Akal dapat mengoreksi kesalahan
pengetahuan inderawi sebab akal mempunyai kemampuan untuk mengetahui
objek-objek abstrak yang logis. Seperti halnya pengetahuan bahwa Allah SWT itu
Maha Kuasa dan Maha Penyayang diperoleh dengan menggunakan akal, bukan dengan
menggunakan indera.
3. Pengamatan Melalui Suara Hati
Selain indera dan akal,
potensi yang dimiliki manusia untuk mengetahui pengetahuannya adalah potensi
hati. Atau menurut Imam al-Ghazali yang disebut dhamir. Potensi
ketiga ini dapat memberi peluang kepada manusia untuk memeroleh pengetahuan
dengan lebih baik. Jika akal hanya dapat mengetahui objek abstrak
yang logis, potensi hati dapat mengetahui objek abstrak yang supra logis
(ghaib).
Al-Ghazali menjelaskan
bahwa pengetahun yang diterima para nabi dan Rasul Allah, bukanlah melalui
indera dan akal, melainkan melalui hati yang disebut wahyu. Sebagaimana dalam
firman-Nya : “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran)
dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu
cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus. (QS. asy-Syu’ara : 52).
Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh
isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah
mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar
manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar
dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa
alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu
sumber, yaitu Allah Swt. inilah yang disebut ilmu laduni.
Dalam ilmu pengetahuan kealaman atau sains natural,
orang mengumpulkan pengetahuan itu dengan mengadakan pengamatan atau observasi,
pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita, baik yang hidup
seperti manusia, binatang, dan tumbuhan, maupun yang tak bernyawa seperti bintang,
matahari, gunung, lautan, dan benda-benda yang mengelilingi kita.[2]
Secara lebih rinci pengamatan-pengamatan benda disekitar kita dapat penulis
paparkan pada bagian hakikat ilmu pengetahuan. Dimana hakikat tersebut
mempunyai keterpaduan antara sains dengan Al qur’an. Seperti:
(1)Pandangan
terhadap Alam Semesta)
1.
Pandangan klasik: Pada
dasarnya pandangan ini mengatakan bahwa langit yang begitu luas dengan
benda-benda didalamnya, dianggap mengelilingi bumi. Akan tetapi pendapat ini
dibantah oleh Galileo yang mengatakan bahwa semua benda langit berputar
mengelilingi matahari.
2.
Pandangan modern: Dari
perhitungan mengenai perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing
galaksi yang teramati, para fisikawan kosmolog menarik kesimpulan bahwa semua
galaksi di alam ini semula bersatu padu dengan galaksi Bimasakti, kira-kira 15
milyar tahun yang lalu.[3]
Dahulu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu.
Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam
semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi
sekarang ini.
3.
Pandangan Al qur’an: Hasil
penelitian modern ternyata senada dengan firman Allah : “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
(2) Diselamatkannya Jasad Fir’aun[4]
“Maka pada hari ini
Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang datang sesudahmu” [QS. Yunus :92].
Maurice Bucaille
dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II dia
menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya.
Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini
adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar
Nabi Musa as.
Injil dan Taurat hanya
menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam, tetapi hanya Al-Quran yang kemudian
menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi
pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan bahwa Nabi
Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara
informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena
di Injil dan Taurat pun tidak disebut). Makam
Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni
Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya
karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
[1]
Kevin
Khomaeni, “Pandangan Al Qur’an terhadap Ilmu Pengetahuan”, www http://dirasahislamiyah.blogspot.com/2013/01/pandangan-al-quran-terhadap-ilmu.html.
[2] A.
Baiquni. Islam
dan Ilmu Pengetahuan Modern. (Jakarta : Pustaka ITB. 1983). hlm.1
[3]
Imam
syafi’i, op.cit., hlm. 89.
[4]
Nizami,
“Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan”, www.Syiar Islam.com. Keajaiban Al
Qur’an dan Ilmu Pengetahuan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar