Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019

MURAH HATI DALAM AL-QUR'AN


 Murah Hati

Dalam kamus besar bahasa Indonesia murah hati adalah suka (mudah) memberi; tidak pelit; penyayang dan pengasih; suka menolong; baik hatikebaikan hati; sifat kasih dan sayang; kedermawanan. Sifat hati yang mulia dan hangat berupa kesdiaan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain dengan memberi secara limpah, dengan tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan. Qs. Al-Baqarah 272 :

Artinya:  “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”   

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa ada orang-orang yang tidak suka memberikan sedekah kepada keturunan mereka dari kalangan musyrik, lalu mereka menanyakan hal itu, hingga diberikan rukhshah (keringanan) bagi mereka. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan memberi sedekah kepada kaum Musyrikin.” (Diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Abbas. Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa Nabi Saw melarang umatnya bersedekah kecuali untuk kaum Muslimin. Setelah itu turunlah ayat ini yang beliau diperintahkan Allah Swt untuk memberi sedekah kepada orang yang beragama apapun, yang datang meminta kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas), 

Firman-Nya sebgaimana dalam Surah Fushishilat ayat 46 yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka [pahalanya] untuk dirinya sendiri.” Dan yang semisal dengan hal tersebut cukup banyak di dalam Al-Quran. 

Al-Hasari AlBashri mengatakan, “Yaitu nafkah yang diberikan orang mukmin untuk dirinya sendiri. Dan seorang mukmin tidak menafkahkan hartanya melainkan dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala. Atha’ Al-Khurasani mengatakan: “Yakni, jika engkau memberikan sesuatu karena mencari keridhaan Allah Swt, maka pahala amal itu bukanlah urusanmu.” 

Ini merupakan makna yang bagus. Maksudnya adalah bahwa jika seseorang bersedekah dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka pahalanya terserah pada-Nya, dan tidak ada masalah baginya, apakah sedekah itu diterima oleh orang yang baik atau orang yang jahat, orang yang berhak menerima maupun orang yang tidak berhak menerima. Orang yang bersedekah ini tetap mendapatkan pahala atas niatnya.  

yang menjadi sandaran dalam kalimat ayat sebelumnya adalah kelanjutan kalimat ayat ini. Juga berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan dalam sahihain, melalui jalan Abu Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, ia menceritakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

Artinya: “Ada seseorang berkata: ‘Aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini.’ Kemudian ia pergi dengan membawa sedekah, lalu sedekah itu jatuh ke tangan seorang pezina, maka pada pagi harinya, orang-orang pun membicarakan: ‘Seorang pezina diberi sedekah.’ Kemudian ia berucap: ‘Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu atas (sedekah) kepada seorang pezina.’

Selanjutnya orang itu berkata: ‘Aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini.’ Kemudian sedekah itu jatuh ke tangan orang kaya. Dan pada pagi harinya, orang-orang membicarakan: ‘Tadi malam ada orang kaya yang diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas (segala sedekah) kepada orang kaya. Dan pada malam ini aku akan mengeluarkan sedekah.’ Maka ia pun keluar dan sedekah itu jatuh ke tangan seorang pencuri. 

Dan pada pagi harinya, orang-orang pun membicarakan: ‘Tadi malam seorang pencuri diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas (sedekah) kepada pezina, orang kaya, dan pencuri.’ Kemudian ia didatangi (oleh malaikat) dan dikatakan kepadanya: “Sedekahmu telah diterima. Adapun si pezina itu semoga ia menjaga diri dari zina. Dan semoga orang kaya akan mengambil pelajaran sehingga ia mau menginfakkan apa yang telah diberikan Allah Ta’ala kepadanya. 

Dan semoga si pencuri itu menjaga diri dari perbuatan mencurinya.” (HR. Al-Bukhari 1421 dan Muslim 1022). Sayyid Quthub dalam tafsirnya fi Zilalil Qur’an menjelaskan bahwa kita memperhatikan juga dalam konteks ayat ini tentang keadaan orang-orang mukmin ketika menafkahkan hartanya, jangan kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Inilah keadaan orang-orang mukmin, bukan yang lainnya. 

Dia tidak menginfakkan hartanya melainkan mencari keridhaan Allah, bukan karena mengikuti hawa nafsu dan bukan pula karena tujuan-tujuan lain. Ia menginfakkan hartanya ukan bermaksud untuk mengungguli orang lain dan menyombongi mereka. Ia tidak melakukan infak melainkan semata-mata mencari keridhaan Alah, tulus ikhlas karena Allah. 

Karena itu hatinya merasa mantap bahwa Allah akan menerima sedekahnya; hatinya percaya bahwa Allah akan memberi berkah pada hartanya; ia percaya kepada kebaikan dan kebajikan dari Allah sebagai balasan kebaikan dan kebajikannya kepada hamba-hambanya Allah. Karena anugerah Allah di bumi, maka ia meningkat kedudukannya, menjadi suci dan bersih. Sedangkan, karunia akhirat sesudah itu semua adalah sangat utama.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar