Murah
Hati
Dalam kamus besar bahasa Indonesia murah
hati adalah suka (mudah) memberi; tidak pelit; penyayang dan pengasih; suka
menolong; baik hatikebaikan hati; sifat kasih dan sayang; kedermawanan. Sifat
hati yang mulia dan hangat berupa kesdiaan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang
lain dengan memberi secara limpah, dengan tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan.
Qs. Al-Baqarah 272 :
Artinya:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi
Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya
itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan
karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu
sedikitpun tidak akan dianiaya.”
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa ada orang-orang yang tidak suka
memberikan sedekah kepada keturunan mereka dari kalangan musyrik, lalu mereka menanyakan
hal itu, hingga diberikan rukhshah (keringanan) bagi mereka. Maka turunlah ayat
ini yang membolehkan memberi sedekah kepada kaum Musyrikin.” (Diriwayatkan oleh
An-Nasai, Al-Hakim, Al-Bazzar, Ath-Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari
Ibnu Abbas. Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa Nabi Saw melarang
umatnya bersedekah kecuali untuk kaum Muslimin. Setelah itu turunlah ayat ini
yang beliau diperintahkan Allah Swt untuk memberi sedekah kepada orang yang
beragama apapun, yang datang meminta kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas),
Firman-Nya sebgaimana dalam Surah Fushishilat ayat 46
yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka [pahalanya]
untuk dirinya sendiri.” Dan yang semisal dengan hal tersebut cukup banyak di
dalam Al-Quran.
Al-Hasari AlBashri mengatakan, “Yaitu
nafkah yang diberikan orang mukmin untuk dirinya sendiri. Dan seorang mukmin
tidak menafkahkan hartanya melainkan dalam rangka mencari keridhaan Allah
Ta’ala. Atha’ Al-Khurasani mengatakan: “Yakni, jika engkau memberikan sesuatu
karena mencari keridhaan Allah Swt, maka pahala amal itu bukanlah urusanmu.”
Ini merupakan makna yang bagus. Maksudnya adalah bahwa jika seseorang
bersedekah dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka pahalanya terserah
pada-Nya, dan tidak ada masalah baginya, apakah sedekah itu diterima oleh orang
yang baik atau orang yang jahat, orang yang berhak menerima maupun orang yang
tidak berhak menerima. Orang yang bersedekah ini tetap mendapatkan pahala atas
niatnya.
yang menjadi sandaran dalam kalimat ayat
sebelumnya adalah kelanjutan kalimat ayat ini. Juga berdasarkan sebuah hadis
yang diriwayatkan dalam sahihain, melalui jalan Abu Zinad, dari Al-A’raj, dari
Abu Hurairah, ia menceritakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda:
Artinya: “Ada seseorang berkata: ‘Aku akan
mengeluarkan sedekah pada malam ini.’ Kemudian ia pergi dengan membawa sedekah,
lalu sedekah itu jatuh ke tangan seorang pezina, maka pada pagi harinya,
orang-orang pun membicarakan: ‘Seorang pezina diberi sedekah.’ Kemudian ia
berucap: ‘Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu atas (sedekah) kepada seorang
pezina.’
Selanjutnya orang itu berkata: ‘Aku akan mengeluarkan
sedekah pada malam ini.’ Kemudian sedekah itu jatuh ke tangan orang kaya. Dan
pada pagi harinya, orang-orang membicarakan: ‘Tadi malam ada orang kaya yang
diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu
atas (segala sedekah) kepada orang kaya. Dan pada malam ini aku akan
mengeluarkan sedekah.’ Maka ia pun keluar dan sedekah itu jatuh ke tangan
seorang pencuri.
Dan pada pagi harinya, orang-orang pun membicarakan: ‘Tadi
malam seorang pencuri diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap: ‘Ya Allah,
segala puji bagi-Mu atas (sedekah) kepada pezina, orang kaya, dan pencuri.’
Kemudian ia didatangi (oleh malaikat) dan dikatakan kepadanya: “Sedekahmu telah
diterima. Adapun si pezina itu semoga ia menjaga diri dari zina. Dan semoga
orang kaya akan mengambil pelajaran sehingga ia mau menginfakkan apa yang telah
diberikan Allah Ta’ala kepadanya.
Dan semoga si pencuri itu menjaga diri dari
perbuatan mencurinya.” (HR. Al-Bukhari 1421 dan Muslim 1022). Sayyid Quthub
dalam tafsirnya fi Zilalil Qur’an menjelaskan bahwa kita memperhatikan juga
dalam konteks ayat ini tentang keadaan orang-orang mukmin ketika menafkahkan
hartanya, jangan kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan
Allah. Inilah keadaan orang-orang mukmin, bukan yang lainnya.
Dia tidak
menginfakkan hartanya melainkan mencari keridhaan Allah, bukan karena mengikuti
hawa nafsu dan bukan pula karena tujuan-tujuan lain. Ia menginfakkan hartanya
ukan bermaksud untuk mengungguli orang lain dan menyombongi mereka. Ia tidak
melakukan infak melainkan semata-mata mencari keridhaan Alah, tulus ikhlas
karena Allah.
Karena itu hatinya merasa mantap bahwa Allah akan menerima
sedekahnya; hatinya percaya bahwa Allah akan memberi berkah pada hartanya; ia
percaya kepada kebaikan dan kebajikan dari Allah sebagai balasan kebaikan dan
kebajikannya kepada hamba-hambanya Allah. Karena anugerah Allah di bumi, maka
ia meningkat kedudukannya, menjadi suci dan bersih. Sedangkan, karunia akhirat
sesudah itu semua adalah sangat utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar