Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Sabtu, 29 Juni 2019

METODE PENAFSIRAN AL-QUR'AN

Metode Penafsiran Al Qur’an


     a.     Metode Tahlili (Analisis)


Metode Tahlili adalah suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan  dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing mufassir terhadap aspekaspek yang ingindisampaikan, misalnya  menjelaskan ayat disertai aspek qira’at, asbabu al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya, contoh kitab tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi, kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir alQur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir dan kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi. Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab tafsir Ibnu Katsir terhadap Surat al Ahzab  ayat 30 : 


“Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah”. 


Allah Swt. berfirman menasihati istri-istri Nabi Saw. yang telah memilih Allah dan Rasul-Nya serta pahala di negeri akhirat, selanjutnya mereka tetap menjadi istri Rasulullah Saw. Maka sangatlah sesuai bila diceritakan kepada mereka ketentuan hukumnya dan keistimewaan mereka yang melebihi wanita-wanita lainnya.


Disebutkan bahwa barang siapa di antara mereka yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata.  Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji ini ditakwilkan dengan makna membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar hipotesis apa pun, maka ungkapan ayat ini hanyalah semata-mata andaikan, dan makna andaikan itu tidak berarti pasti terjadi. Pengertiannya sama dengan firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
 

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalanmu”. (Az-Zumar: 65), Seperti yang ada dalam ayat lain yang menyebutkan:


“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (Al-An'am: 88)


“Katakanlah, "Jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (AzZukhruf: 81), Dan firman Allah Swt.:


“Kalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Allah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. (Az-Zumar: 4)


Mengingat kedudukan istri-istri Nabi Saw. tinggi, maka sesuailah jika ada seseorang dari mereka melakukan suatu dosa, dosa itu akan diperberat demi menjaga kehormatan mereka dan kedudukan mereka yang tinggi. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. (Al-Ahzab: 30)  Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. (AlAhzab: 30) Yakni siksaan di dunia dan akhirat.  Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu AbuNajih, dari Mujahid.


“Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah”. (Al-Ahzab: 30)  Maksudnya, teramat mudah dan gampang.

  
    b.    Metode Ijmali (Global)


Metode ijmali adalah metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa yang ringkas supaya mudah dipahami. Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa menguraikan panjang lebar, seperti kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin alMahalli dan Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al-Wasit terbitan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah. Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab Tafsir Jalalai :


Dalam penafsiran di atas tampak sekali dismpaikan secara singkat dan global, misalnya kata ar rahman dan arrahiim dijelaskan dengan yang memiliki rahmat yaitu yang berkehendak memberikan kebaikan kepada yang berhak mendapatkannya. Kemudian berganti kepada ayat berikutnya.

 
     c.     Metode Muqaran (Komparatif)


 Metode Muqaran adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema namun  redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya berbeda, atau membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan sahabat maupun tabi’in.  Di samping itu juga mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian membandingkannya atau bisa berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga bisa berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan Injil/Bibel, Taurat atau Zabur).

   
    d.    Metode Maudhu’i (Tematik)


Metode Maudhu’i adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil suatu tema tertentu. Metode ini kelebihannya mampu menjawab kebutuhan zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, praktis dan sistematis serta dapat menghemat waktu, dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat pemahaman menjadi utuh. Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang memilki permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika melakukan proses penafsiran metode maudhu’i adalah:
a.     Menetapkan masalah yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang mufassir harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang masyarakat.
b.    Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c.     Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang mendukungnya. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing (terkait erat dengan ilmu munasabat).  
d.    Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).
e.     Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan
f.      Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayatayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang apada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan pemaksaan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar