Metode
Penafsiran Al Qur’an
a.
Metode Tahlili (Analisis)
Metode Tahlili adalah
suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an dengan cara menguraikan ayat demi
ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan
dengan penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing
mufassir terhadap aspekaspek yang ingindisampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek qira’at,
asbabu al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya, contoh kitab
tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam
al-Qur’an karya al-Qurtubi, kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an
karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir alQur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir dan
kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi. Berikut adalah contoh
penafsiran dalam kitab tafsir Ibnu Katsir terhadap Surat al Ahzab ayat 30 :
“Hai istri-istri Nabi,
siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya
akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian
itu mudah bagi Allah”.
Allah Swt. berfirman
menasihati istri-istri Nabi Saw. yang telah memilih Allah dan Rasul-Nya serta
pahala di negeri akhirat, selanjutnya mereka tetap menjadi istri Rasulullah
Saw. Maka sangatlah sesuai bila diceritakan kepada mereka ketentuan hukumnya
dan keistimewaan mereka yang melebihi wanita-wanita lainnya.
Disebutkan bahwa barang
siapa di antara mereka yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata. Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji
ini ditakwilkan dengan makna membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar
hipotesis apa pun, maka ungkapan ayat ini hanyalah semata-mata andaikan, dan
makna andaikan itu tidak berarti pasti terjadi. Pengertiannya sama dengan
firman Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, "Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapuslah amalanmu”. (Az-Zumar: 65), Seperti yang ada
dalam ayat lain yang menyebutkan:
“Seandainya mereka
mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka
kerjakan”. (Al-An'am: 88)
“Katakanlah, "Jika
benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang
mula-mula memuliakan (anak itu).” (AzZukhruf: 81), Dan firman Allah Swt.:
“Kalau sekiranya Allah
hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang dikehendaki-Nya di
antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. Mahasuci Allah. Dialah Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”. (Az-Zumar: 4)
Mengingat kedudukan
istri-istri Nabi Saw. tinggi, maka sesuailah jika ada seseorang dari mereka
melakukan suatu dosa, dosa itu akan diperberat demi menjaga kehormatan mereka
dan kedudukan mereka yang tinggi. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Hai
istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang
nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.
(Al-Ahzab: 30) Malik telah meriwayatkan
dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya akan
dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. (AlAhzab: 30) Yakni siksaan
di dunia dan akhirat. Telah diriwayatkan
pula hal yang semisal dari Ibnu AbuNajih, dari Mujahid.
“Dan adalah yang demikian
itu mudah bagi Allah”. (Al-Ahzab: 30)
Maksudnya, teramat mudah dan gampang.
b.
Metode Ijmali (Global)
Metode ijmali adalah
metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna yang
bersifat global dengan bahasa yang ringkas supaya mudah dipahami. Di sini
mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa menguraikan panjang
lebar, seperti kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin
alMahalli dan Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir
al-Wasit terbitan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah. Berikut adalah contoh
penafsiran dalam kitab Tafsir Jalalai :
Dalam penafsiran di atas
tampak sekali dismpaikan secara singkat dan global, misalnya kata ar rahman dan
arrahiim dijelaskan dengan yang memiliki rahmat yaitu yang berkehendak
memberikan kebaikan kepada yang berhak mendapatkannya. Kemudian berganti kepada
ayat berikutnya.
c.
Metode Muqaran (Komparatif)
Metode Muqaran adalah metode menjelaskan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan membandingkan dengan ayat lain yang memiliki
kedekatan atau kemiripan tema namun
redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya
berbeda, atau membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan
sahabat maupun tabi’in. Di samping itu
juga mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian membandingkannya atau bisa
berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya agar
diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga bisa
berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan Injil/Bibel,
Taurat atau Zabur).
d.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode Maudhu’i adalah
metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil suatu tema tertentu.
Metode ini kelebihannya mampu menjawab kebutuhan zaman yang ditujukan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan, praktis dan sistematis serta dapat menghemat
waktu, dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat pemahaman menjadi utuh.
Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat yang memilki permasalahan
yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat. Adapun langkah-langkah yang
harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika melakukan proses penafsiran metode
maudhu’i adalah:
a. Menetapkan
masalah yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas diprioritaskan pada
persoalan yang menyentuh kehidupan masyarakat yang berarti bahwa seorang
mufassir harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang masyarakat.
b. Menghimpun
ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c. Menyusun
runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab
nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang mendukungnya. Memahami korelasi ayat-ayat
tersebut dalam surahnya masingmasing (terkait erat dengan ilmu munasabat).
d. Menyusun
pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).
e. Melengkapi
pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan
f. Mempelajari
ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayatayatnya yang mempunyai
pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang ‘amm (umum) dengan yang
khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang apada lahirnya
bertentangan sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan
dan pemaksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar