Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

LATAR BELAKANG MUNCULNYA UU GURU DAN DOSEN


A.   Latar Belakang Munculnya UU tentang Guru dan Dosen.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1998. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut merupakan perwujudan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun 1998.
Perubahan mendasar yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru tersebut antara lain adalah diusungnya prinsip demokratisasi, desentralisasi pendidikan, kesetaraan, keseimbangan, serta adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
Dalam Bab XI pasal 39 sampai pasal 44 dijelaskan bahwa tugas pendidik pada intinya adalah melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan administrasi. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban dari pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan disini ditempatkan berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal melihat dari kebutuhan daerah dimana disini pemerintah memfasilitasi segala keperluan dari pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu dalam hal ini dipaparkan juga mengenai ketentuan kualifikasi, promosi, penghargaan, dan sertifikasi bagi pendidik (Guru).[1] Maka hal ini menimbulkan Peraturan Pemerintah berupa Undang-Undang bagi Guru dan Dosen (Tenaga pendidik).
Berbicara kita mengenai pendanaan dengan jelas diterangkan dalam Bab XIII pasal 46 sampai pasal 49 dijelaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan. Dan ini luar dari gaji Guru/Dosen PNS dan tunjangan fungsional maupun tunjangan sertifikasi.
Ketika mutu pendidikan di Indonesia dipertanyakan, guru dianggap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, karena merekalah yang berada di garda depan dalam dunia pendidikan. Kualitas guru-guru Indonesia dianggap rendah. Hal ini didasarkan pada realitas, bahwa banyak guru yang tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.
Kondisi ini juga sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan guru yang sangat rendah. Bagaimana guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sementara mereka masih bingung harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin tidak dapat dicukupi dengan penghasilan atau gaji yang diterimanya? Berdasarkan realitas itu, kualitas dan kesejahteraan guru menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Dalam hubungan dengan hal tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia memang telah dilakukan, namun hal itu tampaknya belum memberikan hasil yang signifikan dengan yang diharapkan. Ketika MPR mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, hal ini memberikan secercah harapan bagi dunia pendidikan Indonesia.
Dengan pendanaan yang memadai, diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Untuk  merealisasikan hal itu kemudian disahkan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005  yang diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2007 yang antara lain tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Nomor 16), dan Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan (Nomor 18). Selain itu, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi:
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5) yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[2]
Undang-undang Guru dan Dosen juga lahir bertujuan untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas, agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif, produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi, Sistem Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen, Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang menyebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) dan Pasal 28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi:
1.      Kompetensi Pedagogik;
2.      Kompetensi Kepribadian;
3.      Kompetensi Profesional; dan
4.      Kompetensi Sosial.[3]
Selain mengatur hal-hal penting diatas, Undang Undang Guru dan Dosen juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan dan kesejahteraan para guru. Ada lima implikasi yang sekaligus menjadi latar belakang diundangkannya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, antara lain :
a.    Pemerintah menganggap pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam rangka pembangunan sumber daya manusia;
b.    Penerbitan legalitas formal Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 merupakan upaya untuk mengakui dan mengembangkan guru sebagai profesi;
c.    Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dalam dataran realitas apabila diimplementasikan akan meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru;
d.   Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 juga akan memberikan arah pengembangan profesi guru agar mampu menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global yang perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah dan berkesinambungan;
e.    Aturan formal yang rinci di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 juga akan meningkatkan komitmen guru untuk meningkatkan diri sendiri, pemerintah untuk memfasilitasi, dan masyarakat untuk mendukung profesionalitas guru.[4]
Guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Adapun tujuan pembuatan Undang-Undang Guru:      
    
1.    Mengangkat harkat, citra, dan martabat guru
2.    Meningkatkan tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manajer pembelajaran
3.    Memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru
4.    Memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru
5.    Meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan
6.    Mendorong peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.[5]
Undang Undang guru memberikan perlindungan hukum dalam: profesi kesejahteraan jaminan sosial hak dan kewajiban, yang berdasarkan landasan hukum sebagai berikut :
a.    UUD 1945 Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1) Dan (2), Dan Pasal 31 Uu No 8/1978
b.    Undang-Undang No 43/1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
c.    UU Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan
d.   UU Nomor 20/2003 Tentang Sisdiknas
e.    UU Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah  


[1] Kunandar, Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. (Jakarta: rajawali Press. 2007), hlm 16
[2] UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3
[3] Mulyasa, E., Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007), hlm.42

[4] Yamin, M., Menggugat Pendidian Indonesia, (Yogjakarta: Ar-ruz media, 2009), hlm. 53
[5] Mulyasa, E., Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007), hlm.45

Tidak ada komentar:

Posting Komentar