A. Latar Belakang Munculnya UU tentang Guru dan Dosen.
Dalam
upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala
aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada
tanggal 11 Juni 2003 telah mengesahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1998.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77
pasal tersebut merupakan perwujudan dari salah satu tuntutan reformasi yang
marak sejak tahun 1998.
Perubahan
mendasar yang dituangkan dalam UU Sisdiknas yang baru tersebut antara lain
adalah diusungnya prinsip demokratisasi,
desentralisasi pendidikan, kesetaraan, keseimbangan, serta adanya
keterlibatan dan peran aktif masyarakat dalam pendidikan.
Dalam Bab
XI pasal 39 sampai pasal 44 dijelaskan bahwa tugas pendidik pada intinya adalah
melaksanakan pembelajaran dan tenaga kependidikan bertugas dalam kegiatan
administrasi. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai hak dan kewajiban dari
pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan disini
ditempatkan berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal melihat dari
kebutuhan daerah dimana disini pemerintah memfasilitasi segala keperluan dari
pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu dalam hal ini dipaparkan juga mengenai
ketentuan kualifikasi, promosi, penghargaan, dan sertifikasi bagi pendidik (Guru).[1]
Maka hal ini menimbulkan Peraturan Pemerintah berupa Undang-Undang bagi Guru
dan Dosen (Tenaga pendidik).
Berbicara
kita mengenai pendanaan dengan jelas diterangkan dalam Bab XIII pasal 46 sampai
pasal 49 dijelaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber
pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan
serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal
sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana
penyelenggaraan pendidikan. Dan ini luar dari gaji Guru/Dosen PNS dan tunjangan
fungsional maupun tunjangan sertifikasi.
Ketika
mutu pendidikan di Indonesia dipertanyakan, guru dianggap menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, karena
merekalah yang berada di garda depan dalam dunia pendidikan. Kualitas guru-guru
Indonesia dianggap rendah. Hal ini didasarkan pada realitas, bahwa banyak guru
yang tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.
Kondisi
ini juga sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan guru yang sangat rendah.
Bagaimana guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sementara mereka masih
bingung harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin tidak dapat dicukupi
dengan penghasilan atau gaji yang diterimanya? Berdasarkan realitas itu,
kualitas dan kesejahteraan guru menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan
masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Dalam
hubungan dengan hal tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia memang telah dilakukan, namun hal itu tampaknya belum
memberikan hasil yang signifikan dengan yang diharapkan. Ketika MPR mengamanatkan
anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, hal ini memberikan secercah harapan
bagi dunia pendidikan Indonesia.
Dengan
pendanaan yang memadai, diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Untuk merealisasikan hal itu kemudian disahkan Undang-undang
Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 yang diikuti dengan terbitnya Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional tahun 2007 yang antara lain tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Nomor 16), dan Sertifikasi Bagi Guru
dalam Jabatan (Nomor 18). Selain itu, sebagaimana diamanatkan
dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) yang berbunyi:
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," dan ayat (5)
yang berbunyi: "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia."[2]
Undang-undang Guru dan Dosen juga lahir bertujuan
untuk memperbaiki pendidikan nasional, baik secara kualitas maupun kuantitas,
agar sumber daya manusia Indonesia bisa lebih beriman, kreatif, inovatif,
produktif, serta berilmu pengetahuan luas demi meningkatkan kesejahteraan
seluruh bangsa. Perbaikan mutu pendidikan nasional yang dimaksud meliputi,
Sistem Pendidikan Nasional, Kualifikasi serta Kompetensi Guru dan Dosen,
Standar Kurikulum yang digunakan, serta hal lainnya.
Dalam kaitannya dengan Guru sebagai pendidik, maka
pentingnya guru professional yang memenuhi standar kualifikasi diatur dalam
pasal 8 Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen yang menyebutkan
bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Lebih dalam lagi pada pasal 10 ayat (1) dan Pasal
28 ayat 3 PP 19 tahun 2005 tentang SNP dijelaskan bahwa kompetensi guru
yang dimaksud meliputi:
1.
Kompetensi Pedagogik;
2.
Kompetensi Kepribadian;
3.
Kompetensi Profesional; dan
4. Kompetensi
Sosial.[3]
Selain mengatur hal-hal penting diatas, Undang Undang
Guru dan Dosen juga mengatur hal lain yang tak kalah pentingnya bagi kemajuan
dan kesejahteraan para guru. Ada
lima implikasi yang sekaligus menjadi latar belakang diundangkannya
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, antara lain :
a. Pemerintah menganggap pendidikan
mempunyai peran yang strategis dalam rangka pembangunan sumber daya manusia;
b. Penerbitan legalitas formal
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 merupakan upaya untuk mengakui
dan mengembangkan guru sebagai profesi;
c. Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor
14 Tahun 2005 dalam dataran realitas apabila diimplementasikan akan
meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru;
d. Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor
14 Tahun 2005 juga akan memberikan arah pengembangan profesi guru agar mampu
menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global yang perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana,
terarah dan berkesinambungan;
e. Aturan formal yang rinci di dalam
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 juga akan meningkatkan
komitmen guru untuk meningkatkan diri sendiri, pemerintah untuk memfasilitasi,
dan masyarakat untuk mendukung profesionalitas guru.[4]
Guru dan
dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam
pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan
sebagai profesi yang bermartabat. Adapun tujuan pembuatan Undang-Undang Guru:
1.
Mengangkat
harkat, citra, dan martabat guru
2.
Meningkatkan
tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing,
dan manajer pembelajaran
3.
Memberdayakan
dan mendayagunakan profesi guru
4.
Memberikan
jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru
5.
Meningkatkan
mutu pelayanan dan hasil pendidikan
6.
Mendorong
peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.[5]
Undang
Undang guru memberikan perlindungan hukum dalam: profesi kesejahteraan jaminan
sosial hak dan kewajiban, yang berdasarkan landasan hukum sebagai berikut :
a.
UUD
1945 Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1) Dan (2), Dan Pasal 31 Uu No 8/1978
b.
Undang-Undang
No 43/1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
c.
UU
Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan
d.
UU
Nomor 20/2003 Tentang Sisdiknas
e. UU Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah
Daerah
[1] Kunandar,
Guru professional Implementasi Tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses
dalam Sertifikasi Guru. (Jakarta: rajawali Press. 2007), hlm 16
[2] UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3
[3] Mulyasa, E., Standar
Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007), hlm.42
[4] Yamin, M., Menggugat Pendidian Indonesia, (Yogjakarta: Ar-ruz media, 2009),
hlm. 53
[5] Mulyasa, E., Standar
Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007), hlm.45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar