Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Minggu, 30 Juni 2019

KONSEP AL-ASMA AL-HUSNA TENTANG AL-MALIK


 Konsep Al-Asmā' Al-Husnā Tentang Al-Malik 


Setelah al-Rabb, maka sifat Allah yang menyusul adalah al-Malik, yang secara umum diartikan raja atau penguasa. Penempatan susunannya seperti ini sejalan dengan penempatannya dengan sekian banyak ayat al-Qur'an, antara lain pada surah al-Fatihah dan surah al-Hasyar. Oleh karena rahmat yang dicurahkan Allah kepada hamba-hambaNya dan yang dilukiskan dengan kata Raḥmān itu disebabkan karena Dia juga Raḥīm, memiliki sifat Raḥmān yang melekat pada diriNya.


Namun siapa yang memiliki sifat rahmat, belum tentu memiliki sifat kekuasaan dan hanya Allah yang memiliki yakni memiliki kekuasaan dan kerajaan serta kepemilikan. Kata "Malik" mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. Kata "Malik" yang biasa diterjemahkan raja adalah yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan. Karena itu, biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatya tidak dapat menerima perintah dan larangan.


Salah satu kata "Malik" dalam al-Qur'an adalah yang terdapat dalam surah al-Nās, yakni "Malikin-nas" (Raja manusia). Dalam Al-Qur'an, tanda-tanda kepemilikan kerajaan adalah kehadiran banyak pihak kepadaNya untuk bermohon agar dipenuhi kebutuhannya atau untuk menyampaikan persoalanpersoalan besar agar dapat tertanggulangi. Allah SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani kebutuhan makhlukNya.


Sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur'an: "Setiap yang di langit dan di bumi bermohon kepadaNya. Setiap saat dia dalam kesibukan (memenuhi kebutuhan mereka) (QS. al-Rahmān ayat 29). Kata "Malik" terdiri dari tiga huruf yakni Mim, Lam, dan Ka. Yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata Malik pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata Malik terulang di dalam al-Qur'an sebanyak 5 (lima) kali, dua di antaranya dirangkaikan dengan kata "hak" dalam arti yang "pasti dan sempurna," yaitu terdapat dalam surah Thaha ayat 114 dan surah al-Mukminun ayat 122, “Dan adapun kerajaan Allah mencakup kerajaan lagit dan bumi.” Allah berfirman dalam surah alZukhruf ayat 85: "Maha suci Allah yang milik-Nya kerajaan/kekuasaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. Disisi-Nya pengetahuan tentang kiamat dan hanya kepadaNya kamu di kembalikan".


Demikian pula Allah juga pemilik kerajaan akhirat, hal tersebut terdapat dalam surah al-an'am ayat 73 dan surah al-Hajj ayat 56: "Dan milikNya kerajaan/kekuasaan pada hari ditiup sangkakala " "Kerajaan pada hari itu (kiamat) adalah milik Allah". Imam Al-Gazali menjelaskan arti "Malik" yang berarti raja yang merupakan salah satu nama Asmaul Husna dengan menyatakan bahwa "Malik" adalah yang tidak butuh pada zat dan sifat-Nya segala yang wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepadaNya segala sesuatu yang menyangkut segala sesuatu, baik pada zatNya, sifatNya, wujudNya dan kesinambungan eksistensinya.


Bahkan wujud segala sesuatu, bersumber dari-Nya, atau dari sesuatu bersumber dari-Nya. maka segala sesuatu selain-Nya menjadi milikNya dalam zat dan sifatnya dan membutuhkanNya. Demikianlah itu raja yang mutlak". Disini terlihat perbedaan antara "Malik" yang berarti "Raja" dan "Maalik" yang diartikan "pemilik". Seseorang pemilik belum tentu menjadi raja, sebaliknya pemilikan seorang raja biasanya melebihi pemilikan pemilik yang bukan raja. Oleh karenanya, Allah adalah raja sekaligus pemilik.


Kepemilikan Allah berbeda dengan kepemilikan makhluk/manusia. Allah swt berwewenang penuh untuk melakukan apa saja terhdap apa yang dimilikiNya. Al-Mulku berakar pada kata mim, lam, dan kaf yang mengandung makna pokok “keabsahan dan kemampuan”. Dari makna yang pertama terbentuk kerja malaka yamliku mulkan artinya menguasai. Dari sini diperoleh kata malik dan mulk masing-masing artinya raja dan kekuasaan.


Dalam al-Qur’an penggunaannya bisa dilihat pada surat Al-Baqaraah ayat 247. “Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Alloh telah membangkitkan untuk kamu Thalut sebagai “malik” Mereka menjawab, “Bagaimana ia mempunyai mulku atas kami, padahal kami lah yang berhak memegang mulki darinya, karena ia tidak memiliki kekayaan”. Ayat ini menceritakan penolakan Bani Israil atas kepemimpinan Thalut, karena memandang Thalut tidak memiliki apa yang menurut mereka menjadi syarat kepemimpinan. Menurut ilmu politik dan ilmu Negara sendiri malik, dalam hal ini adalah raja, diartikan sebagai seorang yang mewarisi kekuasaan dari penguasa sebelumnya, kekuasaannya disebut mulk, kerajaan.


Pengertian Malik menurut al-Qur’an adalah lebih luas, ia bermakna raja, tapi juga pemilik kekuasaan, artinya bukan hanya penguasaan akan tetapi juga kepemilikan. Pengertian tersebut dapat di lihat dalam QS. 3: 26; “Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai Tuhan yang memiliki kekuasaan! Engkaulah yang memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yangmemuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang menghinakan siapa yang Engkau kehendaki.


Dalam kekuasaan Engkau sajalah adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. Dalam ayat tersebut digambarkan bahwa Alloh pemilik dari kekuasaan (malik-ul mulki) dan memberikan dan mencabut kekuasaan tersebut kepada siapa yang dikehendakinya. Sedangkan dalam QS. 59: 23, dikatakan bahwa Alloh adalah Al-Malik. Dengan melihat ayat tersebut bisa kita simpulkan bahwa suatu kekuasaan hakekatnya adalah milik Alloh SWT dan manusia hanyalah berkuasa dengan izin dari Alloh SWT. Ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan kata ini secara umum, artinya tidak hanya merujuk kepada suatu kekuasaan politik saja. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar