Mansur

SITUS PENDIDIK : Ust.MANSUR,A.Ma,S.Pd.I,M.Pd.I,Gr.

Rabu, 12 Juni 2019

KEPEMIMPINAN BERBASIS BUDAYA JAWA


Keluarga jawa pada umumnya mulai mendidik anak-anaknya pada anak tersebut belum lahir, yaitu dengan cara tidak langsung dari ibunya. Ujud pendidikan itu pada umumnya melalui berbagai larangan atau keharusan yang harus dijalankan oleh ibu yang sedang hamil tidak boleh makan-makanan tertentu, tidak boleh mengatakan kata-kata jelek, tidak boleh membunnuh dantidak boleh marah. 

Karena keyakinan dalam budaya orang jawa perilaku ibu pada saat mengandung akan turun pada anaknya sehingga para ibu yang sedang mengandung sehati-hati mungkin dalam berbuat supaya anaknya juga mewarisi sifat dari ibunya.

Tidak dapat disangkal bahwa antara ibu dan anak yang dikandungnya ada hubungan yang erat sekali. Jika ibu makan-makanan tertentu maka akan berpengaruh pada anak yang dikandungnya. 

Bila ibu marah-marah, membunuh binatang berarti ada unsur marah, begitu juga kalau ibu berkata-kata jelek juga ada unsur marah, maka perbuatan itu juga akan berpengaruh kepada anak yang dikandungnya.

Bagi keluarga jawa anak mempunyai kedudukan tersendiri dalam hati mereka.[[1]] Ada ucapan jawa mengatakan bahwa anak iku gegntelaning ati, artinya anak itu tempat bergantungnya hati. Ucapan ini bermaksud bahwa anak adalah pengikat dalam hubungan berkeluarga. 

Dalam adat jawa jika ada suatu pertemuan yang ditanyakan adalah yang berkaitan dengan anak mulai dari berapa anaknya, laki-laki atau perempuan, dimana Sekolahnya. Oleh karena itu orang tua mendambakan seorang anak yang shaleh dan bias membahagiakan orang tuanya.

Ini sesuai dengan falsafah orang jawa mendhem jero mikul dhuwur, anak molah bapa kepradhah, yang berarti menimbun yang dalam dan memikul yang tinggi, anak yang berbuat bapak yang bertanggung jawab. Sehingga dalam falsafah hidup orang jawa harus mendidik anak supaya anak mempunyai kepribadian yang baik seperti:

a)     Sikap saling menghormati, ini terlihat pada bahasa keseharian orang jawa dimana di dalamnya ada undak-unduk basa (tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda dengan orang yang lebih tua. Dalam falsafah orang jawa sering dikenal dengan among saha miturut, sedulur tuwa iku dadi gegantining wong tuwa.

b)     Sikap dan watak jujur, para orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk berperilaku jujur baik dalam ucapan maupun tindakan.

c)     Sikap adil, anak-anak harus mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dan tahu bagaimana memperlakukan saudaranya dalam segala hal. Tidak boleh berbuat serakah, murka, ora narima ing pandum atau loba, tamak.

d)    Rukun agawe santosa, sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan tanggung awab harus ditanamkan olejh orang tua kepada anaknya sejak dini supaya anak dalam menghadapi kehidupanya tidak berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi saja akan tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan sekitarnaya. Seperti dalam falsafah jawa rukun agawe santosa lan crah agawe bubrah.[[2]]


[[1]] Suyani, Konsep kepemimpinan Jawa, (Yogjakarta: Kepel Press, 2008), hlm. 102
[[2]] Suyani, Konsep kepemimpinan Jawa, (Yogjakarta: Kepel Press, 2008), hlm. 111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar