Keluarga
jawa pada umumnya mulai mendidik anak-anaknya pada anak tersebut belum lahir,
yaitu dengan cara tidak langsung dari ibunya. Ujud pendidikan itu pada umumnya
melalui berbagai larangan atau keharusan yang harus dijalankan oleh ibu yang
sedang hamil tidak boleh makan-makanan tertentu, tidak boleh mengatakan
kata-kata jelek, tidak boleh membunnuh dantidak boleh marah.
Karena keyakinan
dalam budaya orang jawa perilaku ibu pada saat mengandung akan turun pada
anaknya sehingga para ibu yang sedang mengandung sehati-hati mungkin dalam
berbuat supaya anaknya juga mewarisi sifat dari ibunya.
Tidak
dapat disangkal bahwa antara ibu dan anak yang dikandungnya ada hubungan yang
erat sekali. Jika ibu makan-makanan tertentu maka akan berpengaruh pada anak
yang dikandungnya.
Bila ibu marah-marah, membunuh binatang berarti ada unsur
marah, begitu juga kalau ibu berkata-kata jelek juga ada unsur marah, maka perbuatan
itu juga akan berpengaruh kepada anak yang dikandungnya.
Bagi keluarga jawa anak mempunyai kedudukan
tersendiri dalam hati mereka.[[1]]
Ada ucapan jawa mengatakan bahwa anak iku gegntelaning ati, artinya anak itu
tempat bergantungnya hati. Ucapan ini bermaksud bahwa anak adalah pengikat
dalam hubungan berkeluarga.
Dalam adat jawa jika ada suatu pertemuan yang
ditanyakan adalah yang berkaitan dengan anak mulai dari berapa anaknya,
laki-laki atau perempuan, dimana Sekolahnya. Oleh karena itu orang tua mendambakan
seorang anak yang shaleh dan bias membahagiakan orang tuanya.
Ini sesuai
dengan falsafah orang jawa mendhem jero
mikul dhuwur, anak molah bapa kepradhah, yang berarti menimbun yang dalam
dan memikul yang tinggi, anak yang berbuat bapak yang bertanggung jawab.
Sehingga dalam falsafah hidup orang jawa harus mendidik anak supaya anak
mempunyai kepribadian yang baik seperti:
a) Sikap
saling menghormati, ini terlihat pada bahasa keseharian orang jawa dimana di
dalamnya ada undak-unduk basa
(tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda dengan orang yang lebih
tua. Dalam falsafah orang jawa sering dikenal dengan among saha miturut, sedulur tuwa iku dadi gegantining wong tuwa.
b) Sikap dan
watak jujur, para orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk berperilaku jujur
baik dalam ucapan maupun tindakan.
c) Sikap
adil, anak-anak harus mengetahui hak dan kewajiban masing-masing dan tahu
bagaimana memperlakukan saudaranya dalam segala hal. Tidak boleh berbuat
serakah, murka, ora narima ing pandum atau loba, tamak.
d) Rukun
agawe santosa, sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan tanggung awab
harus ditanamkan olejh orang tua kepada anaknya sejak dini supaya anak dalam
menghadapi kehidupanya tidak berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi
saja akan tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan sekitarnaya. Seperti
dalam falsafah jawa rukun agawe santosa
lan crah agawe bubrah.[[2]]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar